Chapter 4

26 8 4
                                    

     ~Yang sering chatingan, tapi nggak ada kepastian. Gimana, masih aman?~

- T h e   Z e r o -

.....✍

      Pagi yang cerah, mentari yang bersahabat dengan semesta hari ini menjadi faktor utama. Seorang gadis menyambut pagi dengan senyuman selebar bulan sabit, semanis gula aren dan seceria suasana hati.

Sederet buku tersusun rapih dan rak yang berjejer sepanjang ruangan. Gadis itu merasa kebingungan ingin membaca buku yang mana, hingga matanya terpacu pada satu titik. Rak buku yang menjulang tinggi membuat ia kesulitan mengambil buku yang bersampul hijau di rak teratas.

Mengapa juga pihak sekolah membuat rak perpustakaan setinggi itu. Apakah mereka tidak memikirkan orang-orang bertubuh pendek sepertinya? Ah menyebalkan. Rindu berusaha meraih buku bersampul hijau diatas sana. Namun tinggi tubuhnya sangat keterlaluan. Meskipun sudah berjinjit, tangannya sama sekali belum bisa meraih buku itu.

"Udah pendek, nggak mau minta tolong." ucap Gura. Cowok itu meraih buku bersampul hijau dan menyerahkannya kepada Rindu, lalu berjalan mendahului gadis itu.

"Dasar garis singgung. Nyebelin!" ucap Rindu sangat pelan sembari mengikuti Gura yang berjalan didepannya.

"Apa?" cowok itu berbalik hingga membuat kepala Rindu menabrak  tubuhnya.

"Aww..." ringis gadis itu sembari mengusap keningnya. Padahal ia berucap sangat pelan.

Rindu menggelengkan kepala, lalu berkata, "Nggak, tadi ada lalat."

"Oh lalatnya mirip garis singgung?" balas Gura, lalu kembali berjalan. Sedangkan Rindu menjulurkan lidahnya kearah Gura yang kembali berjalan didepannya.

Hari ini para guru mengadakan rapat, jadilah Gura dan Rindu memilih untuk memulai pembelajaran. Selama beberapa hari kedepan, ia dan Gura akan belajar bersama untuk menghadapi seleksi Olimpiade Matematika. Mereka juga akan dibimbing langsung oleh guru mata pelajaran.

Keduanya terduduk disalah satu kursi yang tersedia diperpustakaan. Tempat itu lumayan ramai, tidak hanya mereka yang membaca buku, melainkan ada yang sekedar menumpang untuk tidur dan sebagainya.

"Kita mulai dari materi yang paling dasar," ucap Gura sembari membuka lembar demi lembar buku yang ada dihadapannya.

Rindu hanya mengangguk saja sebagai respon dari perkataan Gura. Pembelajaran dimulai. Gura menjelaskan materi dengan sangat baik. Mulai dari materi yang mudah hingga materi yang sulit dapat ia jelaskan. Rindu hanya diam memperhatikan penjelasan cowok itu. Sesekali ia bertanya apa yang tidak dimengerti olehnya.

"Sampai sini lo paham?" tanya Gura setelah menjelaskan materi awal.

"Nggak." Jawab Rindu tanpa beban.

Gura menghela nafas berat. Ia lelah menjelaskan sedemikian rupa, namun tidak ada yang Rindu pahami sedikitpun.

"Lo suka perhitungan?" Gura kembali bertanya.

"Nggak."

"Terus kenapa lo ambil kelas IPA?" tanya Gura yang mulai geram.

"Karna anak tetangga masuk kelas IPA." Jawabnya santai. 

Gura menghembuskan nafas kasar. "Kenapa lo mau ikut Olimpiade Matematika?"

"Yaa ... biar nggak di banding-bandingin sama anak tetangga."

Gura menatap Rindu yang hanya tersenyum tanpa dosa. Cowok itu melipat kedua tangannya didepan dada, lalu menggelengkan kepala. Gura bangkit dari duduknya sembari terus menatap Rindu, semakin mendekat hingga Rindu harus memundurkan wajahnya dengan mata yang membulat sempurna. 

Brakk

Gura memukul meja, lalu berucap, "Kalau besok lo nggak paham, usus lo gue bikin sate!"

Cowok itu berlalu dari sana setelah berkata demikian. Meninggalkan Rindu yang masih mengatur nafasnya.

"Kirain mau dicium." kata Rindu sembari mengusap dadanya.

***
Jam istirahat telah berbunyi lima menit yang lalu. Gura dan kedua temannya memilih kekantin untuk mengisi perut masing-masing. Diatas meja sudah tersaji beberapa aneka jus dan makanan berat.

"Gimana hubungan lo sama Simi?" tanya Ogi pada Gura.

"Biasa ajah." Jawab Gura santai.

Ogi menatap Gura, lalu berkata, "Oh gue tau, tiap hari chatingan, tapi nggak ada kepastian, haha...."

"Sebatas teman chatingan, tapi ngarepnya kebangetan." Timpal Jeje.

Gura hanya memutar bola matanya malas. Cowok itu tak menghiraukan ledekan teman-temannya. Terserah mereka mau berkata apa. Ia tidak peduli.

"Hubungan tanpa kepastian," ucap Ogi dengan tawa yang mampu mengundang perhatian orang yang berada di kantin.

"Hubungan digantung bagaikan jemuran, haha..." Jeje menimpali.

"Gue nggak dengar, gue kan kentang!" balas Gura yang sudah jengah mendengar ejekan kedua temannya. Sedangkan Jeje dan Ogi hanya tertawa menanggapi perkataan Gura yang terdengar pasrah.

Gura memang menyukai gadis yang bernama Simi, tapi sepertinya gadis itu tidak memberi kepastian kepada Gura. Dan bodohnya Gura tetap merharap. Sudah sering kali Ogi dan Jeje menasihati cowok itu untuk berhenti berharap kepada Simi, namun Gura terlalu keras kepala untuk menerima saran dari teman-temannya.

𐂂𐂂

Holla Amigo!

Spam comment dong✌︎

Jan lupa vote hehe:D

ptripnta09_

See u next chapter migo♥

The Zero Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang