~Tidak ada yang mustahil didunia ini kecuali menjilat siku sendiri~
- T h e Z e r o -
.....✍
"Pah, Rindu boleh curhat nggak?" ucap Rindu sembari menghampiri Dirga yang sedang sibuk dengan laptopnya.
Semenjak ibunya meninggal, Rindu menjadi sosok yang selalu memendam segala isi hatinya, namun hal itu tidak berlangsung lama saat Dirga mengatakan untuk bersikap santai dan menganggapnya layaknya seorang teman.
Awalnya bertukar cerita dengan sang ayah tidak begitu nyaman saat ia bertukar cerita dengan ibunya, namun seiring berjalannya waktu Rindu mengerti bahwa hal ini baik untuk kesehatan mentalnya. Meskipun begitu, Rindu tetap memiliki privasi.
Dirga meletakkan laptopnya. "Boleh."
Dengan senang hati, Rindu mendudukkan dirinya di sofa sembari memeluk sang ayah dari samping. Rasanya sangat nyaman.
"Jadi Rindu tuh suka sama cowok, namanya Gura. Dia itu ganteng, pinter, anak olimpiade--" ucapan Rindu terpotong.
"Sadar diri! Dia tuh aset sekolah. Lah lo beban sekolah." Sela Eza yang tidak sengajah mendengar perkataan Rindu.
"Nah, itu Pah masalahnya," ucap Rindu lesuh.
"Saran gue, mending lo sadar sendiri sebelum disadarin." Kata Eza tanpa dosa sembari duduk dihadapan Rindu.
"Ishh, sana pergi! Ini tuh urusan cewek!" usir Rindu yang sudah jengah mendengar adiknya itu.
"Emang Papa cewek?" tanya Eza santai, kemudian berlalu dari sana.
Dirga mengacak rambut putrinya yang sedang kesal. "Nggak ada yang mustahil didunia ini kecuali menjilat siku sendiri."
Seketika Rindu berusaha menjilat sikunya, namun nihil. Begitu pula dengan Eza yang melakukan hal serupa karena mendengar perkataan ayahnya barusan.
"Anjay beneran nggak bisa." Gumam Eza.
***
"Hari ini nilai semester keluar."
Seketika senyum Rindu memudar kala mendengar ucapan salah satu siswi yang berada dikoridor. Gadis itu segera mempercepat langkahnya saat bel masuk telah berbunyi.
"Selamat pagi!" sapa seorang guru laki-laki.
"Pagi!"
"Hari ini saya akan membagikan nilai semester." Ucapnya sembari mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam map.
Seorang gadis meremas kuat roknya. Tidak, ia tidak sedang merasa gugup. Beberapa kali ia menghembuskan napas berat untuk menenangkan dirinya.
"Kim Simi, memperoleh nilai tertinggi."
"Sialnya, dia tetangga gue." Gumam Rindu pelan.
Merasa namanya disebut, Simi segera menghampiri sang guru dan menerima lembar kertas yang berisi nilai.
"Pertahankan," ucap sang Guru yang dibalas anggukan oleh Simi.
"Gree Sea."
"Adam."
"Algara."
Guru laki-laki itu terus saja menyebutkan satu persatu nama muridnya berdasarkan pencapaian nilai terbaik. Hingga tiba waktunya ia menyebutkan nama terakhir.
"Attala Rindu."
Rindu menghela napas berat sebelum bangkit dari duduknya dan menghampiri sang Guru. Seperti biasa, mendapatkan nilai terendah dikelas adalah mimpi buruk baginya. Gadis itu menerima lembar kertas berisi nilai.
"Tingkatkan belajarnya," ucap sang Guru.
Setelah selesai membagikan nilai semester kepada seluruh siswa-siswi, guru laki-laki itu meninggalkan kelas. Hari ini akan ada rapat mengenai hasil seleksi olimpiade yang diadakan kemarin.
Buru-buru Rindu bangkit dari duduknya berniat untuk meninggalkan kelas, namun ia tersungkar kelantai saat sebuah kaki dengan sengajah menghalangi jalannya.
"Aww...." Ringis Rindu karena lututnya sedikit tergores.
"Mau kemana lo?" ucap salah satu teman kelasnya.
"Gue mau ketoilet."
"Bilang aja lo mau menghindar." Ucap siswi itu dengan senyum sinis.
Rindu bangkit dan membenarkan roknya yang sedikit berantakan. Tidak, ia tidak boleh terpancing. Rindu tidak ingin masalah ini sampai ketelinga sang ayah.
"Tiga semester berturut-turut lo selalu dapat nilai terendah dikelas. Lo nggak malu?" timpal teman kelas lainnya yang diakhiri oleh tawa mengejek.
Salah satu dari mereka menyiram Rindu dengan sebotol air yang tepat mengenai wajahnya. Ia membenci situasi ini. Gadis itu mengepalkan tangannya, hingga beberapa remukan kertas dilemparkan kearahnya.
"HUUUU!"
Brak!
"Berisik!" ucap Simi yang sedari tadi hanya diam menyaksikan.
Kelas menjadi hening. Simi yang merupakan siswi yang pendiam dan tidak peduli dengan sekitar membuat mereka semua merasa heran. Simi menghampiri Rindu yang dikelilingi teman-teman kelasnya.
"Lo?" simi menunjuk siswi yang menyiram Rindu beberapa saat lalu.
"Nilai lo sama dia beda satu doang, nggak usah belagu!" perkataan Simi sukses membuat siswi itu bungkam.
"Bubar lo semua!" lanjutnya.
Rindu berlari keluar kelas. Ia membenci dirinya. Mengapa ia tidak bisa melawan saat mereka semua menindasnya. Matanya memerah. Ia tidak boleh menangis didepan orang-orang karena itu akan membuatnya semakin terlihat lemah.
Bukk!
Rindu menabrak seseorang yang berjalan berlawanan dengannya dikoridor.
𐂂𐂂
Holla Amigo!
Apa kabar?
Komen yuk:v
Jangan lupa vote and comment:)
See u next chapter migo♥
KAMU SEDANG MEMBACA
The Zero
Teen Fiction⚠︎ UPDATE SETIAP HARI MINGGU ⚠︎ "Umm ... gue, Rindu," "Tapi gue nggak rindu." Balas Gura cuek. 'Sabar' gadis itu membatin sembari menghembuskan nafas kasar. "Nama gue Rindu." Jelasnya. "Oh." Ucap Gura singkat. Sebenarnya ia merasa malu, namun deng...