14

62 1 0
                                    

POV Risa

“Pa mungkin aku belum bisa buat papa bangga, bahagia punya anak kayak aku sampai sekarang. Tapi tolong kali ini bertahanlah, aku nggak mau papa pergi. Tolong jangan tinggalin aku sama mama. Aku akan ngelakuin apa aja asal papa sadar. Paa”

Tadi sesampainya di RS aku langsung dipanggil keruangan dokter, karena mama pun sedang dirawat karena kelelahan menangis. Dokter bilang kalau papa terkena kanker paru-paru, papa sudah tau itu dan dokter pun sudah berulang kali mengatakan kalau papa sebaiknya dirawat di RS saja karena kondisinya yang semakin menurun.

“pa kenapa papa nggak ngomong tentang kondisi papa sama Risa, sama mama. Papa nggak sayang kami?”

“udahlah Ris, om pasti punya pemikirannya sendiri. Loe juga harus makan, tadi loe belum sempat makankan?”

“nggak Fan, aku mau nungguin papa sampai sadar. Paa buka matanya dong pa, Risa tau papa kuat. Risa bakal ngelakuin apa aja asal papa bangun sekarang. Risa janji”

“huk huk huk...”

“pa! Papa sadar. Fan papa sadar, tolong panggilin dokter Fan”

“iya Ris”

“ng..nggak usah. Papa baik-baik aja sekarang”

“papa harus diperiksa dulu”

“nggak Ris. Siapa lelaki ini Ris?”

“ini Erfan pa, anaknya tante Cindy”

“oh.. Erfan bisa kamu kedekat om sebentar”

“ha? Iya om”

“om dengar semua yang dibilang Risa tadi pas om tidur, katanya dia bakal setuju dengan apapun permintaan om. Jadi kamu setuju jugakan?”

“paa!”

“eitss.. tadi kamu ngomong gitu kan Ris?”

“iya pa, tapi kan aku kira papa nggak sadarkan diri”

“apapun alasannya, kamu udah janji tadi. Lagian umur papa juga nggak bakal lama lagi Ris, kamu pasti udah tau penyakit papa. Papa nggak bisa ninggalin kamu sendirian seperti sekarang Ris, kamu juga harus jaga mama kamu nanti”

“paa”

“udah-udah jangan nangis lagi, malu sama calon suami kamu”

“paa!”

“kamu maukan nak Erfan sama putri om yang cengeng ini. biarpun dia keras kepala dan berantakan seperti sekarang, tapi sebenarnya dia wanita yang baik dan sangat manis. Bukan karena dia putriku makanya aku berkata seperti itu, tapi dia memang wanita yang sangat baik seperti mamanya. Jadi kamu setuju kan Fan?”

“iya om saya setuju”

Prangggg! Seperti ada yang pecah waktu Erfan ngomong setuju tadi, apa dia mulai nggak waras sekarang. Apa yang akan terjadi sekarang, kenapa semuanya berantakan.

“fan!”

“permisi om, saya mau ajak Risa bicara sebentar”

“silahkan”

Waktu aku ngikutin Erfan dari belakang, pengen rasanya aku memukul kepalanya keras supaya dia kembali waras. Aku hampir gila dibuatnya, baru saja dia setuju dengan ideku dan sekarang dia bilang setuju. Dia pikir pernikahan permainan, aku nggak mau menikah dengan cara itu. Tidak akan.

“gue tau loe marah, nggak terima dengan yang gue bilang tadi ke bokap loe. Tapi loe harus dengerin alasan gue dulu”

“alasan apa? Alasan kalau loe khilaf? Alasan kalau loe tadi lagi mabuk?”

“bukan gitu Ris. Maksud aku tadi..”

“aku? Sejak kapan kamu menggunakan bahasa itu denganku? Tolong kembali ke Erfan yang kukenal”

“aku akan nikahin kamu”

“FAN!”

“teriaklah sesuka kamu, tapi kita bakal tetap menikah”

“kamu kenapa sebenarnya? Kamu cinta aku? Kamu kasihan liat aku? Kamu mau buat kita hancur? Pernikahan nggak segampang itu Fan. Kita nggak saling cinta dan kamu tau pasti itu. Apa yang kamu pikirkan sekarang sebenarnya?”

“aku mau wujudkan permintaan papa kamu. Aku tau rasanya ditinggalkan orangtua Ris dan aku tau rasanya menyesal karena melawan didetik-detik terakhir hidupnya”

“apa yang kamu omongin sebenarnya?”

“waktu papa ku masih ada aku nggak bisa wujudin permintaannya dan saat dia nggak ada baru aku bisa menuhin permintaanya. Aku pernah merasakannya dan aku menuhin permintaan papa kamu, dan menganggap itu adalah permintaan papaku. Aku tau kalau kamu nganggap aku gila sekarang, tapi aku nggak akan pernah mengabaikan permintaan orang yang hampir sekarat sekali lagi. Aku nggak mau menyesal lagi, aku harap kamu ngerti Ris”

Aku berlari, aku tau Erfan benar aku tau aku harus menghilangkan egoku buat papa. Aku nggak mau hanya karena hal itu menyesal, tapi bagaimana kalau kami bisa menikah sedangkan kami nggak saling cinta. Apa dia akan tetap bersamaku setelah papa pergi? Apa dia akan mengacuhkan ku saat dia sudah sadar? Apa aku akan menjadi janda muda nanti?

“akkkkkkkkkkk!” hikshikshiks........

POV Author

Saat kau berlari dikejar seseorang dan hanya menemukan tembok dari gang buntu, kau hanya punya 2 hal dipikiranmu. Yang pertama kau memanjat tembok itu ntah bagaimanapun caranya, kau harus naik keatas walau ada pecahan kaca yang tertancap disana. Atau yang kedua, kau menyerah lalu dipukuli. Dari kedua hal itu memang tidak ada yang menjanjikan keselamatan ataupun kematian padamu, tapi saat kau mencoba salah satunya kau baru akan tau bagaimana hasil akhirnya.

MemilihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang