jakarta, kau tak perlu se romantis jogja.

86 23 2
                                    

        "kenapa sih panas banget!"

tara menatap ke arah cherry sebentar, lalu tersenyum kecil.

jelas, ini bukan kuasanya dan ia tak bisa berbuat apa-apa.

tak mungkin jika tara harus memayunginya setelah berjalan jauh, ia juga lelah sekarang.

"ya namanya juga ada matahari."

cherry mendengus kesal, laki-laki tak peka.

ia tak berharap kok tara akan memasang kipas angin di setiap sudut kota,

cherry hanya mau tara tuh menanggapi omongannya dengan hal romantis dan menyenangkan.

"dari dulu juga ada matahari, aneh."

"ya makannya panas."

"eh tapi emang bener tau tar, gue kan gede di jakarta ya. sumpah dari dulu emang panas banget. pengen tinggal di bandung atau jogja deh jadinya."

kaki cherry menendang batuan kecil yang jadi penghalang jalannya, tak begitu mengganggu tapi memang kakinya tak bisa diam saking pegalnya.

"bukannya ademan bogor?"

hampir sepuluh kilometer mereka berdua berjalan, menyusuri pasar, bolak-balik naik bus kota, harus berpas-pas an dengan banyak orang, demi mencari manik-manik untuk tugas kerajinan adiknya cherry.

ketemu sih beberapa, tapi tetap saja cherry tuh kalau belum nemu yang pas pasti mau cari terus.

"emang iya ya? gue belum pernah ke bogor. eh pernah deh sekali diajakin bunda pas libur di villa, itu juga kelas 5 sd."

cherry menceletuk seharian di jalan,

tara hanya menanggapi singkat dan seadanya, menatap manis perempuan miliknya, ralat, belum miliknya.

"oh, udah lama"

"makannya kan, lo ga mau ngajak gue ke bogor gitu?"

"nanti gue kabarin"

cherry menghela nafasnya, ia bosan sedaritadi banyak berbicara tapi laki-laki disampingnya tampak tak begitu tertarik.

"ini berapa km lagi?"

tanya tara,

"di maps sih masih lurus"

senandung muncul dari bibir merah muda cherry,

"kenapa jogja?"

tara menanyakan topik yang sudah lalu secara tiba-tiba.

"apanya? oh, kenapa pindah ke jogja?"

tara mengangguk,

"lo ga pernah baca novel ya? latarnya pasti selalu jogja dan kesannya tuh lebih soft aja gitu, duh gatau gue ga pinter deskripsiin sesuatu"

jawab cherry.

kaki mereka masih bekerja lebih keras dibawah teriknya jakarta, sudah dilewati berpuluh-puluh pedagang di bahu jalan dan tiga makanan yang sudah mereka beli.

"gue gak suka baca fiksi"

"oh....terus sukanya baca?"

"gak suka baca."

lagi dan lagi, cherry menghela nafas karena jawaban tara.

"lo tuh sukanya ngapain sih? gak suka baca, gak suka nonton, terus kemaren juga katanya gak suka bikin video tiktok."

tara menolehkan kepalanya pada gadis yang sudah kusam itu karena matahari jakarta,

tetap cantik.

tentu saja, cherry akan selalu cantik jika dilihat dari matanya.

"suka elo."

bus lewat dengan keras bersamaan kalimatnya tadi,

"hah?"

"suka travelling"

"oh....berarti bisa kan ke bogor bareng gue?"

"nanti gue kabarin"

tangan cherry tertahan ingin menjitak si rambut coklat,

kenal kurang lebih dua bulan dengannya rasanya seperti ikut kuis televisi.

menyebalkan.

"nanti belokan depan, kita ke kanan."

kata cherry.

perempatan jalan itu hanya perlu satu langkah besar lagi,

sebuah motor melaju cepat ikut belok ke kanan dengan mepet di bahu jalan, sudah jelas-jelas lampu merah tapi motor itu kekeh melawan arus.

cherry yang berada di sisi kanan jalan dengan cepat ditarik oleh tangan tara,

tara menukar posisinya dan bertingkah seolah tak terjadi apa-apa.

"gausah ke jogja, kecuali gue ikut."

tak perlu yogyakarta,

jakarta pun sama.

hanya saja yogyakarta menang karena ia punya cahaya malam malioboro, cat terkelupas gedung sate, dan penjajah lukisan di sepanjang jalan.

Jakarta tak juga kalah, dimata cherry ia menang karena punya tara.

dan dimata tara, jakarta masih memegang juara karena ia bertemu dengan perempuannya.

bukan hanya hujan yang bisa jatuh ke bumi, taeryeong.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang