Alunan musik klasik itu terdengar keras di kepalanya. Perlahan, kedua kaki Charlotte melangkah mundur ke belakang, menuju eskalator dimana ia dapat melarikan diri dari tempat mengerikan itu. Langkah kakinya terasa begitu berat, walau ia berusaha untuk melangkah lebih kuat.
"Boneka...boneka...boneka..."
Maneken-maneken itu bersenandung ria, seolah tengah mengolok-olok dirinya yang berusaha berlari jauh.
"Tidak!" Teriaknya.
"Kau akan menjadi seperti boneka tanpa nyawa yang tertidur..."
"Hentikan!" Seru Charlotte ketakutan.
"Halo boneka tak bernyawa," sapa seseorang di bawah kakinya.
Gadis itu melongok ke bawah, melihat siapa orang yang berbicara padanya di antara kakinya. Sebuah maneken tanpa kaki merangkul kakinya, lalu tersenyum lebar pada gadis itu. Sontak Charlotte berteriak kaget hingga tanpa sengaja ia menjatuhkan tubuhnya. Maneken yang merangkul kakinya tertawa puas, diikuti tawa maneken lainnya.
"....mirip seperti boneka tak bernyawa..."
Charlotte berteriak kaget, menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Membuat maneken-maneken di sekitarnya tertawa semakin keras. Sebuah tangan tiba-tiba saja menariknya mundur, membawanya turun dari lantai dimana para maneken tadi berada. Maneken-maneken yang tadinya tertawa bersahutan kini diam begitu saja begitu Charlotte meninggalkan mereka.
Raut wajah para maneken itu kembali seperti semula, dan akhirnya mereka kembali ke tempat dimana mereka berada sebelumya.
"Lepaskan aku!" pinta Charlotte meronta-ronta, berusaha melepaskan diri dari sosok yang menariknya turun.
Gadis itu menutup telinganya rapat, masih mendengar alunan musik klasik yang menghantuinya meski samar.
"Biarkan aku pulang!" lirih Charlotte, air matanya mengucur deras.
"Buka matamu...aku Hicklin," ujar sosok yang menariknya.
Demi mendengar suara yang begitu familiar dengannya, gadis itu memberanikan dirinya untuk membuka matanya yang tertutup rapat. Di hadapannya, Alan Hicklin tengah menatapnya dengan mimik wajah serius seraya menutup telinga Charlotte menggunakan kedua tangannya. Charlotte tersenyum lebar, segera memeluk laki-laki itu erat. Seluruh tubuhnya gemetar hebat. Ia tak sanggup lagi menahan rasa takut yang membelenggu dirinya.
"Kau membuatku khawatir! Mengapa kau pergi begitu saja?!" protes Charlotte, memukul dada Alan, menangis keras di pelukannya.
"Jangan menangis..." bisik Alan lembut.
Alan hanya tersenyum pasrah, mengelus kepala Charlotte lembut.
"Bukankah sudah kukatakan, kau tak sebaiknya keluar di malam hari?" ujar Alan, menutup kepala Charlotte dengan tudung jaket yang gadis itu kenakan.
"Kupikir aku akan baik-baik saja selama dirimu berada di sisiku... Tapi melihatmu pergi begitu saja membuat perasaanku sedikit resah dan aku merasa begitu ketakutan,"
"Pulanglah...bisa jadi mereka masih mengejarmu!" perintah Alan setengah berbisik.
"Tidak..." sanggah Charlotte, membenamkan kepalanya ke dalam pelukan Alan. "Biarkan aku berada di sisimu sejenak..."
Alan tersenyum tipis, membiarkan gadis itu berada di dalam pelukannya sementara waktu hingga akhirnya Charlotte melepaskan pelukannya, dan menutup wajahnya untuk menyembunyikan mata sembam setelah menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rhythm of Lullaby(END)
Horror"Lagi-lagi alunan musik klasik itu!" Charlotte Clauss, kehidupan gadis itu terasa kacau setelah kematian ibunya. Dan sekarang ia harus tinggal bersama ibu tirinya yang tak bisa diandalkan selama ayahnya pergi. Sementara itu, Roy Ishmburg, seorang la...