Extra Part

347 27 6
                                    

Jangan lupa vote and comment yaa...

╔═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╗
~ HAPPY READING ~
╚═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╝



━─━─━─━─====== • ✠ • ======─━─━─━─━≫

Afifah, aku menulis surat ini saat malam hari setelah pulang study tour. Entah mengapa, perkataan ayahmu membuatku benar-benar merasa bahwa ajalku semakin mendekat. Karena itu, aku tidak ingin membuang waktuku untuk hal yang tidak berguna. Aku ingin menyampaikan beberapa hal yang tidak bisa aku sampaikan secara langsung padamu. Iqbal adalah orang yang selama ini selalu ada untukmu. Dia mencintaimu dengan sangat tulus. Bahkan, ketulusan cintanya melebihi rasa tulusnya cintaku padamu. Sesuai pesan dari ayahmu, Iqballah orang yang dimaksud ... dan kini, mungkin saat kamu membaca surat ini—aku telah tiada. Tolong jangan bersedih, dan penuh keinginanku yang terakhir. Kamu jangan menangisi kepergianku. Kamu harus bisa bahagia bersama Iqbal, karena sesungguhnya, dialah cinta sejati kamu—yang sudah Allah takdirkan untukmu. Memang, Allah-lah yang mempunyai hak untuk mengubah takdir. Tetapi ayah kamu, mempunyai kemampuan bisa memprediksi masa depan, sehingga beliau menyampaikannya padaku supaya disampaikan kepadamu. Afifah, aku tahu kamu juga mencintai Iqbal. Kalian sama-sama cocok. Aku tak mau menjadi benalu di antara kalian. Aku mau kalian menjalani hidup dengan bahagia. Lagi, aku minta maaf belum bisa membuat kalian bahagia. Aku minta maaf jika selama aku hidup aku telah berbuat salah kepada kalian. Perlu kalian ketahui, aku menulis surat ini sambil menangis sejadi-jadinya. Kalian harus bersama, kalian harus bersatu. Aku harap kalian bahagia. Jika kalian terus bersedih, maka aku juga akan ikut bersedih. Jika kalian bahagia, aku juga akan ikut bahagia ... dan satu lagi, pesanku aku titip abi kepada kalian. Tolong temani, jaga Abi, dan lindungi abi. Aku sangat menyayangi abi, tapi aku tak bisa menjaganya lagi. Bahkan aku pergi meninggalkannya lebih cepat. Umiku telah tiada saat aku masih SD, saat itu pula abi merasa sangat kehilangan, karena abi sangat mencintai umi. Jujur, saat itu aku tak tega melihat abi harus kehilangan seseorang yang sangat beliau sayang dan beliau cintai. Berat hati beliau melepaskan dah mengikhlaskan umi. Saat itu, aku terus berusaha untuk menghibur abi supaya beliau bisa tersenyum, dan umi bisa tenang di sana. Selama itulah abi selalu merawatku sendirian, dan dibantu oleh bibi. Selama sepuluh tahun abi hanya bertemankan aku saja. Selama itu pula abi juga merasa kesepian dan selalu sendirian meskipun ada aku, karena beliau telah kehilangan separuh hidupnya ... dan sekarang, abi kehilangan aku juga. Abi pasti sangat merasa kehilangan, karena telah kehilangan lagi seseorang yang beliau cintai. Juga aku telah pergi menyusul umiku. Sekarang, abi benar-benar akan sendirian, dan juga kesepian. Tidak ada lagi orang yang bisa menghiburnya, melindunginya, dan juga membantunya lagi. Aku sangat tidak tega melihat keadaan abi. Hanya kalian berdua yang aku percaya. Hanya kalian berdua yang selama ini dekat denganku ... dan juga, pesanku ... tolong jagalah abi, lindungi beliau, hibur beliau jika beliau bersedih, tenangkan beliau. Kalian harus bisa membuatnya bahagia, karena aku sudah tak bisa lagi membuatnya bahagia. Aku sangat menyayangi abi, aku juga sangat menyayangimu, Afifah. Aku juga sangat menyayangi Iqbal, seperti adikku sendiri. Percayalah, aku akan selalu bersama kalian. Aku akan menjaga kalian, di mana pun kalian berada. Aku sayang kalian semua ....

Tertanda, Ahmad

Afifah dan Iqbal seketika menangis sejadi-jadinya membaca lanjutan surat peninggalan dari Ahmad. Mereka sungguh tak menyangka bahwa mereka akan kehilangan orang yang sangat berarti bagi mereka secepat ini. Iqbal sudah menganggap ahmad benar-benar seperti kakaknya sendiri. Sedangkan dengan Afifah, meskipun ia belum bisa menerima Ahmad, tetap saja, ia begitu kehilangan. Karena sama saja, ia belum bisa melaksanakan amanah itu.

Mereka berdua memberikan surat tersebut kepada Romo Kyai, dan mempersilakan Romo Kyai untuk membacanya. Seusai membaca, Romo Kyai pun juga turut menetaskan air mata. Namun ia berusaha menahannya, karena tak mau jika Ahmad kembali menangis di alam sana.

“Baiklah, kalian sudah mengetahui beberapa hal lewat surat dari Ahmad. Mungkin, ada beberapa hal yang Iqbal belum tahu. Romo akan menjelaskan.”

“Dulu saat Ahmad masih berusia sepuluh tahun, ia kehilangan uminya. Kemudian hanya tinggal kami berdua. Kami menjalani hari-hari berusaha tidak sedih. Kemudian saat kamu datang ke pondok pesantren ini, Ahmad merasa bahwa Ahmad cocok berteman dengan kamu. Romo pun merasakan bahwa kamu benar-benar anak yang baik, sehingga Romo sudah menganggap kamu seperti anak Romo sendiri ... dan Ahmad juga menganggapmu seperti adiknya sendiri. Saat itulah kehidupan kami mulai terisi dengan kebahagiaan kembali. Kami mulai bisa bahagia kembali karena kedatangan kamu di kehidupan kami. Sebenarnya, ayah Afifah adalah teman Romo semenjak kecil. Kami sangat akrab, sudah seperti saudara saat Afifah kelas dua SMA, tiba-tiba kedua orang tuanya mengalami kecelakaan, kemudian dilarikan ke rumah sakit. Romo yang mendapatkan kabar tersebut langsung bergegas ke rumah sakit bersama Ahmad. Kami menghampiri mereka berdua sebelum mereka tiada, dan mereka berpesan untuk menjodohkan Ahmad dan juga Afifah. Karena mereka takut jika setelah mereka pergi, tidak akan ada yang bisa menjaga serta melindungi Afifah. Karena itu, mereka meminta Romo untuk menjodohkan Afifah dan juga Ahmad ... dan meminta tolong kepada Romo untuk merawat Afifah sampai menunggu dia dewasa. Tapi tanpa disangka, Ahmad malah pergi terlebih dahulu, menyusul kedua orang tua Afifah. Ternyata sebelum ia tiada, ayah Afifah telah berpesan kepada Ahmad. Sekarang, hanya tinggal kita bertiga. Iqbal, Afifah, kita memang merasa kehilangan. Kita boleh sedih, tapi jangan terlalu berlarut-larut dalam kesedihan. Kita harus kuat. Sekarang yang bisa kita perbuat, hanyalah mendo'akan mereka semua. Iqbal, sebelum Ahmad pergi, dia juga sempat berpesan pada Romo—supaya mengangkat kamu sebagai anak Romo. Sekarang, karena kalau sudah mengetahui semuanya ... apakah kamu bersedia menjadi anak angkat Romo?” tanya Romo Kyai setelah menjelaskan panjang lebar.

Iqbal hanya mengangguk sambil menunduk.

“Afifah, apakah kamu bersedia jika dijodohkan dengan Iqbal kelak?”

Afifah juga hanya mengangguk sedih.

“Baiklah, jika kalian telah setuju. Nanti Romo akan menghubungi orang tua kamu Iqbal—untuk membicarakan hal ini. Kamu yakin, mereka tidak akan keberatan?”

Insyaallah, Romo, mereka tidak akan keberatan.”

“Baiklah, berhubung usia kalian masih sangat muda, sekarang .... kalian harus melanjutkan SMA dulu. Kemudian, kalian harus bisa kuliah sampai lulus juga. Romo yang akan membiayai kalian berdua. Kalian tidak usah khawatir, ya. Setelah kalian lulus kuliah, kalian bisa ta'aruf. Setelah itu, kalian akan melakukan ritual suci, sambil mengucapkan janji sehidup semati.”

“Sudah ya, jangan sedih. Semua yang terjadi pasti ada hikmahnya. Mungkin, kita tidak bisa mengetahui sekarang. Tapi kelak suatu saat, Allah pasti akan memberikan jawabannya. Cepat atau lambat, itu pasti. Semua hanyalah masalah waktu, dan biar waktu jugalah yang akan menjawab semuanya. Benar begitu, bukan?” ucap Romo Kyai berusaha menghibur Afifah dan juga Iqbal.

Mereka berdua mengangguk.

Mas Ahmad, kami bahagia. Kami akan selalu mengingat Mas Ahmad, kami tak akan melupakan Mas Ahmad. Kami akan selalu bersama. Jika kelak waktunya telah tiba untuk kami mengucapkan janji suci, kami akan berusaha semampu kami untuk saling menjaga. Mas Ahmad baik-baik, ya, di sana. Yang tenang di sana. Kami akan selalu mendoakan Mas Ahmad.

Afifah, aku mencintaimu karena Allah ....

═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╗
T A M A T • •
╚═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╝

Holaa Readers ....
Akhirnya ... AMKA Tamat juga...
Menurut kalian, gimana ceritanya?
Sad ending, atau happy ending?
Tulis di kolom komentar yaaa....
Salam,
Eryun Nita

Aku Mencintaimu Karena Allah [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang