40

54 1 0
                                    

Rasanya gue memang butuh psikolog atau mungkin psikiater sekalian. Gue benar-benar udah gila kali ini, gimana bisa beberapa hari ini gue terus kepikiran sama itu cewek bar-bar. Dia masih menangis atau nggak, dia makan atau tidak, dia sedang kesepian atau tidak.

Entah sudah berapa kali Jam menghela nafas, memandangi telepon genggamnya, menekan nomor seseorang lalu berakhir dengan helaan nafas. Sudah 3 hari ini dia tidak konsen bekerja, rasanya sudah lama dia tidak seperti ini soal wanita.

“halo Fan, malam ini gue kerumah loe ya”

“gue cuma mau mastiin loe ada dirumah waktu gue datang”

“hmm.. gue butuh teman minum”

“loe tau gue dan nggak usah banyak tanya. Bye”

Erfan yang baru saja ditelpon Jam hanya geleng kepala dengan sifat sepupunya yang satu itu, dia memang sangat suka mematikan telpon secara sepihak.

“siapa Fan?”

“Jamika ma”

“oo... oh iya Fan, mama udah lama nih nggak ketemu sama Lodi. mama kangen deh Fan, nanti malam ajakin Lodi makan bareng kita ya”

“siap ma”

“Ris, kamu sudah kenal Claudia kan sayang?”

“kenal kok ma, Risa pernah ketemu beberapa kali”

Sarapan kami kali ini banyak disponsori tentang cerita pertemanan Lodi dan Erfan oleh mama. Aku memang sudah tau sedikit tentang cerita mereka, tapi aku tidak tau kalau mereka sedekat itu sampai mama pun menganggap Lodi anaknya. Tidak heran kalau Erfan dan mama sangat sayang sama Lodi karena aku pribadipun suka dengan dia.

Seperti biasa Risa pulang lebih dulu dibandingkan Erfan, setelah selesai mandi dia segera kedapur membantu mamanya Erfan.

“tante.....”

“eh Lodi. apa kabar sayang?”

“baik, Lodi kanget banget sama tante”

Sambil terus memeluk mamanya Erfan Lodi tidak lupa tersenyum pada Risa. Mereka memang belum menjadi teman, tapi merekapun bukanlah musuh.

“Erfan mana Di?”

“katanya dia pengen langsung mandi tan, nanti nyusul kebawa”

“ya udah kalau gitu kita ngobrol sambil nonton dulu ya sayang”

“ok tan, ayo Ris”

“iya ayo sayang”

“iya ma, bentar Risa beresin meja makan dulu”

Gue benar-benar benci kota ini kalau udah menyangkut macetnya, mood yang tadinya hancur bakal lebih hancur kalau ngalamin yang kayak gini.

Ting.. tong...

“tolong bukain pintunya bi”

“biar Lodi aja tante”

“tan....”

“elo!”

“elo”

“loe udah datang Jam, yok buruan masuk gue udah lapar nih”

Ini benar-benar kebetulan yang luar biasa pikir Jam, ini benar-benar sial yang luar biasa pikir Lodi.

Selama makan malam semuanya saling mengobrol dan terus bercanda terkecuali Jam. Dia hanya sibuk mengaduk-aduk makanannya dan sesekali melihat kearah Lodi yang terus saja tertawa. Selesai makan mereka mengobrol ditaman belakang rumahnya Erfan sedangkan mamanya Erfan memilih istirahat saja dikamarnya.

MemilihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang