"Anak itu sudah bangun?"
"Tidak! Seharusnya ia tetap tertidur."
Charlotte mengerjap-ngerjapkan matanya, mendapati dua sosok gadis kecil yang tengah menatap ke arahnya sambil terus berdebat satu sama lain.
"Dia terbangun!"
"Sudah kubilang sejak awal, anak itu terbangun!"
"Dia kebingungan?"
"Entahlah."
Charlotte terkesiap kaget, segera bangkit dari posisinya yang terbaring di lantai. Dua gadis kecil berpakaian hitam dan putih berdiri di hadapannya seolah telah menantinya untuk bangun. Sedikit panik, Charlotte memegangi dada kirinya, merasakan denyut jantung yang berdetak.
"Aku masih hidup?" Tanyanya kebingungan.
"Tentu saja. Kau hanya tenggelam di danau." Sahut gadis kecil berambut hitam, mendekati Charlotte.
"Seharusnya kau mati!" Timpal gadis berambut putih, menatap Charlotte datar.
"Jelaskan apa yang terjadi padaku!" seru Charlotte, memeluk lututnya ketakutan lantaran dua gadis kecil itu tiba-tiba saja muncul di hadapannya ketika ia terbangun.
"Namaku Pixie," ucap gadis berambut putih tadi memperkenalkan dirinya.
"Namaku Elf," susul gadis berambut hitam. "Kau Charlotte Clauss, bukan? Selamat datang di tempat kami," sambutnya.
Charlotte menatap ke sekitarnya. Beberapa boneka kayu tergantung di atap-atap ruangan yang hanya diterangi cahaya lilin dan cahaya bulan yang masuk melalui celah lubang. Lantai ruangan kayu itu bercampur dengan atap-atap pohon, membuat lantai kayu itu pecah disana sini. Charlotte memang tak dapat melihat jelas dinding di ruangan yang saat ini ia tempati. Namun, ia dapat melihat jelas kelabang yang merayap di seluruh dinding ruangan.
"Bawa aku kembali!" Seru Charlotte menekan kepalanya dengan kedua tangannya.
"Bukankah kau sendiri yang melarikan diri dari rumah?" Tanya Pixie memastikan.
"Hatimu benar-benar lemah..." sahut Elf.
"Apa yang membuatmu berpikir ingin kembali...."
"...padahal kau sendiri terus menolak kenyataan yang ada."
Kedua gadis kecil itu terus menerus bersahut-sahutan, memojokkan Charlotte yang hanya bisa meringkuk ketakutan. Pixie mendekati Charlotte, menunjukkan sebuah kotak musik berwarna coklat keemasan. Baru saja gadis itu hendak membukanya. Elf, si gadis berambut hitam lebih dulu mengambil kotak musik itu dari tangan Pixie, menyembunyikannya.
"Pixie, ini bukan saatnya untuk hal itu..." ujar Elf, menggeleng mewakili kalimatnya.
Pixie hanya merenggut kesal, kemudian menatap Charlotte lamat-lamat diikuti Elf di belakangnya.
"Kau menginginkan suatu perubahan terhadap dirimu sendiri?" tawar Elf tiba-tiba.
"Atau memutar balikkan nasibmu menjadi lebih baik dari sebelumnya?" imbuh Pixie, tersenyum lebar.
"Kau harus memilih diantara keduanya," ujar keduanya hampir bersamaan.
Charlotte terdiam sesaat. Pikirannya melayang kepada ingatan buruknya. Hal pertama yang ia ingat adalah membalas dendam pada Roy Ishmburg yang telah membuat harinya di sekolah terasa buruk. Mungkin gadis itu lebih memilih merubah nasibnya menjadi lebih baik daripada mengalami perubahan yang dirasanya hanya sebuah kesia-siaan.
"Buat nasibku menjadi lebih baik!" Pinta Charlotte.
Pixie tersenyum lebar, menatap Elf di belakangnya. Kedua gadis itu beringsut pergi meninggalkan Charlotte seorang diri. Kelabang yang awalnya hanya merayap di dinding ruangan mulai mendekati Charlotte, mengerubunginya walaupun ia terus berusaha mengusir serangga menjijikan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rhythm of Lullaby(END)
Horror"Lagi-lagi alunan musik klasik itu!" Charlotte Clauss, kehidupan gadis itu terasa kacau setelah kematian ibunya. Dan sekarang ia harus tinggal bersama ibu tirinya yang tak bisa diandalkan selama ayahnya pergi. Sementara itu, Roy Ishmburg, seorang la...