6 : Berkumpulnya Para Gagak

804 209 44
                                    

Sementara itu, Dirga duduk di kursi ayunan taman bermain sambil membuka bungkusan permen lolipop.

"Rokok itu jauh lebih nikmat dari permen loh," ucap seorang yang baru saja datang, ia baru saja menyalakan rokok dan membuang asapnya sembarang.

"Lama banget sampainya, jadi bosen--" Dirga mengenakan Tumenggungnya.

"Edwin."

"Semakin dewasa semakin kau jadi kurang ajar, jangan lupa siapa yang mengajarkan, Braja padamu, Dirga! Panggil aku--" Edwin menatap tajam ke arah ayunan yang bergoyang sendiri tanpa tuannya.

"Guru."

.

.

.

Dirga muncul di belakang Edwin sambil menendang ke arah lehernya, tetapi Edwin menangkisnya dengan tangan satu, ia tersenyum ke arah Dirga.

 "Sejak kapan bisa nguasain, Tumenggung?"

Dirga tak menjawab, ia kembali menghilang dan muncul dari atas, ia mencengkeram kepala Edwin dan membantingnya ke tanah.

"Braja!" Dirga menyalurkan listrik dari tangannya.

Namun, Edwin mencengkeram tangan Dirga dan bangkit kembali.

"Apa efeknya?" ucapnya sambil tersenyum.

Braja tak berpengaruh pada Edwin yang juga dapat memakai teknik itu.

"Kau harus punya senjata rahasia jika benar-benar ingin menghancurkan, Dasamuka--"

"Bahkan dengan kemampuanmu saat ini, kau tidak lebih dari seekor serangga." Ed menatapnya dengan tatapan yang dingin.

Dirga mengambil pisau belati yang ia sembunyikan dari balik hoodienya.

"Ini baru dimulai, Ed." Dirga melempar pisau itu dengan sangat cepat ke arah Ed, tetapi Edwin berhasil menghindrinya. Namun, Dirga berpindah tempat, ia menangkap pisaunya yang berada tepat di belakang Edwin dan melancarkan tebasan yang mengarah ke tengkuk belakang.

Darah segar bercucuran, dengan sangat sigap Edwin menangkap pisau itu dengan telapak tangannya, tetapi Dirga menghilang kembali, sontak membuat Edwin berbalik arah; Namun, Dirga hanya mengecohnya, ia sama sekali tak berpindah kemana pun, Dirga kembali melesatkan pisau itu ke bagian dada Edwin tanpa ragu.

Trang.

Pisau itu patah, Edwin telah mengenakan topeng miliknya.

"Asmorobangun ...," ucap Ed lirih.

Tubuhnya menjadi keras, pisau milik Dirga tak bisa melukainya. Kemampuan, Asmorobangun bukanlah mengeraskan bagian tubuhnya, tetapi--

"Sial," gerutu Dirga yang tanganyna berdarah.

Kemampuan, Asmorobangun adalah menajamkan bagian tubuh pemiliknya. Selain sulit dilukai, kemampuan miliknya juga bisa melukai lawannya, kemampuan bertahan dan menyerang yang sangat mengerikan.

Tidak--

Tapi lebih dari itu, pengguna Asmoro bangun dapat memanipulasi tubuhnya. Ed menunjuk Dirga dengan jari telunjuknya. Sekelibat kilas balik terlihat dalam pikiran Dirga, ia melihat sebuah peluru yang terbuat dari kuku milik Edwin yang tiba-tiba saja melesat cepat menembus kening dan otaknya.

"Sial!" Dirga menunduk dan kemudian berteleportasi, sementara Ed benar-benar menembakkan kuku jarinya seperti sebuah peluru.

Beruntung masih bisa menghindar, batin Dirga.

Tetapi Ed menjulurkan sembilan jari lainnya ke arah Dirga.

"Ed!" Teriak Dirga yang baru saja muncul dan merasakan aura kematian. Entah, Ed mampu menebak arah kemunculan Dirga, tentu saja Dirga butuh jeda untuk menggunakan kemampuan Tumenggung, Ed memanfaatkan momen itu untuk melancarkan serangannya.

MartawangsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang