HARI KEENAM

2 2 0
                                    

Sabtu, November, 2011

Suasana kelas disabtu pagi seperti biasa, berisik disetiap pergantian pelajaran yah mengingatkanku akan waktu sekolah dulu, tidak beda jauh. Pandanganku tertuju pada perempuan berambut kuncir kuda, ada perasaan lega didadaku ketika melihat perempuan itu.
"Syukurlah, ai sudah kembali." Kataku dalam hati.
Kulihat ai sibuk menulis, entah sedang menulis apa. Aku memandanginya dari tempat duduku, sekarang dia pindah tempat duduk tidak lagi berada tepat didepanku. Aku menanyakan alasan kenapa ia pindah tempat duduk, alasanya adalah agar bisa mencuri-curi pandang kearahku, aku hanya mengacungkan ibu jariku sembari tersenyum.
Aku merogoh saku celanaku mengambil ponsel. Lalu mengetik kalimat dan langsung kukirim ke nomer ai.
"Hai cantik, lagi sibuk yah.?"
Ai belum melihat ponselnya, masih menulis. Tak lama ia menutup buku catatanya lalu memasukan kedalam tas dan mulai mengecek ponselnya.
Sepertinya ai sudah membaca sms dariku, ai terlihat tersenyum kecil lalu menoleh kearahku dan mulai mengetik tombol ponselnya.
Triit..triit..
Sebuah sms masuk keponselku.
"Yang kamu sebut cantik itu aku atau yang disebelahku?."
"Iya yang disebelah kamu juga cantik."send.
Ai menoleh kearahku dengan muka cemberut, lalu memasukan ponselnya kedalam tas kecil.

Trainer masuk keruangan, memberikan salam dan mulai berceloteh tentang materi selama dua jam, satu jam materi satu jam lagi untuk praktek. Setelah selesai trainer memberikan informasi bahwa mulai hari senin depan sudah tidak ada materi dan praktek dalam kelas, peserta training akan ditempatkan disemua toko disekitar area cirebon dan menyesuaikan shift toko, shift pagi dari jam tujuh pagi sampai jam lima belas sore, dan shift siang dari jam empat belas sampai jam dua puluh dua malam.
Dan penempatan toko seluruh peserta training akan diatur oleh trainer, disetiap toko akan ada dua sampai tiga peserta training.

Tak terasa sudah jam istirahat, seperti biasa, aku akan membuat satu botol ukuran sedang kopi mix, yang akan menemaniku menikmati sigaret dibawah teduhnya pohon mangga disebelah mushola.
"Dit, ada yang mau ketemu kamu."
Mutasin temen sekelasku menghadang laju kakiku yang sengaja kupercepat menuju rindangnya pohon mangga.
"Siapa? kalau cewe mau, kalau cowo mah ogah."
"Dasaar crocodil luh dit, sudah punya ai juga."
"Lah ko bawa-bawa ai segala?"
"Tuh.. trainer kita mau ngomong sama kamu." mutasin menunjuk kearah laki-laki berpakaian necis khas seorang trainer.
"Oh.. yaudah sih kan harusnya tinggal panggil aja, kenapa nyuruh-nyuruh kamu sin?."
"Ya nggak ngerti aku dit."
Pak trainer menghampiri diriku dan mutasin.
"Siang mas ditra, minta waktunya sebentar bisa?"
"Oh iya bisa pak, ada yang bisa saya bantu?"
"Yaudah dit aku cabut yak."
Aku mengacungkan jempol didepan muka mutasin.
"Nggak usah gitu juga keleess.. jempolnya kedeketan sama muka."
Aku cuma melempar cengiran kuda kearah mutasin.
"Iya mau ngobrol dimana ini pak?"
"Oh yasudah kita ngobrol diruang tunggu saja."
**

"Ada perlu apa yah pak?" aku membuka pembicaraan disebuah ruangan tempat tamu menunggu giliran untuk bertemu bos-bos disini.
"Begini, saya sekarang lagi butuh uang, kalau mas ditra ada saya pinjem dulu, nanti secepatnya saya kembalikan mas."
"Emang butuh berapa ya pak? kalau banyak kayanya saya nggak bisa bantu pak."
"Enggak banyak kok, cuma tiga ratus ribu."
"Ti.. tiga ratus ribu pak?!"
Tiga ratus ribu kok cuma sih, kenapa juga si bapak ini nyarinya aku, kenapa nggak yang sama-sama sudah kerja aja. Sebetulnya ada sih uang segitu, tapi nanti aku nggak makan dong satu minggu kedepan.
"Ada sih pak, cuma ya bapak tau sendiri saya kan disini ikutnya merantau?"
"Mas ditra tenang saja, paling tiga hari saya pinjam, kebetulan juga sebentar lagi saya gajian."
Tiba-tiba sistem otak kiriku bekerja lebih optimal. Aku teringat tentang penempatan toko untuk para peserta training, kenapa tak kumanfaatkan saja momen langka ini.
"Yaudah pak nanti selepas training saya tunggu diwarung kopi yang ada diseberang jalan."
"Oke mas ditra, terimakasih yah." sembari tersenyum.
"Gini pak.." aku sengaja tak melanjutkan kalimatku.
"Iya.. kenapa dit?"
"Gini pak mau nanya, nanti pas penempatan toko untuk peserta trainer apakah bapak yang mengatur semuanya?"
"Iya betul, saya dan kawan-kawan trainer lainya yang akan mengatur."
Aku nyengir-nyengir terlebih dahulu sebelum mengutarakan sebuah rencana yang ada dikepalaku.
"Gini pak, kita jadi simbiosis mutualisme aja ya pak, gimana?"
"Maksudnya gimana yah, langsung ke intinya saja mas."
"Mmm gini pak, saya bantu bapak soal keuangan dan saya mau bapak bantu saya soal penempatan toko pak, saya minta tolong ke bapak saya jangan ditempatkan ditoko yang jauh, gimana pak?"
"Oohh gampang kalau urusan itu, nanti saya akan tempatkan kamu di toko disebelah TC saja, dan pasti saya akan tempatkan kamu sama pacar kamu juga disitu."
"Ehh... pacar? pacar saya dikampung pak." ah sial keceplosan bilang pacarku lagi dikampung.
"Ya sudah terserah kamu saja, ini deal kan?" pak trainer mengulurkan tanganya. Aku menyambut dengan gegap gempita, menjabat sekuat tenaga tangan pak trainer.
"Deal pak."

***

Selepas training selesai aku menunggu bapak trainer ditempat warung kopi langgananku, memesan kopi dan mulai menikmati sigaret diselipan jariku.
"Diit..ditraa.." suara dari seberang jalan yang sudah sangat aku kenal.
Aku melambaikan tangan kearah ai. Dengan sedikit tergopoh ai mendatangiku.
"Diit.. aku ditempatin ditoko yang disebelah training center, sama kamu, sama si mujahid juga." ai tampak sangat girang mendapatkan penempatan yang jaraknya sangat dekat dengan mess.
"Oh gitu.. kita berjodoh kali yah, trus ngapain sih itu si mujahid ikut-ikut bareng sama kita, ganggu aja."
"Eeh.. berjodoh? iya aku mau kok berjodoh sama kamu."
Aku tak menyangka ai akan menjawab seperti itu.
"I.. iya mungkin, kalau jodoh nggak akan kemana kan?." aku nyengir-nyengir bingung sendiri menjawabnya.
Ai hanya tersenyum kecil.
"Sini duduk, mau aku pesenin kopi?"
Ai duduk disebelahku.
"Nggak usahlah, aku minta kopi kamu aja." mengambil gelas kopi didepanku lalu meminumnya.
"Kebiasaan, itu tadi bekas bibir aku loh."
"Emang kenapa kalau bekas bibir kamu?"
"Itu sama saja kaya ciuman, nah ciuman itu bisa bikin hamil."
"Haah..! hamil?! kata siapa sih?"
Aku merebut gelas kopi ditangan ai, lalu meminumnya pas dibekas bibirnya.
"Nah kalau aku sih nggak papa, minum dibekas bibir kamu, soalnya aku gak mungkin kan hamil."
"Iiihh dasar curang.. trus kata siapa ciuman bisa bikin hamil?"
"Kata temenku pas aku masih sd."
Ai tertawa terbahak, lalu seketika menutupi mulut dan menghentikan tawa kerasnya.
"Dih kamu nggak percaya?ciuman, pegangan tangan, nah kita duduk deket-deket kaya gini juga termasuk kategori bisa menyebabkan kehamilan."
Ai kembali tertawa lepas kali ini dengan mendaratkan pukulan dibahuku.
"Oh iya, gimana keadaan ibu kamu ai?"
Ai menghentikan tawanya, seketika wajahnya agak meredup tak seceria tadi.
"Udah mendingan kok dit."
"Maaf ai, kemaren aku nggak nganterin kamu, yang sabar yah." aku menggenggam jemari tangan ai.
Ai sejenak memandangi tanganya yang sedang kugenggam, memandangku, lalu memberiku sebuah senyuman manis.
"Iya gak papa kok dit, makasih yah."
Sedang asik-asiknya berpegangan tangan, bapak trainer ternyata sudah berada dihadapan kita berdua.
"Ehheemm, ganggu nggak nih?"
Seketika aku melepaskan genggaman tanganku, ai kulihat menundukan kepala dan melirik kearahku malu.
"Maaf.. maaf.. loh tadi kamu bilang pacar kamu dikampung dit? kok disini pegang-pegang tangan ai?kalian pacaran?"
Aduuuhh bapak trainer mengatakan hal yang salah ditempat dan waktu yang salah pula. Ai bangkit dari duduknya, memandangku dengan tatapan aneh dan agak garang, ia berpamitan kepada pak trainer dan hanya melewatiku dengan diam.
Pak trainer duduk disebelahku yang sedang memegangi kening dengan telapak tangan.
"Saya salah ngomong yah?"
Aku hanya tersenyum agak kupaksakan.
"Oh nggak kok pak, okeh ini uangnya pak." Aku menyodorkan amplop putih ketangan pak trainer.
"Makasih yah dit, kesepakatan sudah saya laksanakan, kamu ditempatkan ditoko yang dekat tc, kalau gitu saya pamit dulu yah."
"Iya pak terimakasih."
Pak trainer bangkit meninggalkanku yang sedang bingung.
Aku mencoba sms ai, tak ada balasan. Telfon, sama sekali tak diangkat.
Aku menghabiskan kopiku, membayar dan mulai melangkahkan kakiku kearah jalan pulang.

Yang Tak Tersampaikan - kisah romansa generasi YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang