"Vella bukan pencuri, bunda."Lirih seorang gadis yang tengah memeluk dirinya sendiri yang sudah basah kuyup, karna dibanjur oleh Bundanya sendiri.
HernaーBunda Vella, hanya bisa berdecak malas. Anaknya yang satu ini selalu aja banyak alasan.
BUGH!
"Jangan banyak alasan! Kamu sama saja kayak tuyul, yang mencuri uang dengan cara tidak halal!"
"T-tapi, Vella emang gak pernah mencuri, Bunda."Mungkin, sudah berkali-kali gadis itu mengatakan hal yang sama. Ia jujur.
Sebuah satu kesalahpahaman, seorang gadis bernama Vella firly xezandra, harus menanggung akibat yang seharusnya gak harus ia tanggung.
"VELLA HARUS BILANG BERAPA KALI SIH BUNDA? KALO VELLA ITU BUKAN PENCURI! KENAPA BUNDA GAK PERCAYA SAMA VELLA?! KENAPA BUNDA?!"gadis itu berdiri dengan sempoyongan. Air matanya turun deras dikedua pipi mulusnya.
PLAK!
Herna menampar anak gadisnya hingga terjatuh ke lantai yang begitu dingin.
Vella menatap nanar lantai putih itu. Ia memegang pipinya yang barusan terkena tamparan. Pipinya yang ditampar, namun hatinya yang sakit.
"Vella sakit Bun. Bukan cuma sakit fisik aja, tapi Vella juga sakit batin."
"Mungkin, habis ini Vella akan sakit mental."Lanjutnya yang diakhiri dengan kekehan kecil
"Kayaknya Vella emang bukan anak kandung Bunda. Soalnya, mana ada anak kandung yang sama sekali gak dipercayai oleh satu keluarga."
Herna terdiam. Ia mendadak membeku, melihat sifat anaknya yang makin kesini, makin ngelunjak. Baru kali ini, Herna melihat Vella menantang dirinya dengan begitu lantang.
"Bunda kenapa diam aja? Bunda kaget liat Vella jadi ngelawan begini? Ini gak seberapa Bunda. Nanti, jika semuanya sudah terbongkar, dan sudah terungkap dalang dari semua ini, jangan anggap Vella yang dulu masih ada."
"Karna itu gak mungkin terjadi."Vella langsung berlari menaiki tangga, dengan hatinya yang berdenyut tiada henti.
Dengan posisi yang masih membeku, Herna memikirkan apa yang barusan anak gadisnya bicarakan.
.....
"Kenapa sih?! Kenapa semuanya gak pada percaya sama Vella? Kenapa?!"Vella berdiri, menatap pantulan dirinya di cermin. Air matanya tiada henti bercucuran dengan cepat.
Vella bukan gadis yang kuat. Ia lemah.
Tapi Vella tidak pernah diajarkan untuk menjadi wanita lemah. Vella harus bangkit. Tidak mungkin selamanya ia akan terpuruk begini. Vella harus melawan semuanya tanpa rasa takut. Ia tidak salah, jadi untuk apa merasa takut?
"Berusaha dulu Vella. Jika akhirnya kamu bakal gagal, gapapa. Coba lagi."
.....
"Pagi ganteng."Sapa Vella tersenyum manis, menatap sosok laki-laki yang berstatus sebagai pujaan hatinya.
Laki-laki itu hanya membalas dengan wajah datar. Ia tak ada niat sedikitpun untuk membalas gadis dihadapannya.
"Tunggu! Kok Vella di cuekin sih?"Vella memegang tangan laki-laki itu, menahan agar laki-laki itu tidak melangkahkan kakinya lagi.
Gerlan menghempas tangan Vella kasar. "Bacot babi."
Deg.
Vella menelan salivanya. Dadanya terasa sesak, saat mendengar pacarnya berkata kasar seperti itu.
Namun itu bukan hal biasa bagi seorang Vella. Gerlan memang bukan cowo yang lembut. Gerlan kasar, suka memperlakukan Vella dengan kasar, suka menampar, dll.
Satu sekolah pun tahu jika Gerlan dan Vella berpacaran. Tapi mereka berdua terkenal karna Vella selalu diperlakukan sebagai babu.
"Kakak kok kasar gitu?"tanya Vella pelan.
Gerlan tertawa kencang. "Gue kasar, lo mau apa?!"Gerlan menarik surai milik Vella, membuat gadis itu menjerit.
"Arghh, l-lepasin kak. S-sakitt."Rintihnya tak kuasa menahan sakit dibagian kepala. Pelupuk matanya sudah dibanjirin dengan air mata.
"Cengeng! Baru digituin aja udah nangis, dasar lemah!"Gerlan menghempas Vella, dan membenturkan kepala gadis itu ke tembok.
Vella meringgis hebat. "Hiks.. S-sakit.."rintihnya terbata-bata.
Gerlan memutar bola matanya malas. Ia segera pergi dari situ.
Vella memegang kepalanya yang berdenyut-denyut. Gerlan memang benar-benar kelewatan.
Vella masih bertahan sama Gerlan, karna ia cinta mati. Cinta memang bisa mengubah segalanya. Meskipun sudah disakitin berkali-kalipun Vella tidak ada niatan untuk meninggalkan Gerlan.
"Vella lo kenapa?!"
Vella menoleh. "G-gapapa."
"Kepala lo berdarah!"laki-laki itu mengendong Vella ala bridel style. Ia membawa Vella ke UKS sekolahan. Andra gyan tarangga. Salah satu cowo yang mempunyai perasaan lebih terhadap Vella.
Andra selama ini masih diam. Ia masih memantau pergerakan Gerlan. Jika Gerlan sudah keterlaluan, maka Andra akan segera turun tangan.
.....
"Kepala lo masih sakit?"tanya Andra cemas.
Vella menggeleng. "Udah enggak. Makasih ya kak."
"Sans. Jangan bertahan Vell. Jangan bertahan sama orang yang selalu nyakitin lo. Masih banyak diluar sana, cowo yang lebih baik dari Gerlan. Gerlan itu cowo kasar. Dia gak pantes buat cewe sebaik lo."
Vella menggeleng. "Meskipun kak Gerlan itu orangnya kasar, tapi dia tetap cowo Vella."
"Vella gak ada niatan sedikitpun untuk meninggalkan kak Gerlan. Vella tau, kak Gerlan itu sebenernya gak kasar. Dia cuma terpengaruh terhadap lingkungan sekitarnya. Dia baik kok orangnya."
Andra memutar bola matanya malas. Ia menghela nafasnya kasar. Vella masih saja membela cowo itu. Padahal Gerlan sudah kasar terhadapnya.
"Lo mau sampai kapan bertahan sama dia? Sampai mati?"
"Iya."Jawabnya dengan cepat.
Andra menggelengkan kepalanya tak habis pikir.
Vella memang menjawab apa adanya. Ia memang sudah terlalu cinta mati terhadap seorang Gerlano.
"Gue Vell. Gue cowo yang pertama kali ada disamping lo, disaat lo nantinya akan menyesal mempertahankan cowo yang memang gak pantes untuk dipertahankan."
"Makasih kak. Tapi kayaknya Vella gak perlu."
Andra terkekeh sinis. "Lo jangan terpengaruh sama cinta buta lo itu. Nanti lo akan sakit, Vell."
"Tapi Vella emang benar-benar gak bisa ninggalin kak Gerlan. Vella gak mau nyakitin kak Gerlan. Biar Vella aja yang sakit, dia jangan."
Andra lagi-lagi, dibuat tertawa. "Kenapa lo mikirin orang yang sama sekali gak mikirin lo?"
"Kakak juga ngapain mikirin Vella yang sama sekali gak mikirin kakak?"
Deg.
Andra terdiam kaku. Hatinya mencelos.
"Maaf kak. Tapi, kakak seharusnya jangan ikut campur ke dalam kehidupan Vella."
Vella terpaksa berbicara seperti itu. Ia tidak mau sampai Andra terjerumus lebih dalam ke dalam kehidupannya yang dipenuhi oleh luka. Vella juga tidak ingin, jika Andra nantinya akan tersakiti.
"Gue gak peduli Vell. Gue suka sama lo. Dan gue akan tunjukan bahwa gue yang lebih pantes dibanding cowo lo itu."
Vella terkejut mendengarnya. Ternyata selama ini kakak kelasnya itu mempunyai rasa lebih terhadapnya. Ia selama ini tidak peka terhadap lingkungan. Ia hanya fokus kepada Gerlan.
"Tapi maaf kak. Vella gak bisa bales perasaan kakak. Mending kakak hapus perasaaan itu, sebelum nantinya akan terasa sakit yang sangat mendalam."
"Gue gak akan mundur, sebelum berjuang."
Vella menghembuskan nafasnya berat. "Jangan pernah mau masuk ke dalam kehidupan Vella kak. Karna, sekalinya kakak masuk, akan mendapatkan beribu-ribu luka yang susah untuk disembuhkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
VELLA
Teen FictionDengan sebuah satu kesalah-pahaman yang membuat orang-orang membenci Gadis yang tidak tahu apa-apa. Vella yang selalu menempel pada luka serta tanggisan. Hanya karna fitnah yang menyebar bahwa dirinya seorang pencuri, dirinya menjadi korban bullyin...