10. Darah

304 35 2
                                    

Elisa tersenyum kecil. "Marie."

       "Ya nona?"

       "Kenapa kau menceritakan semua ini?"

     Next><><><>

        Marie terdiam sejenak. "Saya hanya berfikir, saya akan menyesali semuanya jika tidak menceritakannya pada nona." Jaeab Marie menunduk makin dalam.

      Elisa menepuk pundak Marie. "Tenang saja." Ucap Marie, sontak membuat perempuan dengan seragam pelayan itu menatap wajah Elisa yang tersinari cahaya rembulan.

      "Aku tidak akan membiarkan ibuku mati. Dan, aku harap kau tidak terlalu mempermasalahkan sikapku yang tidak normal. Setiap orang memiliki kekurangan masing-masing, bukan?" Elisa tersenyum, menampakkan deretan gigi susu putihnya.

       Elisa memeluk Marie. "Jika kau memang harus pergi, aku sangat kesepian. Aku yakin ibu tidak akan marah, tetaplah disini, okay?" Bujuk Elisa.

      Mata Marie lansung berkaca-kaca. "Maaf nona. Walaupun anda sudah saya anggap adik sendiri, namun saya harus memenuhi janji saya. Jika tidak, saya akan mati."

        "Mati? Kenapa?" Tanya Elisa melepas pelukannya. "Apakah kau membuat sebuah janji darah?" Tanya Elisa terkejut.

       Marie tersenyum getir. "Saya sebenarnya lumpuh nona, semenjak tujuh tahun lalu akibat kecelakaan. Namun, nyonya Rofelia berbaik hari menolong saya dan mengajari saya sihir di akademi. Lalu saat nyonya mengandung anda, tidak ada yang berani menjadi pendamping beliau karna semua orang takut terlibat dengan keluarga duke, terlebih bayi yang didalam kandungan nyonya tidak diinginkan oleh tuan besar. Makanya saya ingin menolong nyonya Rofelia. Saya melakukan perjanjian darah dengan iblis, lalu kaki saya tidak lumpuh lagi." Jelas Marie menahan tangis.

     "Perjanjiannya adalah, kau akan pergi jika menghianati ibuku." Lanjut Elisa, dijawab anggukan oleh Marie.

       Elisa tersenyum kaku. "Aku tidak mengerti kenapa kau menghianati ibuku dan malah menceritakan semuanya padaku."

       "Saya menghianati kepercayaan nyonya supaya beliau tidak dalam bahaya. Nona bisa menolongnya, saya yakin."

        Elisa beranjak menuju laci aksesorisnya. "Bawalah salah satu." Elisa memperlihatkan dua kristal biru. "Ini bisa kau gunakan untuk menghubungiku. Alirkan saja sihirmu kesini, maka aku akan menjawab." 

       Marie mengambil salah satunya. "Terimakasih nona."

       "Marie." Elisa menatap Mata biru Marie. "Maukah kau menolongku?" Tanya Elisa. Marie mengangguk cepat. "Aku punya tugas untukmu supaya menyelidiki seorang ahli baru sihir di kota ini. Dia sangat misterius, tapi aku yakin kau bisa menyelesaikan tugas ini."

     Marie mengangguk. "Baik nona. Saya pergi."

       Seperti asap, Marie hilang tak berjejak. Elisa tersenyum sambil mengeluarkan air mata. "Sihirmu sangat hebat, Marie. Kenapa tak mau mengajariku?"

<><><>

     Elisa bangun dari tidurnya. Tidak ada lagi Marie yang selalu memberikan senyuman pertama untuk Elisa. Gadis itu menghembuskan nafas. "Semuanya berjalan tidak  sesuai alur." Gumam Elisa. Elisa tau, di luar ada banyak pelayan yang tingkatnya dibawah Marie hendak masuk mendandaninya. Tapi Elisa tak berminat menyuruh mereka masuk.

       "Terlalu banyak rahasia." Elisa mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. "Apa lagi selanjutnya?" Tanya Elisa. Elisa terperanjat karna air mandinya dingin. Biasanya Marielah yang menyiapkan air hangat. Tidak apa-apa, di Korea, dia biasanya juga mandi dengan air dingin.

To Be Princess [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang