13. Into the Secret Room

3.1K 866 540
                                    

Di sepanjang lorong yang gelap gulita, Dabrus berjalan di depan, menuntun Daniel menelusuri jalan sempit itu. Dabrus menenteng lampu minyak sebagai penerangan, sementara Daniel menyalakan senter melalui ponselnya yang sudah low-bat.

"Mau kemana kita?" tanya Daniel.

"Ruangan rahasia," jawab Dabrus.

"Ruangan rahasia kepalamu. Kita sudah berjalan selama lebih dari satu jam! Kakiku pegal sekali, loh!"

"Sebentar lagi sampai."

Tidak berbohong, hanya tinggal beberapa langkah lagi, mereka berdua tiba di tujuan, setelah lelah menempuh perjalanan panjang di lorong bawah tanah.

Dabrus membawa Daniel masuk ke sebuah ruang kerja yang lantai, atap, dan dindingnya terbuat dari bebatuan dengan diberi penerangan lampu bercahaya minim, remang-remang. Ditambah sebuah perapian untuk menghangatkan diri.

Sebuah tempat yang cocok untuk hibernasi selama musim dingin.

Kehadiran Dabrus dan Daniel disambut oleh sekumpulan manusia-manusia yang mungkin bisa dibagi menjadi dua kasta, manusia primitif dan manusia modern. Ketambahan seekor kuda putih yang sedang menikmati sarapan paginya.

Di ruangan itu ada Sean, Brian, Terry, dan Michael, keempat rekan kerja Daniel. Namun Daniel tidak terlalu peduli. Mata Daniel sudah tertuju pada sang kuda. Daniel segera berlari dan memeluk kuda putih itu, sambil mencium setiap inci wajah kuda itu, "Terrius!" serunya.

"Si rambut merah muda itu masih hidup?" tanya Brian.

"Lebih tepatnya, kita semua masih hidup setelah terjun ke dalam lubang hitam itu," balas Michael.

"Entah hidup atau mati. Tapi aku sudah menang taruhan, mana ayam KFC-nya?" tanya Terry yang pantatnya langsung dipukul oleh Sean.

Kemudian satu ruangan dibuat terkejut ketika Terrius menendang ubun-ubun Daniel, hingga yang ditendang jatuh tak sadarkan diri.

Lagipula, siapa yang tidak kesal ketika seseorang mengganggumu secara sensual ketika sedang menikmati sarapan pagi? Sean tidak berbohong, Daniel memang sinting.

***

Daniel baru saja tersadar setelah sempat pingsan. Tubuhnya masih terbaring diatas sebuah kasur gantung sederhana. Sambil menekan kepalanya yang masih terasa pusing, Daniel mulai duduk. Tak disadari, Dabrus sudah berada di hadapannya sedari tadi, menunggu Daniel sadar sambil duduk dengan tenang, menenteng sebuah mangkok kayu berisi minuman.

"Sudah membaik?" tanya Dabrus.

"Oh, aku terkejut. Apa yang terjadi padaku?"

"Kuda putih itu menendang--"

"Ubun-ubunku?"

"Tepat sekali."

"Oh, sudah biasa. Itu adalah caranya membalaskan kasih sayang yang kuberikan."

"Ternyata sama-sama sinting, serasi."

"Oh? Darimana kau belajar kata sinting itu? Sean, kan!? Sean Carlen Reese yang mengatakannya, kan!? Haha, anak rasis itu memang menjengkelkan."

"Sepertinya otakmu sedikit terganggu, kau bisa minum obat ini terlebih dahulu. Obat ini sangat manjur untuk mengurangi rasa nyeri di kepala," ujar Dabrus sambil menyodorkan semangkuk minuman pada Daniel yang langsung membuat raut wajah Daniel panik.

"A-apa itu?" tanya Daniel dengan ragu.

"Obat. Temanku, Ternis yang meraciknya."

Kemudian Daniel menoleh ke pojok ruangan, dimana sekumpulan manusia sedang berkumpul untuk merundingkan sesuatu. Terry, yang rambut pirangnya sangat mencolok itu sudah menatap ke arah Daniel sambil memberi kode untuk tidak meminum ramuan aneh tersebut.

The Midnight Carnival | txtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang