Reeno Kaivan Adhikari,
penasihat yang tampan dan istimewa"Gue cuman mau temenan."
***
Aku berakhir di mobil Kak Ino. Mobil kesayangannya, toyota yaris berwarna merah-hitam. Dari dulu sepertinya tidak ada yang berubah dari seorang Reeno, pikirku.
Setelah perdebatan singkat yang terjadi di kafe karena aku sempat menolak ajakannya, dengan bantuan Kak Mahesa yang sebenarnya tidak mengherankan karena mereka adalah teman, pun akhirnya aku benar-benar harus mengiyakan tawaran Kak Ino.
Perpaduan antara Kak Ino dengan Kak Mahesa adalah sesuatu yang harus kalian hindari.
Mereka pemaksa, keras kepala, dan mau menang sendiri. Tindakan yang malah saling mendukung itu yang berbahaya. Tidak akan ada satu orang yang dapat menolak permintaan dari mereka berdua, bahkan termasuk diriku.
"Laper nggak?"
Suara Kak Ino menyahut di tengah keheningan, membuatku tersentak sedikit. Mulutku bergerak, ingin mengatakan tidak. Namun Kak Ino adalah Kak Ino, dengan cepat ia menyahut lagi, "Oke, mekdi aja ya." Dan membelokkan mobilnya masuk ke restoran cepat saji itu.
Sialan.
"Drive thru, 'kan?" tanyaku enggan.
Kak Ino menggeleng, "Emangnya lo sibuk banget? Sans aja kali, ayo kita ngobrol dulu."
Bajingan. Orang ini benar-benar bajingan. Setelah apa yang ia lakukan dua tahun lalu, bisa-bisanya ia bersikap seperti tidak ada yang terjadi? Hatinya itu terbuat dari apa? Batu?
"Kak-"
"-gue turun duluan," potongnya, lalu keluar dari mobil.
Aku menghela napas, merutuki keadaan yang kembali mempertemukan diriku dengannya. Padahal aku sudah benar-benar melupakan atensi Kak Ino dalam kehidupanku.
Seatbelt kulepas, memilih mengalah. Untuk kali ini aja, batinku menenangkan diri. Lagipula Kak Ino akan terus di sana, menungguku untuk masuk, bahkan sampai malam pun akan ia lakukan.
Tekadnya tak pernah luntur, aku tahu itu.
Satu meja dengan sepasang kursi di dekat kaca adalah tujuanku, sedangkan Kak Ino masih sibuk memesan makanan.
Seperti ia tahu saja apa yang kumau, dengkusku dalam hati.
"Satu paket nasi sama ayam spicy, minumannya fanta, dan yang terakhir, kentang goreng. Itu, 'kan, yang lo mau?" ujarnya sembari meletakkan makanan.
100% benar. Satu tahun mungkin adalah waktu yang cukup baginya untuk menghafal makanan kesukaanku.
"Makasih, nanti uangnya gue ganti," balasku singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
netral.
Teen Fiction[ DISCONTINUED ] Namaku Mahardika Senala, sering dipanggil sang netral. Dan kurasa, sampai kejadian buruk itu terjadi, netral tidak lagi menjadi panggilanku.