~Definitely Dear~
Pagi ini, Rose yang tadinya masih terlelap perlahan membuka matanya yang berat sekali untuk dibuka, ia merasakan seluruh tubuhnya sakit. Dan ia tersentak, Rose lantas menarik selimut yang ada didekatnya untuk menutupi seluruh tubuhnya yang sebelumnya terekspos sempurna, tanpa sehelai benangpun yang menutupi. Ia mengacak rambutnya sesekali, rasanya ia seperti jalang, kotor sekali.
"Kau sudah bangun."
Dengan tatapan sayu, Rose menoleh ke arah sumber suara yang menyapanya. Chanyeol berdiri tepat didepannya, pria ini sudah rapi memakai pakaian kerja dan mungkin akan segera berangkat ke kantornya, sangat beda sekali dengan keadaan Rose yang masih setia menyembunyikan tubuhnya di balik selimut.
Dan disaat bersamaan, ia mengingat semuanya. Semua hal gila yang sudah dilakukannya bersama pria ini semalam. Pria ini sudah menjamahi setiap inci tubuhnya dengan penuh paksaan yang Rose tidak inginkan. Dia memang suaminya, tapi tetap saja Rose tidak bisa membendung air matanya, perasaannya hancur, hatinya seakan remuk, berkeping-keping.
Rose tahu, menangis hanya akan membuatnya semakin lemah. Tapi air matanya kali ini keluar dengan sendirinya, meski sudah berusaha untuk tidak seperti ini, Rose tidak bisa. Jelas ada sesuatu yang sangat menusuk hatinya sekarang, ia ingat betul moment dimana Chanyeol mengatakan sesuatu yang tak mungkin dapat ia lupakan seumur hidupnya, "aku mencintaimu.."
Kala itu Rose senang, sekali lagi ia terlalu senang karena tadi malam Chanyeol mengakui perasaannya meski dalam kondisi yang tak sepenuhnya sadar, Rose membalas tatapan pria yang sedang berada di atas tubuhnya itu sambil tersenyum lebar, "aku juga, aku mencin-"
"Sooya, aku benar-benar mencintaimu.."
Deg!
"Sooya?" Rose tentu terkejut, namun ia tersenyum hambar setelahnya, ia tak pernah tahu kalau hatinya akan sesakit ini saat mendengar nama perempuan itu, lagi.
Chanyeol berdiri sambil memandang Rose dengan ekspresi kosongnya, pikirannya juga melayang. Bagaimanapun, kenyataan bahwa tadi malam, entah dalam kondisi sadar atau tidak, mereka memang benar melakukannya. Chanyeol kembali menatap Rose yang masih terisak didepannya ini, "Kenapa kau menangis?" tanyanya. "Maaf jika aku--"
"Soo-ya." Rose tersenyum tipis setelah mengeja nama perempuan itu, ia mulai membalas tatapan kosong dari Chanyeol. Matanya kembali berkaca, namun sebisanya ditahan agar tak lagi mengeluarkan air mata.
Chanyeol hanya diam, awalnya ia sedikit kaget ketika Rose menyebutkan nama itu. Tapi ia mencoba mengatur ekspresinya setenang mungkin "Kenapa deng-"
"Kau masih mencintainya?" Seperti tak ingin membiarkan Chanyeol bicara, Rose kembali menyela ucapan pria itu.
"Rose, apa yang kau tanyakan?"
Lagi-lagi Rose tersenyum hambar. "Kau masih mencintainya, aku tahu Chan." Kembali air matanya menetes, biarlah dia terlihat sangat menyedihkan sekarang.
Ucapan Rose membuat Chanyeol mendadak terdiam. Ada sedikit rasa bersalah yang membuatnya tak ayal mengucapkan permintaan maaf, ia begitu hilang kendali semalam. Pikirannya juga tak lepas dari Jisoo, ia sangat mengkhawatirkan Jisoo, sehingga dalam pengaruh minuman itu Chanyeol mengira Rose adalah Jisoo. Chanyeol mengusap wajahnya gusar, ia merutuki kebodohannya. "Maafkan aku, Rose-ah," lirihnya.
Rose memutar matanya malas, kenapa permintaan maaf dari pria ini terdengar sangat menjijikkan baginya sekarang? "Pergi dari sini! Tinggalkan aku! Aku ingin sendiri!" bentaknya.
Chanyeol mengangguk seketika, ia jelas memahami apa yang tengah wanita ini rasakan sekarang. "Sekali lagi, maafkan aku." Chanyeol melangkah mundur, ia menarik jasnya yang tergantung lalu segera meninggalkan kamar ini.
"Aku belum bisa memaafkanmu, aku kecewa." Rose memperhatikan setiap langkah pria itu sebelum akhirnya menghilang penuh dari atensinya. Ia kembali menenggelamkan wajah di lipatan tangannya, kembali menangis atas perasaannya yang sedang terombang-ambing dipermainkan oleh pikirannya yang kacau bukan main.
Beberapa menit kemudian, matanya menelisik, mencari sesuatu untuk dipastikan, pukul tujuh pagi lewat beberapa menit. Akhirnya Rose mencoba bangun untuk segera membersihkan diri, ia lupa tanggung jawab dan pekerjaannya yang menumpuk di rumah sakit. Bagaimanapun ia tidak seharusnya egois, banyak sekali orang yang membutuhkannya disana.
Lucu juga memang, kamar ini milik Chanyeol, kenapa juga harus membentak pemiliknya untuk keluar dari kamar ini? Dan kenapa juga ia harus se cemburu tadi? Nampak sekali ia mengungkapkan perasaannya secara tidak langsung pada Chanyeol.
"Akhhhh!" Rose meringis, kenapa bisa selangkangannya perih seperti ini..sial.
____
Terhitung lima hari sejak hari kecelakaan itu terjadi, Jisoo kini masih dirawat di rumah sakit namun kondisinya sudah jauh lebih baik.
Hanya saja sekarang, Jisoo memaksakan diri untuk berlari ke arah toilet dan berusaha memuntahkan seluruh isi perutnya ke wastafel. Ia tak tahu apa yang terjadi tapi rasanya mual, indra perasa serta indra penciumannya belakangan ini juga lebih sensitif terhadap sesuatu yang ia makan dan ia cium.
Sekitar lima menit berusaha untuk mengeluarkan isi perutnya, ia akhirnya membasuh tangan dan mulutnya lalu segera kembali menuju ke kamar tempatnya dirawat. Langkahnya gontai, kepalanya pening, dan kenapa pandangannya serasa berkunang-kunang dalam sesaat? Jisoo memegang kepalanya tiba-tiba sambil meringis.
Brukh!
"To-long aku," lirihnya sedetik sebelum tubuhnya terhempas di lantai toilet yang dingin dan seluruh pandangannya tiba-tiba gelap. Ia pingsan.
Di tempat yang sama, seseorang terlihat berjalan memasuki toilet perempuan ini sambil memainkan ponselnya.
"Bukankah dia pasien korban kecelakaan di kamar 143?!" Matanya terbelalak, wanita itu segera menghampiri Jisoo yang tak sadarkan diri lalu mulai memberitahu beberapa petugas. Mereka kemudian membopong tubuh Jisoo untuk kembali membaringkannya ke tempat tidurnya.
Tak butuh waktu yang lama, Jisoo akhirnya siuman dari pingsannya. Matanya menelisik, seingatnya ia pergi ke toilet dan kenapa sekarang ia terbaring di kasur ini lagi?
"Oh? Kau sudah sadar?"
"Mmm i-iya Dokter--Jennie," ucap Jisoo dengan matanya yang mencoba membaca nametag yang terjahit di jas putih milik dokter perempuan didepannya ini.
"Kenapa bisa kau ke toilet sendirian, dan bagaimana jika kau pingsan lagi seperti tadi? Itu berbahaya untuk kondisimu sekarang," tutur Jennie, dan Jisoo hanya melamun, pikirannya melayang ke arah lain.
"Kim Jisoo?" Jennie mencoba menyadarkan Jisoo dari lamunannya, "Ne?" sahut Jisoo yang tersadar.
Jennie menghela nafas, ia memasang stetoskopnya lalu mulai memeriksa keadaan Jisoo. Dari awal, Jennie sudah menebak kalau pasiennya ini tengah mengandung, jelas terlihat dari raut wajahnya. Namun, demi untuk memastikan ia memilih untuk memeriksanya ulang, dan ternyata benar, pasiennya ini tengah hamil dan usia kandungannya masih sangat rentan.
"Lain kali mintalah kepada perawat atau orang lain jika kau ingin ke toilet, seperti yang tadi kukatakan, itu berbahaya untuk kondisimu sekarang. Dan selamat juga untukmu--" Jennie menghentikan ucapannya saat Jisoo menatapnya.
"Selamat untuk?"
"Selamat, sebentar lagi kau akan menjadi seorang ibu," lanjutnya sambil tersenyum lembut.
"A-aku hamil?"
TBC!!
____________________________________________
Aku maklum kok kalau kalian tidak berkomentar, tapi seenggaknya kalian vote ya gaess :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Definitely Dear ✔
FanficNyatanya, tak ada satupun orang di dunia ini yang dapat menebak masa depan, kan? Siapa yang tau kalau mereka yang menikah atas dasar kesepakatan itu saling mencinta? Dan tentunya ini bukanlah masalah. Tapi bagaimana jika masa lalu keduanya ikut berm...