Charlotte menghela nafasnya panjang. Ia tak bisa tidur di kamarnya bersama serangga-serangga menjijikkan yang merayap. Bahkan beberapa dari mereka merayap masuk ke sela-sela jahitan boneka miliknya. Gadis itu mengambil jaketnya, mengibaskannya untuk memastikan tak ada seekorpun kaki seribu disana baru kemudian memakainya. Dengan terburu-buru ia meniggalkan rumahnya, berusaha menenangkan diri setelah melihat serangga-serangga itu. Tadi sore, bahkan seekor kelabang sempat merayap di kepalanya, membuatnya sedikit merasa trauma.
Ia menjejalkan tangannya ke dalam saku jaketnya, berjalan seorang diri menikmati udara malam di hari liburnya sebelum esok harinya ia harus bersiap untuk berangkat sekolah. Beberapa hari ini, Ron Ishmburg tak pernah terlihat berkeliaran di sekolah. Gadis itu boleh jadi lega atas ketidakhadirannya. Namun, ia justru merasa bahwa sikap anak laki-laki itu kini terlihat aneh.
Sebuah pesan masuk menyadarkan lamunan Charlotte. Pesan dari ayahnya. Ia tersenyum lebar, merasa sedikit rindu pada ayahnya setelah kejadian malam itu-ketika ia melarikan diri dari rumah. Sejujurnya ia merasa sedikit bersalah karena bersikap buruk kepada orang tuanya sendiri. Apa boleh buat? Toh, ketika itu ia memang dipenuhi emosi buruk sehingga ia tak peduli dengan apa yang terjadi.
'Selamat malam, Charlotte. Dad tak bisa kembali pulang untuk dua bulan ke depan. Kuharap kau baik-baik saja.'
Charlotte menghela nafasnya kecewa, lalu mengetikkan pesan balasan untuk ayahnya.
'Tak apa. Aku baik-baik saja. Maaf atas sikap kasarku tempo hari sebelum Dad pergi ke Manhattan.'
Dua menit setelahnya, balasan dari ayahnya muncul.
'Memangnya apa yang terjadi sehingga kau pergi begitu saja?'
Charlotte menggigit bagian bawah bibirnya. Takut-takut mengetik balasan untuk ayahnya bilamana ayahnya tau ia telah membuat ibunya menangis.
'Aku tak sengaja membuat Mom menangis, dan entah mengapa aku memutuskan untuk pergi begitu saja. Maafkan aku, Dad...'
Charlotte menunggu balasan apa yang akan diterimanya. Sayangnya balasan itu tak kunjung tiba. Bisa jadi ayahnya terlalu sibuk sehingga meninggalkan percakapan mereka atau mungkin saja ayahnya marah sehingga tak ingin membalas pesan dari anaknya lagi.
Penuh rada bersalah, gadis itu menyimpan kembali smartphonenya ke dalam saku. Lalu kembali berjalan menikmati suasana sunyi di malam hari. Tiba-tiba saja perutnya berbunyi, rasa lapar datang melilit perutnya. Kebetulan sekali, saat ini ia tengah berada di depan sebuah toko yang memiliki restoran di atapnya. Tanpa basa-basi, ia segera masuk ke dalam sana, menaiki beberapa tangga eskalator hingga akhirnya tiba di atap toko. Beruntungnya saat ini ia mengantongi beberapa yang di sakunya sehingga ia dapat menikmati makanan di restoran itu.
"Charlotte!" panggil seseorang.
Merasa terpanggil, gadis itu segera melongokkan kepalanya, mencari siapa yang memanggilnya. Seseorang menepuk pundaknya, membuatnya terlonjak kaget. Charlotte menoleh ke belekang, mendapati seorang laki-laki yang dikenalnya berada di sana.
"Seharusnya kau tidak keluar dari rumahmu!" seru Alan setengah berbisik.
"Mengapa kau disini?" tanya Charlotte balik, mengabaikan seruan Alan.
"Tentu saja untuk makan malam bersama samuel. Apa yang kau lakukan disini?"
"Kau bersama Samuel?! Dimana dia?!!" lagi-lagi Charlotte mengabaikan Alan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rhythm of Lullaby(END)
Horror"Lagi-lagi alunan musik klasik itu!" Charlotte Clauss, kehidupan gadis itu terasa kacau setelah kematian ibunya. Dan sekarang ia harus tinggal bersama ibu tirinya yang tak bisa diandalkan selama ayahnya pergi. Sementara itu, Roy Ishmburg, seorang la...