~Menjadi orang dewasa itu tidak menyenangkan~
- T h e Z e r o -
.....✍
Rindu merasa kepalanya akan meledak. Sejak tadi gadis itu terus mempelajari rumus demi rumus yang membuat kepalanya pusing. Sebentar lagi seleksi olimpiade akan dilaksanakan, namun persiapannya belum cukup memungkinkan untuk bisa menang.
"Ahh susah!"
Gadis itu melempar pulpennya asal, lalu membaringkan kepalanya diatas meja. Dirga yang melihat kelakuan putrinya hanya bisa menggelengkan kepala sembari menatap televisi. Malam ini tidak ada jadwal Operasi, jadilah Dirga dapat bersantai dirumah.
"Rindu pengen kecil lagi, jadi orang dewasa tuh nggak enak," ucap Rindu sembari menyandarkan tubuhnya pada kursi.
Dirga menatap anaknya, lalu mengetok kepala Rindu menggunakan remote televisi.
"Enak ajah! Papa udah susah-susah besarin kamu, terus kamu mau kecil lagi?! Sekalian ajah kembali keperut!"
"Keperut siapa? Keperut papa?!" balas Rindu sembari mengusap kepalanya yang terasa sakit.
Dirga tidak menggubris perkataan Rindu. "Kalau kamu, Za? Mau kecil juga?"
Eza menatap sang Ayah. "Umm ... nggak deh. Semakin besar, uang jajan juga ikutan besar." Jawab Eza santai.
"Apa aku salah cetak ya?" gumam Dirga sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
***
Kedua cowok itu duduk berseblahan dengan seorang gadis yang berada dihadapan mereka. Ogi dan Jeje harus menumpang untuk duduk disana karena kursi kantin yang sudah penuh.
"Lo kalem banget ya? Jarang ngomong sih," ucap Ogi sembari terkekeh. Sedangkan Jeje yang mendengar itu sontak menyenggol lengan Ogi.
"Dia kan bisu," bisik Jeje pelan.
Seketika Ogi terdiam dan menatap gadis didepannya yang bernama Caca, dapat Ogi lihat Caca yang hanya menampilkan senyum tipis. Ia merasa bersalah karena telah berkata demikian. Pasti Caca merasa tersinggung dengan perkataannya.
"Eh, bukan gitu maksud teman gue. Maksudnya lo nggak pernah ngomong karna emang nggak bisa ngomong." Jelas Jeje. Seketika Ogi menginjak kaki cowok itu yang berada dibawah meja.
"Lo nyakitin perasaan dia bambang!" bisik Ogi saat melihat wajah Caca berubah menjadi murung.
Reflek Ogi memukul mulutnya. "Ma-maksud gue lo tuh orangnya cerewet,"
Pletak
Tanpa aba-aba Ogi menjitak kepala temannya itu. Sedangkan Jeje hanya bisa meringis dan mengusap kepalanya yang terasa sakit. Dapat Ogi lihat Caca yang sudah tertunduk. Sepertinya gadis itu sangat tersinggung oleh perkataan Jeje.
"Mulut lo emang nggak ada ahlak ya!" bisik Ogi.
"Gue jujur salah, gue bohong juga salah. Serba salah gue!" balas Ogi dengan berbisik pula.
Ogi menatap Caca. "Ekhem ... maaf ya, Ca. Mulut teman gue emang nggak ada akhlak,"
Caca menampilkan senyum manis kepada Ogi sebagai jawaban bahwa ia baik-baik saja. Ogi dan Jeje yang melihat itu semakin merasa bersalah kepada Caca. Pasti ia sangat tersinggung dan sakit hati.
"Maaf ya, Ca. Emang kenyataan itu menyakitkan." ucap Jeje.
Lagi-lagi Caca hanya tersenyum menanggapi perkataan mereka. Sebenarnya ia tidak marah, hanya saja sedikit tersinggung, tapi itu bukanlah masalah besar. Cukup ia menulikan sedikit pendengarannya agar keterbatasan dan perkataan orang-orang tidak dapat menghalangi mimpi-mimpinya.
"Yaudah Ca, kita balik kekelas dulu ya!" ucap Ogi seraya menarik Jeje untuk meninggalkan kantin.
"Ampun dah mulut lo lemes amat!" gerutu Ogi sepanjang koridor.
Jeje memutar bola matanya. "Refleks, Gi,"
Ogi hanya dapat menggelengkan kepalanya. Sungguh temannya itu sangat memalukan. Mereka berdua terus berjalan menyusuri koridor yang mulai ramai.
"MANTAN OH MANTAN KAPANKAH ENGKAU MATI, AKU MENANTI MAKANAN GERATIS!"
"MANTAN OH MANTAN KAPANKAH ENGKAU MATI, AKU MENANTI--"
"Lo nyumpahin gue mati?!" ketus Jeje saat mendengar nyanyian Rindu yang berjalan didepannya.
Rindu yang berjalan didepannya mungkin tidak menyadari jika Ogi dan Jeje berada dibelakangnya. Sontak Rindu berbalik saat mendengar suara yang tak asing lagi.
"Lah gue kan nyanyi, apa salahnya sih!" balas Rindu.
Jeje menatap Rindu. "Alah! Tuh lagu pasti buat gue, kan?"
"Kalau Iya, kenapa?" jawab Rindu sembari melipat kedua tangannya didepan dada.
Sekarang Rindu dan Jeje menjadi pusat perhatian. Siswa siswi yang berlalu lalang dikoridor memilih berhenti untuk menyaksikan perdebatan Rindu dan Jeje. Begitu pula dengan Gura dan Simi yang baru saja dari ruang guru.
"Dulu aja lo bilang nggak bisa hidup tanpa gue. Kok sekarang lo masih hidup?" singgung Jeje.
Rindu berkacak pinggang. "Lo juga dulu bilang, 'Rin gue tu cuma milik lo' Itu artinya ginjal ama organ lain juga milik gue dong? Yaudah sini, gue mau jual!"
"Dih, bilang aja lo mau minta balikan!" balas Jeje.
Mata Rindu membulat sempurna. "Gue minta balikan sama lo?! Tunggu samapi tuan Crab nggak mata duitan!"
"Wlee...." Rindu menjulurkan lidahnya kepada Jeje sebelum berlalu dari sana.
"MANTAN OH MANTAN KAPANKAH ENGKAU MATI, AKU MENANTI MAKANAN GERATIS!" gadis itu tetap saja bersenandung sepanjang koridor.
Ogi yang menyaksikan perdebatan Jeje dan Rindu hanya bisa menghembusktan nafas berat. Mereka berdua selalu saja bertengkar setiap kali bertemu.
"Mantan merupakan sesuatu yang sudah kedaluwarsa!" ucap Jeje.
"Sekian pertunjukan hari ini. Saya Jeje orang ganteng pamit undur diri!" lanjutnya sembari membungkuk hormat.
𐂂𐂂
Holla Amigo!
Yuk komen yuk:)
Jangan lupa vote dan coment😊
See u next chapter migo♥
KAMU SEDANG MEMBACA
The Zero
Teen Fiction⚠︎ UPDATE SETIAP HARI MINGGU ⚠︎ "Umm ... gue, Rindu," "Tapi gue nggak rindu." Balas Gura cuek. 'Sabar' gadis itu membatin sembari menghembuskan nafas kasar. "Nama gue Rindu." Jelasnya. "Oh." Ucap Gura singkat. Sebenarnya ia merasa malu, namun deng...