CHAPTER 5(Seorang wanita bergaun putih)

8 1 0
                                    

Charlotte menatap wajahnya sendiri di cermi. Entah mengapa malam ini wajahnya terlihat lebih pucat dari biasanya. Gadis itu mengoleskan sedikit pemerah di bibirnya, berusaha membuatnya terlihat lebih baik daripada sebelumnya walau justru kini ia juga sedikit terlihat seperti hantu.

Sebuah pita berwarna hitam terpasang di kepalanya, menghiasi rambut putihnya yang terlihat seperti nenek tua. Ia mengangkat gaun hitam selutut yang ia kenakan, mematut penampilannya sendiri. Gadis itu kini terlihat seperti warna monochrome di malam hari.

"Charlotte, Dad akan menetap dua hari di Manhattan," ucap ibunya yang tiba-tiba saja berdiri di ambang pintu kamar Charlotte.

"Ya. Dad sudah memberitahuku,"

"Oh ya? Bisakah kau tersenyum malam ini? Kau terlihat cantik menggenakan pakaian itu. Namun akan terlihat lebih cantik bila kau menyunggingkan senyummu," saran ibunya.

"Tidak perlu. Aku tak membutuhkan sebuah senyuman untuk menjadi diriku sendiri," elaknya, tak memedulikan saran ibunya barusan.

"Baiklah. Selamat bersenang-senang." Ibunya mengedipkan sebelah matanya, baru kemudian berlalu pergi dari ambang pintu.

Untuk terkahir kalinya, ia mematut penampilannya di depan cermin sebelum akhirnya ia pergi ke tempat dimana Diana Sharoon mengundangnya. Roustes Caffe.

"Hei, Clauss! Untuk apa kau datang kemari?!" seru seseorang, mencegatnya.

Charlotte mengepalkan tangannya, berusaha tak memedulikan Ron yang tengah mencegatnya di depan pintu kafe. Gadis itu menundukkan kepalanya, langsung masuk ke dalam Roustes Caffe, melewati Ron begitu saja. Seekor kucing hitam mengeong di hadapannya setelah ia masuk ke dalam sana. Baru saja Charlotte hendak menendang kucing itu menjauh darinya, Samuel tiba-tiba saja datang menyambut kedatangan Charlotte, membuatnya mengurungkan niat untuk menendang kucing itu.

"Tak kusangka kau benar-benar datang kemari!" seru Samuel senang seraya memberikan segelas sirup pada gadis itu.

"Karena kau datang, aku hanya mengikutimu."

"Rupanya kau lebih mengerikan daripada yang kupikirkan," tawa Samuel, hampir menumpahkan segelas sirup yang ia bawa.

"Memangnya aku terlihat mengerikan?!" desis Charlotte sinis.

"Aku hanya bercanda,"

"Pikiranmu sama sekali tidak dewasa!"

"Hei! Ayolah! Kita sedang bersenang-senang disini,"

"Aku hanya ingin pulang dan bermain kartu remi,"

"Kau pikir ini adalah casino atau semacam bar? Charlotte, kurasa kau harus lebih sering bergabung ke dalam pesta anak remaja di luar," saran Samuel, meletakkan gelas sirupnya ke meja yang ada di sampingnya.

"Sudahlah, simpan kata-kata itu untukmu. Kau terlihat seperti ibu tiriku sekarang. Aku harus pergi ke kamar mandi. Sampai jumpa, " ujar Charlotte berlalu pergi mencari letak kamar mandi yang ada di kafe itu.

Beberapa orang tengah menari bersama, menikmati lagu yang diputar. Membuat mereka seolah dirasuki oleh lagu itu. Charlotte meletakkan gelas sirupnya di sebuah tempat, merasa letih mencari dimana letak kamar mandi berada. Dan akhirnya gadis itu hanya bisa duduk termenung diam di sebuah kursi sambil memandang lantai kafe dengan tatapan kosong.

Seekor kelabang merayap melewati sepatunya, sontak membuat Charlotte hampir berteriak takut. Alunan musik klasik pengantar tidur pun kini mengalun pelan, alunan musik yang selalu menghantuinya. Bahkan di tempat seramai ini pun, alunan musik itu tetap terdengar jelas di telinganya tanpa seorangpun yang menyadarinya. Gadis itu menutup telinganya rapat, berusaha tak mendengarkan alunan musik yang berputar di telinganya-meski hal itu percuma saja untuk dilakukan-.

The Rhythm of Lullaby(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang