HARI KESEMBILAN

14 1 0
                                    

Selasa, November, 2011

Hari ini aku mendapatkan jatah shift siang, shift yang berbeda dengan Ai, dan pastinya si Mujahid pasti sedang berteriak-teriak kegirangan mengetahui aku beda shift dengan Ai. Biarlah aku memberikan sedikit ruang gerak untuk si Mujahidin. Ai sering cerita siapa saja yang sedang mendekati dirinya, menunjukan sms-sms mereka kepadaku dan si Mujahidin adalah salah satunya.
Hari masih pagi, aku keluar kamar dan mulai menghirup udara segar didepan teras rumah Bu Nunung, sedikit berolahraga dan yang lebih kusukai adalah segelas teh hangat tentu saja bersama sigaret kretek mesin.
Ah sial, ternyata sigaretku habis tinggal bungkusanya saja. Terpaksa aku harus keluar menuju warung yang tak jauh dari kosanku.

"Pak super sebungkus yak." Kulihat si Bapak Warung menggunakan isyarat tangan, jari telunjuk dan ibu jari menyatu membentuk huruf O ketika menjawab pesananku.
"Hai ditra.." aku dikejutkan oleh suara perempuan yang memanggil namaku dari arah belakang.
Aku berbalik badan kearah asal suara perempuan yang memanggilku tadi.
"Eh hai.." seorang perempuan berambut agak panjang sepunggung, memberikan senyum kepadaku, aku mencoba mengingat-ngingat namanya namun gagal. Sial, padahalkan sudah satu minggu bareng satu ruangan tapi aku sama sekali tidak ingat namanya.
Terpaksa aku panggilnya mbak saja.
"Dari mana mbak? kok nyampe sini?"
"Iya aku lagi jalan-jalan aja nih, bete dimes akhirnya nyampe sini, kebetulan haus juga mau beli minuman."
Woooh ternyata sexy juga nih perempuan kalau nggak pake seragam hitam putih. Ah daripada aku pusing mikirin Ai terus, mending aku ajak perempuan ini ngobrol dulu barangkali mau.
"Pak bikinin es teh manis dua yah."
Aku memesan minuman ke si empunya warung.
"Nggak sibuk kan mbak?ngobrol dulu aja disini."
"Boleh.. boleh.., tapi nanti ada yang marah kalau kita berdua ngbrol disini?" sembari tersenyum menggoda.
"Ah kata siapa mbak."
"Iya kata aku dong, semuanya juga pada tahu kalau kamu itu pacarnya ai kan?"
Aku hanya tersenyum kecil.
"Iya begitulah, semuanya mengira aku sama Ai tuh pacaran, tapi ya sebenarnya cuma temen aja sih."
"Beneran? tapi aku perhatiin kamu beneran suka deh sama Ai."
Si bapak warung datang membawa dua gelas besar es teh manis, menaruhnya dihadapanku dan mba X.
"Masa sih? emang keliatan? kamu nggak berangkat ke toko mbak.?"
"Kayanya kita seumuran deh.. iya aku kadang merhatiin kamu pas lagi sama Ai, dia juga semangat banget kalo lagi nyeritain kamu. hari ini berangkat shift siang dit." Ita tersenyum lalu meminum es teh yang ada dihadapanya.
"Oh.. iya maaf, jadi panggilnya nama aja nih, kamu ditempatin ditoko mana?"
"Iya panggil Ita aja, gak usah ada mbaknya. Aku ditempatin di toko yang deket pom bensin diujung jalan tc ini."
"Ooh yang deket pangkalan angkot yah ta?" Untungnya dia ngasih tau lagi namanya Ita.
"Iya, eh Dit aku lihat Ai ko kaya murung gitu yah, sebelum pindah dari mes, kamu lagi berantem sama Ai?"
Aku terkejut saat Ita mengucapkan bahwa Ai pindah dari mes.
"Ai pindah dari mes? Kapan?"
"Lah kok kamu malah nggak tau?"
"Iyaa beneran aku nggak tau." aku menegaskan.
"Pas hari sabtu malam Ai pindah dari mes, disekitaran sini loh dit pindahnya."
"Oh.. sabtu malam yah." aku teringat pas sabtu sore, Ai meninggalkanku bersama pak trainer tanpa sepatah katapun terlontar dari bibirnya yang manis. Kok manis sih? Ya terserah aku dong yang nulis.
Aku tersadar dari lamunanku.
"Eh..! pindah disekitaran sini?!"
Pantesan minggu pagi, pagi sekali Ai sudah menyatroni kosanku, dan terjadilah sebuah insiden mengerikan itu.
"Nggak usah kaya gitu juga kali kagetnya."
"Eh.. iya." aku nyengir-nyengir bagai kuda lumping makan beling.
"Beneran kamu sama Ai cuma temen?"
"Iya.. kenapa emang?" aku menyulut sigaret yang kuselipkan dibibirku.
"Gak papa kok nanya aja, sama sekali belum nembak dia?"
Aku menganggukan kepala sembari tersenyum kecil.
"Bentar lagi kan kita selesai training, kita balik ketempat asal masing-masing nanti kamu nyesel loh." kulihat Ita mengaduk-aduk es tehnya memakai sedotan.
Iya mungkin sebentar lagi kita semua akan kembali ketempat asal masing-masing, tetapi aku sudah memutuskan untuk tidak mengatakan perasaanku.
Yah walaupun tetap perempuan yang akan mengatakan YA atau TIDAK ketika seorang lelaki mengutarakan perasaanya. Namun tetap saja aku dengan segala alasan salah satunya adalah mba pacar, jarak yang jauh antara tempatku dan tempat Ai. Waktu, belum tentu selepas training kita berdua bisa bertemu dengan pekerjaan yang akan menggunakan shift. Dan aku pikir jika aku menjalani hubungan dengan Ai bisa juga disebut perselingkuhan akan terasa hampa kalau hanya saling berbalas sms dan hanya bisa mendengar suara melalui sambungan telfon, tanpa bisa bertatap muka. suatu saat juga pasti berakhir, dan yang paling parah hubunganku dengan Ai  diketahui mba pacar, sudah bisa ditebak aku akan kehilangan keduanya, Tragis. Ketika itu benar terjadi aku akan memutuskan untuk menjadi seorang petapa digunung Myoboku.
"Udaahh kalau memang sayang ya tinggal ngomong aja."
"Aku bingung.."
"Lah kenapa musti bingung Dit.?"
"Iya aku kan dari keluarga Cullen, nggak bisa kalau harus pacaran sama manusia."
Ita mlongo, kemudian tertawa terbahak.
"Emangnya kamu vampir., iya sih kayanya vampir, ngabisin darah cewe terus ditinggal gitu aja."
"Kalau cewenya kaya kamu yah si Vampir pasti mikir-mikir dulu kalau mau ninggalin."
"Emang kenapa cewe kaya aku Dit?"
"Kan cantik.." kita berdua saling bertatapan, Ita kemudian menunduk, sepertinya malu aku tatap seperti itu.
"Udahlah nanti Ai marah sama aku."
"Ai kan nggak lihat kita lagi disini?"
"Kamu bawa ponsel dit?"
"Iya bawa, kenapa?"
"Sini pinjem."
Aku mengeluarkan ponsel kusodorkan kearahnya, Ita mengambil ponselku dan mulai mengetikan sesuatu.
"Nih.." sembari menyodorkan kembali ponselku.
"Eeh... ini.."
Ita beranjak dari duduknya.
"Iya itu nomor ponselku, aku pulang dulu yah, mau nyuci."
"Mau dong bantuin kamu nyuci." aku berseloroh.
"Nggak usah makasih, nanti sms yah, daah ditra." Ita melambaikan tanganya kearahku sambil melempar senyum manis.
Aku hanya melambaikan tangan membalas.
Hari ini tidak begitu buruk, aneh saja sih disini aku bertemu para perempuan yang anti jaim. Padahal aku dan Ita tak pernah mengobrol, barusan yang pertama kali dan langsung ngasih nomor ponselnya.
Aku mengetik sebuah pesan, kukirimkan kenomor Ita.

***

Tak terasa matahari sudah berada tepat diatas kepala, menghilangkan semua bayangan benda-benda yang berada dibumi, tapi tidak dengan bayangan wajah Ai. Setelah membayar semua pesanan, aku bergegas pulang kekosan, bersiap-siap untuk berangkat shift siang.
Setelah sampai dikosan aku merebahkan badan diatas kasur lantai yang berada persis didepan televisi. Ah masih ada satu jam setengah untuk bersantai, aku menelentangkan badanku seperti biasa menatap langit-langit kamar, mencoba menemukan cara agar aku bisa kembali dekat dengan Ai, sampai tak terasa aku perlahan mulai tak sadarkan diri dibuai semilir angin dari sebuah kipas angin kecil dipojokan ruangan.

Samar-samar aku mendengar suara Bu Nunung memanggil-manggil nama julukanku, semakin lama semakin terdengar jelas dan memekakan telinga.
"Seepp.. Kaseep kamu nggak berangkat kerja?"
Dalam keadaan setengah sadar aku bangkit dan segera mencari ponselku, kulihat jam sudah menunjukan pukul 13:50. Aduuhh gawat, aku berteriak dan mulai menyalahkan kipas angin.
"Gara-gara kamu aku jadi ketiduran, rasakaan ini kipaass.!" aku melesatkan tendangan ala robot kabutaku.
Bu Nunung terheran-heran sambil memegangi sapu lantai melihatku kedebugan melawan kipas angin.
"Ya Allah, Si Kaseep kenapa?apa gara-gara kemarin ribut sama pacarnya? kasihan padahal masih muda."

Yang Tak Tersampaikan - kisah romansa generasi YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang