Mahardika Senala,
jantung hati keluarga Mahardika yang bercahaya.
"Seorang kenalan terpercaya nggak mungkin menipu."
***
Mahardika Senala, itulah aku.
Anak angkatan senior, alias kelas duabelas. Yang artinya, sebentar lagi aku akan lulus. Yeah, saat-saat yang sangat kutunggu sekaligus saat yang paling tidak kuinginkan untuk cepat-cepat terjadi.
Selain karena aku tidak ingin pisah dengan teman-teman kelasku, tentu saja karena aku akan menghadapi ujian nasional yang menentukan nasib masa depanku nanti—walau tidak semuanya bergantung terhadap nilai, namun tetap saja aku menginginkan nilai bagus—dan pastinya karena aku memiliki beban tersendiri sebagai salah satu murid kelas favorit.
Yap, aku ini ternyata masuk salah satu kelas yang diagung-agungkan oleh para guru karena selalu diisi dengan murid-murid pandai, rajin, pendiam, dan pastinya tidak suka mencari masalah.
Sebenarnya, diantara empat kriteria di atas, aku hanya nyaris sesuai dengan yang 'pandai' saja. Walau aku tak terlalu pandai, aku bisa mengingat materi pelajaran dalam waktu singkat—juga melupakannya dalam waktu singkat—sehingga dapat mengerjakan soal ujian dengan baik.
Menurutku, alasan mengapa aku bisa menjadi salah satu murid kelas kebanggaan para guru ini ya karena hoki. Tentu saja! Apalagi kalau bukan karena itu? Keberuntungan membawaku ke neraka yang sesungguhnya.
Sungguh, berada di kelas favorit ini tak mengenakkan! Apalagi di saat-saat terakhir sekolah ini. Semua murid di kelasku menjadi sangat berambisi—padahal sebelumnya mereka sudah sangat berambisi, bayangkan menjadi sebesar apa ambisi mereka saat ini—yang membuatku mau tak mau harus ikut berambisi agar tak ketinggalan.
Kalau aku santai saja, bisa-bisa aku mendapat peringkat terakhir dan mana bisa aku mengalami hal seperti itu? Itu menghina harga diriku! Takkan kubiarkan aku merasakan hal seperti itu!
Lagipula, aku memiliki teman sebangku yang sangat baik hati, saking baik hatinya ia sampai rela-rela mengingatkanku tentang—
"Sena, kamu sudah belajar sejarah? Hari ini ada ulangan materi linjur."
—pelajaran yang termasuk pekerjaan rumah, ulangan, ataupun meminjamkan buku catatannya jika aku lupa untuk mencatat materi.
Aku sayang sekali dengan temanku ini, Herin Athaya. Sudah baik, pintar, setia kawan pula. Apa, sih, yang kurang dari seorang Herin? Tidak ada. Poin pelengkapnya, ia juga memiliki wajah yang cantik. Dengan softlens berwarna hijau di kedua matanya, memperlengkap kadar kecantikannya. Ugh, sempurna sekali.
"Sudah, kok. Aku mendapat kisi-kisi dari kelas sebelah," balasku sambil menyengir.
Herin tampak tertarik. "Benarkah? Apa bisa dipercaya? Dan- apa aku boleh ikut lihat?" tanyanya dengan mata berbinar.
KAMU SEDANG MEMBACA
netral.
Teen Fiction[ DISCONTINUED ] Namaku Mahardika Senala, sering dipanggil sang netral. Dan kurasa, sampai kejadian buruk itu terjadi, netral tidak lagi menjadi panggilanku.