Charlotte memilin rambutnya yang tergerai panjang, bersiap memotongnya menjadi lebih pendek. Awan gelap menyelimuti langit, menutupi sangat kejora dan sabit. Sebentar lagi hujan akan segara turun, membersihkan debu-debu di permukaan bumi.
"Selamat malam, " sapa seseorang.
Charlotte mengedarkan pandangannya ke segala arah, lalu mengabaikannya. Tak ada seorang pun selain dirinya. Lagipula sapaan tadi tak lagi terdengar. Charlotte memilih diam, memotong rambut panjangnya sepinggang.
Desiran angin meniup pepohonan, menimbulkan suara gemerisik dedaunan. Suara langkah kaki seseorang yang menginjak dedaunan kering sontak membuat bulu kuduk Charlotte berdiri. Mana mungkin ada seseorang yang berkeliaran tengah malam begini kecuali orang itu benar-benar tak memiliki rada takut akan penjahat yang berkeliaran di malam hari.
"Selamat... Malam... " bisik seseorang dari belakang tubuh Charlotte.
Gadis itu menoleh ke belakang, tak mendapati seorang pun disana. Ia segera meletakkan gunting nya, melangkah perlahan menuju ke dalam kamarnya. Suara nyanyian lirih seorang gadis kecil dari dalam kamarnya membuat Charlotte penasaran dengan apa yang ada di dalam sana.
Seorang gadis kecil berkuncir dua terlihat menduduki ranjangnya. Kakinya mengayun ke depan belakang sementara dirinya riang memainkan boneka yang ia bawa, boneka kelinci soak milik Charlotte. Lagu pengantar tidur ia nyanyikan seolah tengah berusaha meninabobokkan boneka di tangannya. Sebuah benda mati yang tak dapat bangkit.
Charlotte menahan nafasnya, terus mengawasi gadis kecil itu dari kejauhan. Rambut kuncir dua nya yang berwarna pirang bergoyang-goyang. Ia memakai gaun putih krem sepanjang lutut berhias renda di bawahnya. Kulit putih halus dan bibir berwarna merah mungil. Bola mata hijaunya menatap boneka di tangannya, terlihat begitu fokus. Anak yang manis.... Tapi siapa?
"Wah! Kakak! Selamat malam! " sapa gadis tampak gembira.
Charlotte tersentak kaget, tak dapat mundur kali ini. Gadis kecil itu kini menatap riang ke arahnya, telah menyadari kehadiran Charlotte saat ini. Ia meletakkan boneka yang ia bawa, mulai melangkah mendekati Charlotte dengan sepatu mungil berwarna merah muda miliknya.
"Kakak... Kakak berambut putih... Mengapa kau tidak membalas dalam dariku? " tanyanya, mimik wajahnya terlihat begitu sedih.
"Se...selamat malam juga. "
"Ah! Akhirnya kakak menjawabnya! " gadis itu tertawa renyah, menutup mulutnya dengan kedua tangannya untuk menyembunyikan tawanya.
Sepotong jari kelingking terjatuh dari tangan gadis itu. Buru-buru ia memungut jarinya yang terlepas lalu memasangnya kembali. Charlotte membelalakkan matanya lebar, merasa ketakutan melihat bagian tubuh gadis itu yang terpotong.
"Ada apa? " tanyanya heran, "Oh! Maaf! Aku membuat kakak takut! " serunya merasa bersalah.
"Namaku Lize... Siapa nama kakak? " tanyanya sembari berputar di tempat, memamerkan kibaran gaun putihnya.
"Charlotte... " jawab Charlotte gugup, "Charlotte Clauss. "
Seketika ekspresi gadis itu berubah suram. Ia kembali duduk di ranjang dengan kepala tertunduk menatap lantai, kosong. Charlotte mengernyitkan alisnya heran, memberanikan diri mendekati Lize, si gadis berkuncir dua tadi.
"Rupanya kakak memiliki nama keluarga... Apakah kakak juga memiliki keluarga? " tanyanya lirih.
"Ya."
"Kurasa aku adalah seorang gadis kecil yang malang, " keluhnya, tersenyum sedih.
"Memangnya kau tak memilikinya? " tanya Charlotte memberanikan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rhythm of Lullaby(END)
Horror"Lagi-lagi alunan musik klasik itu!" Charlotte Clauss, kehidupan gadis itu terasa kacau setelah kematian ibunya. Dan sekarang ia harus tinggal bersama ibu tirinya yang tak bisa diandalkan selama ayahnya pergi. Sementara itu, Roy Ishmburg, seorang la...