Jumat, November, 2011
Selepas maghrib aku memutuskan untuk menyambangi kawan-kawanku dimes, sekalian sih mau lihat perempuan berambut kuncir kuda juga. Aku meminta ijin ke bu nunung kalau pulang nanti agak sedikit larut malam, beliau memberikanku kunci pagar cadangan agar nanti pulang tidak repot membangunkan beliau terlebih dahulu.
Sesampainya dimes, aku melewati mes perempuan terlebih dahulu sebelum sampai ke mes laki-laki.
"Haloo mas ditra..kemana saja baru muncul?" suara ibu trainer mengagetkanku. Si ibu trainer ini memang tinggal dimes perempuan, dikeranakan ia seorang perempuan dan merangkap sebagai ketua geng perempuan dimes.
"Oh iya bu, tadi sepulang training langsung tidur."
"Hmmm.. jadi pacar kok nggak siaga sih."
"Ma.. maksudnya apa yah bu? yang siaga itu bukanya suami yah? bukan pacar, trus pacar? pacar siapa buk?" trainer satu ini memang jago mengolah kata dan bermain teka-teki.
"Udahlah nggak usah gitu, pura-pura, dari sore ditelfon pacarnya nggak aktif, padahal pacar kamu itu lagi butuh kamu banget, dia dapet kabar kalau ibunya sakit."
"Maksud ibu, ai ibunya lagi sakit?!" aku sedikit terkejut memang dari sepulang training aku langsung tertidur, ponsel juga pas habis baterai.
"Hmmmm itu tau, yang ibu maksud pacar kamu ya ai."
Memang kedekatanku dengan ai sudah banyak yang mengetahui, karena kebiasaan orang indonesia itu main hakim sendiri jadi ya mereka menghakimi dan memvonis aku dan ai berpacaran padahal ya hanya sekedar teman saja.
"Terus ai pulang sama siapa bu?"
"Sama temen kamu, barusan saja mereka pergi, yaudah kamu nggak usah cemburu gitu dong."
Aku tak menjawab, ya ada sedikit rasa cemburu, kawatir, dan lainya bercampur aduk.
"Yaudah bu, aku pamit pulang."
"Looh nggak jadi main ke mes?"
"Enggak bu, ai juga nggak ada, mendingan tidur lah."
"Yaudah selamat nggak bisa tidur yah, semoga aja sih pacarnya nggak direbut temen sendiri, aduuhh pasti sakit banget."
Aku hanya bisa tersenyum kecut, mendengar ocehan si ibu trainer.
Aku bergegas kembali kekosan, dijalan aku mencoba mengirim sms ke nomer ai. Tapi nihil, tidak ada jawaban. Mungkin masih dijalan, aku mencoba berpikir rasional, bahwa aku dan ai hanyalah teman, tidak lebih dari satu sentipun. Bahkan cemburupun tak seharusnya muncul dalam hatiku.
Tapi tetap saja, rasa itu muncul juga. Bergelut dengan prasangka membuat perjalanan dari mes sampai kekosan menjadi tak terasa.
Aku membuka pintu pagar dengan pelan, memasuki halaman rumah dan langsung menuju kamarku. Sebuah ruangan bekas gudang yang menempel dengan rumah bu nunung, yang disulap menjadi sebuah kamar tidur, menjadi tempat persinggahan sementara diriku.
Aku terduduk dipinggiran tempat tidur, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Namun aku sangat menikmati perasaan ini, perasaan cemburu, perasaan tersakiti, perasaan yang menjadi korban ketidak pastian, aku menikmatinya. Bahkan aku ingin lebih disakiti, sampai hancur, sehancur-hancurnya. Yang akan membuatku berteriak-teriak, yang akan membuat nafsu makanku menurun, ayoolah ini tidak seberapa. Aku belum ingin mencoba bunuh diri, berarti ini belum seberapa sakitnya.
"Sudah lama aku tak merasakan hal ini." aku berkata dalam hati.
Mungkin aku adalah laki-laki abnormal, dimana semua orang menghindari perasaan tersakiti, namun aku malah mencarinya dan menikmati setiap rasa sakit itu.
Terimakasih ai, kau membuatku kembali merasakan perasaan seperti ini. Aku merobohkan tubuhku diatas tempat tidur, mencoba memejamkamkan mata, malam ini aku menginginkan mimpi buruk.
Yang akan membuatku terbangun dengan keringat dingin, nafas tersenggal, dan hal mengerikan lainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Tak Tersampaikan - kisah romansa generasi Y
RomanceIni hanya tentang ingatan yang mengingat segala kenangan.