18 : Titik Darah Penghabisan

689 173 87
                                    

Widyatama tampak bangkit dan mengarahkan sabitnya ke arah Uchul. Sementara Uchul mengacungkan jari tengahnya sambil memeletkan lidahnya pada dewa kematian itu. "Ini baru saja dimulai, Widya fucking tama!"

.

.

.

Mungkin lebih cepat dari Tumenggung, Widyatama berdiri di belakang Uchul, ia mengayunkan sabitnya. "Kekeke." Uchul terkekeh, ia menangkis sabit itu dengan jari telunjuknya.

"Manusia pada dasarnya hanya menggunakan sebagian kecil otaknya ... tapi sebenarnya potensi manusia itu luas. Menurut lu apa jadinya jika manusia mampu mengerahkan 100% otaknya?" tanya Uchul pada Widyatama.

"Ya, walaupun yang manusia itu, diri gua yang satunya sih kekeke." Uchul memfokuskan sesuatu ke tangan kanannya yang masih bebas, mirip seperti Asmorobangun atau Bapang, keluar kuku-kuku tajam dari ujung jarinya. Uchul melesatkan serangan ke dada kiri Widyatama, ia mampu mengoyak dan menembus tubuh Widyatama, Uchul menarik jantungnya keluar.

Mata ketiga mampu membuat manusia menggunakan seluruh potensinya seperti memanipulasi tubuh, indera yang tajam, fisik yang kuat, telekinetis, bahkan melakukan hal di luar nalar.

Uchul mengcengkeram jantung Widyatama hingga hancur, ia menoleh ke arah Tara yang sedang menatapnya.

"Udah selesai kan? Harus gua yang turun tangan--" Belum selesai Uchul menyelesaikan kalimatnya, ia merasakan sesuatu yang berbahaya dari arah belakang.

"Widyatama udah mati sejak tadi! Yang sekarang kita lawan ini iblis Badik," teriak Tara.

Tanpa menoleh, Uchul menghindari sabit yang melesat tepat di samping wajahnya. Sial! Kalau bukan karena mata ketiga, udah fix jadi renyahan alam Suratma gua, batinnya.

Rupanya Uchul belum sepenuhnya berhasil menghindari serangan bocah iblis itu. Tangan kiri Widyatama berada di pinggir lehernya, kukunya tajam seperti pisau. Ia mengincar kepala Uchul yang sepertinya mati langkah. Uchul menoleh ke arah Tara, ia menatap Tara yang berlari ke arahnya dengan gerakan lambat, Tara seperti mengatakan sesuatu, tetapi tak terdengar di telinga Uchul.

Orang bilang, jika kita mendekati ajal. Waktu seakan melambat? Ah--apakah ini waktunya?

Hoi, hoi, kenapa panik begitu? batin Uchul sambil menatap Tara yang masih bergerak dengan gerak lambat.

Mata ketiganya berenyut, tubuhnya gemetar. Uchul tak bisa menahan mata ketiga lebih lama lagi, terlalu menguras staminanya. ia kembali dalam mode normal dan menutup matanya dengan pasrah.

GROAAAH!

Seekor serigala hitam raksasa menerjang Widyatama. Rahangnya yang besar menggigit tubuh Widyatama yang kecil, lalu melahapnya. Uchul dan Tara menatap serigala itu yang tampak sedang menelan Widyatama, hewan buas itu menatap Tara dan Uchul dengan sorot mata yang tajam.

"Tahan, mereka bukan musuh," ucap Mikail yang muncul tiba-tiba.

Serigala itu tampak patuh dengan Mikail.

"Ga usah kaget, biar bagaimanapun juga, orang itu dari keluarga Sagara kan? Wajar kalau dia mampu menundukkan roh," ucap Tara.

Sreeet!

Perut serigala itu terbelah, Widyatama mengoyak tubuhnya dari dalam.

"Bocah gila!" umpat Tara yang masih tak percayah jika Widyatama masih juga mampu bergerak, bahkan setelah ditelan makhluk alam Suratma.

"Orang ini raja terakhirnya!" seru Uchul yang saat ini tak punya waktu lagi untuk terkekeh.

"Percayalah, Gentar jauh lebih berbahaya dari orang ini," timpal Mikail.

MartawangsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang