sudah mau mulai perjalanannya sekarang?

78 21 4
                                    

"jadi gimana? udah ngerti belum?"

tara heran mengapa ia minta diajari matematika oleh cherry, ekonomi juga memakai ilmu matematika, namun rumusnya tak butuh aljabar bahkan limit tak terningga.

tapi yang jelas ia hanya ingin melihat gadis itu dihadapannya.

"............engga"

cherry membenarkan ikatan rambutnya, lagi dan lagi ia menghela nafas kasar.

"beli soda dulu yuk?"

kata gadis itu.

mereka sudah duduk hampir tiga jam dan tak ada pergerakan, hanya cherry mengulangi materi yang sama hampir tujuh kali karena laki-laki dihadapannya belum mengerti juga.

"sekali lagi deh, tanggung"

cherry sudah lelah tentu saja, pemandangan restoran cepat saji memuakan, mcfloatnya yang sudah tak bersisa, dan kentang goreng berhamburan di meja yang kini sudah melembek.

cherry butuh hal baru setelah tiga jam itu, tapi tara masih ingin penjelasan atas materi matematika dasar.

"yaudah oke, sekali lagi abis itu lo traktir gue soda sama sandwich lawson. deal?"

tara mengangguk, lalu fokus mereka kembali pada buku tebal yang menjadi arah keduanya.

"jadi gini, ini kan rumus simpangan baku tuh akar jumlah n i=1 kurung xi min x terus dikuadratin dibagi n-1. nah kalau nemu tabel yang kayak gini tinggal masukin aja angkanya, misal n itu kan jumlah keseluruhan data, yaudah tinggal lo itung deh.

kalau simpangan rata-rata atau yang lain rumusnya gak beda jauh sih. gitu deh, paham?"

tara menggaruk tengkuknya, tapi ia paksakan mengangguk.

toh tujuan sebenarnya kan bukan ingin paham matematika, tapi ingin memastikan apa gadis itu masih mendiaminya sejak ajakan tara dua hari lalu.

"yaudah yuk, sumpek gue disini."

cherry mengambil ponselnya di meja, lalu berjalan tanpa menunggu tara yang mengikutinya.

mereka menelusuri jalan raya yang cukup ramai, dan tentu saja sebuah perjalanan canggung bagi dua manusia itu.

"cher"

"hm"

jarak antara lawson dengan restoran cepat saji tadi tak begitu jauh jaraknya, hanya saja jalan mereka yang terlalu lamban.

tara menatap arlojinya khawatir, sudah hampir pukul delapan malam dan untungnya hari ini kelas tak terlalu merepotkan serta besok hari sabtu, jadi tara tak terlalu merasa bersalah membawa anak gadis itu pulang malam.

"cher"

"iya?"

cherry tak menoleh, seperti biasa ia hanya memainkan batu yang ada di jalurnya. sementara tara, menatap punggung gadis itu dengan penasaran.

semenjak pernyataan cintanya, cherry jadi sedikit menghindar? atau ini hanya perasaannya saja? yang jelas gadis itu terasa berbeda sekarang.

"lo marah?"

"marah kenapa?"

"ya......marah aja. kalau gak suka sama gue gapapa kok"

dalam pikiran cherry sekarang, ia terlalu gugup sampai tak tau harus apa.  semua pandangannya terhadap tara jadi berbeda, laki-laki itu memang sudah dewasa kecuali saat bicara mengenai anime kesukaannya. entahlah, cherry juga tak paham harus bagaimana.

tak ada jawaban, lalu tara kembali membuka bicara.

"lo gak perlu canggung gini. lupain aja, temenan kan bisa."

"engga kok sans, lagian ngapain gue marah?"

"yaudah, lo jelasin mtknya jangan emosi lagi nanti."

"ya abis lo ga ngerti ngerti, giliran hafalan debet kredit aja lancar!"

tara tersenyum, ia salah mengira. gadis itu masih sama, masih bawel seperti bagaimana tara menyukainya.

hening, mereka hanya bingung ingin menanyakan apa.

sebab yang penting hanyalah eksistensi bukan?

setelah beberapa saat hening, langkah cherry tersandung atas karma menyingkirkan batuan kecil yang tak mengganggunya.

tubuhnya tersungkur ke aspal dan lututnya cedera akibat memakai celana  sepaha.

"heh? gapapa?"

tara menghampirinya terburu-buru, membangunkannya dan melihat luka yang cukup mengerikan jika tak segera diobati.

"perih......."

kata cherry menatap mata besar lelaki itu.

"hati-hati makannya!"

tara meniupi lututnya cherry sekarang. entah caranya benar atau tidak, ia menyayangkan dirinya yang tak pernah belajar pertolongan pertama untuk orang yang jatuh.

cherry menahan air matanya, memalukan sekali jika ia menangis dihadapan tara hanya karena luka yang tak seberapa ini.

tapi perih sekali, debu-debu kecil itu hinggap di goresan lututnya dan itu perih sekali.

tara berhenti, lalu ia berjongkok di depan cherry sekarang sambil menepuki punggungnya.

"naik, beli obat merah dulu."

"ih gausah, gue masih bisa jalan tau"

tara menoleh ke belakang, menatap gadis si kepala batu.

"masih lumayan, simpen energi lo buat pulang nanti.

sekarang naik."

mau tak mau, gadis itu menuruti perkataannya.

tara mulai menapakan kakinya dengan membawa cherry di punggung.

"berat ya? sorry...."

tara hanya menggeleng, tapi langkahnya ia percepat.

ia tak mau luka gadis itu jadi infeksi jika tak segera diobati.

"cher, hati-hati kalau jalan."

katanya.

"iya, tadi kan emang lagi apes aja."

"bukan apes, lo nya jalan cepet banget."

cherry menggerutu, bisa-bisanya tara mengomelinya sekarang.

"tar"

"perih ya? bentar lagi sampe kok"

"bukan itu."

cherry menghirup nafasnya dalam,

"ayo, gue mau jadi cewe lo"

dan kelap-kelip lampu kendaraan, penjajal makanan di pinggir jalan, serta halte kosong yang butuh penghuni jadi saksi atas dua orang yang sama-sama merelakan hati.

bukan hanya hujan yang bisa jatuh ke bumi, taeryeong.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang