Sabtu, November 2011
Suasana kelas pagi ini sangat hening, hanya ada suara trainer yang sedang menjelaskan tentang peraturan-peraturan kerja, isi kontrak kerja, gaji, dan tutorial menjadi seorang karyawan teladan. Setelah selesai trainer mengumumkan penempatan semua peserta training.
Iya, besok adalah hari dimana kita semua akan menyusuri jalan ninja masing-masing, menjalaninya masing-masing, bertemu dengan kawan baru, suasana baru, tantangan baru, dan mungkin Cinta yang baru.
Aku memandangi perempuan yang duduk dipojok barisan paling depan, caranya tersenyum, tertawa, cemberut, merajuk, apapun itu. Sungguh aku tidak sanggup melupakanya, ada sesuatu yang menyakitkan hinggap di dadaku, tentang keinginan mengungkapkan perasaan, tetapi aku masih saja kalah dengan ke egoisanku sendiri.Hari ini adalah hari pertama pulang cepat selama masa training berlangsung, kesempatan ini digunakan kawan-kawan untuk saling berbagi kesan, ada yang sedang berfoto bersama, berpelukan, nangis sambil jalan kayang, sampai ada yang kesurupan.
Aku memandangi ruangan kelas yang telah kosong, menghembuskan nafas panjang mencoba menghilangkan perasaan yang sedikit menyesakan dada, mematikan lampu dan mulai menutup pintunya. Kulihat mereka masih berkumpul dilorong yang menuju ruang kelas, mengerubungi seorang Mas Trainer yang sedang memberikan informasi bahwa nanti malam ada acara perpisahan di mes. Aku tak mempedulikan kerumunan itu, lanjut berjalan menuju tempat dimana ada sebuah ketenangan yang menunggu, dibawah pohon mangga.Triit..triit
Ponsel disaku celanaku bergetar.
"Kamu dimana dit?"
Pesan dari Ai, ketika ku mengingat nama Ai, dadaku semakin terasa sesak seperti baru saja tertabrak kapal Titanic. Aku sengaja tak membalas pesanya.
Duduk termenung dibawah naungan rindangnya pohon mangga, menatap langit, tanah, dan semua yang ada disekelilingku sekarang, menurutku bersosial itu tidaklah penting, aku hanya mengikuti kodratku sebagai manusia yang hakikatnya adalah makhluk sosial, dan menyendiri tetaplah menjadi hobi bagiku.
Mungkin selama aku hidup, aku tak akan bisa melupakan tempat ini, dan tentunya perempuan berkuncir kuda yang bernama Ai."Kesini nggak ngajak-ngajak sih?"
"Eh.." aku menoleh keasal suara, Ai sudah berada dibelakangku dengan senyuman khasnya lalu ikut duduk disebelahku.
"Kok kamu tahu aku disini?"
"Iya tau lah, tempat mangkalnya tukang jamu ya pasti disini."
Aku hanya tersenyum kecil.
"Ai.. " aku tidak melanjutkan kalimatku, keinginan untuk meluapkan perasaan sudah sangat menggelegak didadaku, namun tetap saja aku tak bisa mengutarakanya."Kenapa?" Ai menatapku lembut, sebuah tatapan yang membuatku semakin porak poranda.
"Nggak jadi."
"Kok nggak jadi?" Sembari tersenyum kecil, apa mungkin Ai sudah tahu bahwa aku sangat menyukainya, sangat menyayanginya, tanpa aku harus mengungkapkanya.
"Dit.. besok aku akan berjauhan sama kamu, apakah aku bisa atau tidak melalui ini semua, aku bener-bener nggak tau lagi harus bagaimana."
Aku tercekat mendengar pernyataan Ai, tiba-tiba jantungku seperti sedang terkena gempa bumi, detaknya sungguh sangat tak beraturan.
Aku menatapnya lekat, mencoba menutupi kegelisahanku."Ibaratnya seperti ini." Aku memungut daun mangga yang sudah menguning warnanya yang tergeletak dihadapanku.
"Aku adalah daun dari pohon yang bernama Ai Rifahmi, ketika tiba waktunya aku akan mulai menguning dan terlepas dari rantingmu, terombang ambing diudara, lalu akan terhempas ditanah. Walaupun aku telah terhempas dan hilang termakan tanah, aku masih memberikan sisa-sisa tubuhku untuk menjadi sebuah pupuk yang akan selalu menguatkanmu."
Ai hanya terdiam mendengar perkataanku yang agak panjang membentang, kemudian mulai menyandarkan kepalanya dibahuku.
"Kenapa sih kamu nggak mau nikah sama aku?" Tanyanya dengan lirih.
Aku hanya bisa menghela nafas panjang mendengar pertanyaan Ai yang kembali membahas tentang pernikahan.
"Nikah itu bukan hanya aku sama kamu aja Ai, kita juga harus melibatkan keluarga kita."
"Akukan cuma nanya kenapa kamu nggak mau nikah sama aku? Kok ribet gitu sih jawabanya, kamu tinggal jawab iya apa enggak Ditraa.!"
Kita berdua sejenak terdiam. Entahlah apa maksud dari pertanyaanya itu.
"Iya aku mau nikah sama kamu Ai Rifahmi."
"Eh... Serius?!"
Kulihat Ai tersenyum sambil menatapku dengan tatapan lembut seperti biasanya, kemudian memeluk tubuhku dengan erat.
"Kok jantung kamu detaknya cepet banget sih Dit?"
"Gimana nggak cepet, aku dipeluk sama cewe cantik di siang bolong begini."
Ai melepaskan pelukanya, berganti posisi bersandar dibahuku.
"Aku seneng banget tau.." sembari melirik kearahku.
"Kenapa?"
"Iya seneng lah, kan kamu mau nikah sama aku, iya walaupun itu nggak mungkin terjadi sekarang, setidaknya itu jadi sebuah jawaban untuku. Bahwa kamu memang sayang sama aku."
Aku hanya bisa memandangi langit, bergulat dengan sebuah perasaan yang bercampur aduk menjadi sebuah bom waktu yang bisa meledak kapanpun, Ai kembali memeluk tubuhku dengan sangat erat.
"Nanti ada yang liat Ai." Aku melepaskan pelukanya.
"Yaudah, pulang yuk."
Aku hanya menganggukan kepalaku, sebenarnya aku masih ingin berlama-lama disini, menenangkan diri. Berbagi rasa bersama keheningan, berdekapan dengan kesunyian.
"Ayoo cepetan Ditraa."
Ai menyeret tanganku, aku mengikutinya saja, bergandengan tangan tanpa tahu malu menyusuri trotoar jalan. Aku hanya bisa tersenyum melihatnya begitu bersemangat, terkadang terlalu bersemangat. Aku menyukai pemandangan ini, melihatnya tersenyum, bercerita tentang dirinya yang menyukai pohon dan sering memanjatnya. Aku teringat film Flipped, tentang seorang anak perempuan bernama Julianna Baker yang sangat menyukai pohon Sikamor.
Mungkin perempuan disebelahku ini adalah perempuan dari jenis yang sangat langka, spesial, dan jarang ditemukan. Sehingga aku sama sekali tak mampu untuk pergi dan berjauhan denganya.
"Aku pulang yah. Sampai ketemu nanti malam di mes. Dadah."
Aku melempar senyum, lalu melanjutkan langkahku yang entah kenapa menjadi sangat berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Tak Tersampaikan - kisah romansa generasi Y
DragosteIni hanya tentang ingatan yang mengingat segala kenangan.