15 : "Undangan"

272 24 3
                                    

Jarum jam masih menunjukkan angka 6, matahari masih malu – malu untuk menampakkan diri, namun Rendi sudah dibuat kesal sejak matanya terbuka. Jelas. Siapa yang tidak kesal saat seseorang menganggu atau berkunjung di saat kalian sedang tidur nyenyak? Osaba 2 hari lalu berhasil membuat badan Rendi remuk, dan istirahat seharian penuh kemarin belum cukup untuknya. Hari ini kelasnya dimulai jam 11, dan dia ingin menghabiskan waktu paginya untuk bermalas – malasan, mengembalikan energi sebelum ia harus beraktivitas kembali. Tapi rencananya hancur, karena jam 5.45 pagi, dengan tidak sopannya, Rina memencet bel apartmentnya dan kini sedang duduk manis di sofa Rendi tanpa merasa bersalah sedikit pun.

Kalau Rina bukan anggotanya, Rendi berniat untuk melempar dia dari balkon.

Yang membuat dia lebih kesal lagi adalah, Rina datang pagi – pagi ke apartmentnya hanya untuk memberitahukan bahwa lusa, tepat malam Minggu nanti, SMA mereka akan melaksanakan reuni setelah sekian tahun tidak bertemu. Yang di mana Rendi sudah tau lebih dulu dibandingnya bahkan sudah mengiyakan kalau dia akan hadir walau sedikit terlambat, karena dia ada kelas sore hari Sabtu nanti.

"Dan intinya, yang buat lu ngerusuhin apartement gue pagi – pagi adalah?"

Rina menghela nafasnya. "Gue bingung harus ikut apa nggak."

"Bangke."

"Ikut lah. Tiap reunian juga ikut kan lu."

"Jenan ikut?"

"Ikut."

"Nah itu masalahnya Ren... Dan ini 1 SMA yang reunian. Semuanya! Kalau mantan – mantan gue dateng gimana? Apa yang harus gue perbuat..."

Rendi menghela nafasnya. Selalu dan selalu, pembahasan yang Rina ungkit ketika waktunya reunian SMA. Mantannya yang entah ada berapa banyak, yang tersebar di berbagai kelas. "Nyesel kan lu punya mantan banyak."

"Ren... Gimana dong? Gue pengen ikut tapi gak mau ketemuan ama mereka.... Ada yang masih ngincer gue Ren."

Rendi mengusak kasar rambutnya sambil menghela nafas, berusaha mengontrol emosinya yang sudah memburuk walau masih pagi. "Kenapa laporannya ke gue?"

"Cuma lu yang paham kondisi gue Ren."

"Iya, gue emang paham. Maka dari itu, gue paham kalau dari dulu, alasan lu gak mau ikut reunian adalah bukan karena mantan – mantan lu, tapi karena Jenan. Iya kan?"

Rina hanya terdiam, menghela nafasnya lalu bersender ke kepala sofa putih yang baru Rendi bersihkan semalem. "Iya."

"Bedanya apa sih Rin? Lu di kampus juga ketemu Jenan, pas BEM ketemu Jenan, tapi biasa aja. Bagian reunian, kok kayanya susah banget."

"Reunian kan mengulang masa – masa SMA Ren. Reunian bareng dia, apalagi ini reuniannya di sekolah, ya kenangan gue ama dia makin terkenang lah. Makin cepat berlarian di pikiran gue."

"Dan lu gak mau?"

"Ya gak mau lah!"

"Kenapa?"

"Y-ya gak mau pokoknya."

Rendi menghela nafasnya, antara kesal dan gemas dengan kelakuan random sahabatnya ini. "Ya udah, ikut. Ntar ama gue kesananya."

"Ren...."

"Rin, move on. Gue tau lu tipe orang yang gampang maju dari masa lalu. Jadi lu juga bisa maju, bisa mulai mengurangi rasa lu ke Jenan. Kalo lu gak bisa, minimal berdamai sama diri lu sendiri. Berdamai sama kenangan masa lalu yang indah atau yang pahit. Ketemuan sama Jenan di kampus dan ketemuan sama Jenan saat reunian gak ada bedanya. Gak ada sama sekali. Biarin kenangan itu berlarian, tapi jangan sampe kenangan itu menguasai diri lu sampe bikin lu kelimpungan gini. Ikut aja, okey?"

Shakuntala ; 00 LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang