"Tapi aku tak membutuhkan seseorang untuk menjadi pionku, " Elf mengernyitkan alisnya, terlihat kebingungan.
"Apa kau bilang?!" seru Charlotte tak percaya dengan apa yang Elf katakan barusan.
Gadis kecil itu mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya, seekor kelabang berperut biru seperti warna bebatuan saphire membekukan tubuhnya, sementara kulit batin luarnya mengeras padat.
"Jika kau memilih pilihan pertama, Poison-ku akan memakan semua racun keburukan di dalam dirimu. Dan mereka akan membantumu mewujudkan keinginanmu. Sementara itu Poison-ku akan berubah menjadi kepompong yang nantinya dapat melahirkan sebuah pion baru setelah melahap keburukanmu. Kuakui pionku akan terlihat lemah daripada yang kau duga. Namun, aku akan memiliki ribuan pion, lebih dari jumlah pion yang Pixie miliki, " tutur Elf, mengelus punggung Poison nya yang terasa kaku.
"Kau tahu mengapa kami membutuhkan pion? Seperti yang terjadi dalam permainan dua raja hitam dan putih. Kami berusaha mengakhiri salah satu diantara kami dengan pion pion yang akan kami kumpulkan nanti meski harus menunggu bertahun-tahun hingga pion kami sempurna, "
"Aku dan Pixie bukanlah teman seperti yang kau pikirkan. Salah satu dari kamu memihak Salah, sang penyihir kehancuran. Dunia kami akan hancur bila Salah dan Pixie memenangkan permainan ini. Karena itu, aku dan para Poison-ku akan memenangkan pertarungan ini dan mencegah dunia kami hancur. Jika dunia milik kami hancur, para makhluk terkutuk itu akan dengan mudahnya menerobos masuk menuju duniamu dan mengusik kehidupan klian. Hal yang seharusnya tak manusia lihat akan menjadi terlihat, bahkan tersentuh.
Kau tahu apa akibatnya? Dunia ini akan penuh sesak oleh dua makhluk yang berkumpul dalam satu dunia. Mereka tak akan segan-segan membunuh kalian agar mendapatkan wilayah mereka sendiri, " jelas Elf memasukkan kembali Poison yang ia bawa ke dalam saku bajunya.
"Bagaimana aku bisa percaya pada seorang penyihir sepertimu? " sangkal Charlotte, teringat kata-kata Alan tentang latar belakang penyihir yang licik.
"Kau boleh saja tak mempercayaiku. Namun, ada satu hal yang harus kukatakan padamu. Poison-ku sangat senang menghisap atau bahkan menggigit seseorang berhati buruk, termasuk Pixie. Gadis itu sangat takut pada Poison milikku. Karena itu aku meminta bantuan pada Poison-ku untuk melindungimu darinya dengan menyebarkan mereka di rumahmu. Aku tahu itu menjijikan bagimu. Tapi mereka dapat menyingkirkan Pixie agar ia tak mencoba membawamu."
Charlotte meringis ngeri, mengingat ribuan kelabang yang berkumpul di rumahnya merayap ke segala ruangan bahkan tubuhnya. Terkadang Charlotte merasa takut jika tanpa ia sadari salah satu dari kelabang itu membunuhnya. Kabar baiknya, kelabang itu tak pernah menggigitnya.
"Lalu mengapa kau menjelma sebagai sosok wanita yang mengaku sebagai ibuku?! Kau pikir hal itu tak membuatku gila manakala mengetahui sosok itu adalah kalian. Aku merasa tertipu! " protes Charlotte.
"Sylph," jawab Elf pendek.
"Apa maksudmu?! Mengapa kau justru menyebutkan nama itu?! " Seru Charlotte.
Elf menunduk ke bawah, menatap ujung sepatu hitamnya-berpikir-. Beberapa saat kemudian, ia mengangkat wajahnya kembali, menatap Charlotte dengan ekspresi datar yang selalu ia gunakan. Mata yang menatap lurus ke depan serta bibir tanpa segaris senyum. Terlihat dingin.
"Sylph telah merencanakan semua itu sejak lama. "
"Sylph?
" Karena kau adalah manusia yang mudah terhasut oleh sifat burukmu sendiri dan lingkungan sekitarmu. "
"Apa lagi yang kau tahu?! "
"Sylph menginginkanmu. "
"Selain itu? "
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rhythm of Lullaby(END)
Horor"Lagi-lagi alunan musik klasik itu!" Charlotte Clauss, kehidupan gadis itu terasa kacau setelah kematian ibunya. Dan sekarang ia harus tinggal bersama ibu tirinya yang tak bisa diandalkan selama ayahnya pergi. Sementara itu, Roy Ishmburg, seorang la...