4. Agar Tidak Kalah

113 34 3
                                    

Cahaya sang mentari secara perlahan memasuki ruang kamar tidur, menemani diriku yang tengah bersiap-siap.

"Duh." Aku mendengar diriku sendiri berbicara. "Seragam gue gimana ya, njir?"

Kesialan pertama di pagi hari yang indah ini adalah, aku tak tahu apakah Mark membawakan seragamku atau tidak. Salahku juga sih tidak bertanya- tapi itu kan urusan dia! Harusnya kalau dia ingin membawaku ikut serta menginap di basecamp—tanpa konfirmasi lebih lanjut padaku—ia telah menyiapkan segalanya!

Dan sekarang aku mendesah kesal karena aku tak mungkin menerobos masuk kamar tidurnya, karena dia adalah remaja lelaki. Tentu saja aku harus menjaga privasinya, siapa tahu ia masih tidur dan keadaan tidurnya tak pantas untuk dilihat oleh gadis anggun seperti aku ini.

Lagi-lagi aku dapat mendengar diriku yang berdecak kesal. Waktu sudah hampir menunjukkan jam enam pagi, tetapi seragamku saja entah di mana hadirnya!

Berpikir sejenak, akhirnya aku memutuskan untuk mencoba menghubunginya lewat aplikasi hijau yang namanya plesetan dari kata what's up.

Mark

mark! |
 yuhuu |
 seragam gue dmn njr? |
 lo bawa, 'kan? |
 kacau ah mls bgt |
 masi tidur y |
 hadeh |

Aku mendengkus kesal. Tuhkan betul!! Ia belum bangun tidur! Letak basecamp WATOFA yang dekat dengan sekolahnya pasti dijadikan alasan mengapa ia bisa bangun telat! Uhg, rasanya aku ingin pindah sekolah saja kalau seperti ini caranya.

"Mark anjing." Jangan tanya sudah berapa kali aku mengumpati sepupuku yang satu itu. Banyak. Tak terhitung.

"Sena?" Aku menoleh. Oh, Nexa terbangun rupanya.

Tangan Nexa bergerak mengucek matanya, lalu menutup mulutnya yang menguap lebar. "Lo ngapain?"

"Merutuki kehadiran Mark sebagai sepupu gue," jawabku.

Nexa menaikkan salah satu alisnya bingung. Maklum, baru bangun tidur jadi nyawanya belum seratus persen terkumpul.

"Kenapa lagi dia?" tanya Nexa dengan suara parau.

"Seragam gue," balasku. "Kemaren Mark ada bawa seragam gue, nggak?"

Aku melihat Nexa mengangguk pelan, lalu menunjuk pintu keluar. "Seragam lo ada di meja depan, cek aja."

Langsung saja aku keluar, menghampiri meja depan di ruang tengah, tempat WATOFA biasa berkumpul juga bersantai, dan mendapati tas hitam besar di meja.

Pantas aja aku tak menyadari kehadiran tas ini, dengan warna hitam menyelimuti, tas itu nyaris tersamarkan dengan meja di bawahnya yang juga berwarna hitam.

Tanpa lama lagi aku langsung mengambil tas itu dan kembali ke kamarku. Membuka isinya, oh wow- terdapat banyak baju. Aku beneran akan menginap di basecamp ini selama berhari-hari.

Mengambil seragam juga satu baju tipis sebagai dalaman, aku pun dengan segera menyiapkan diri.

10 menit kemudian, aku sudah siap, all of mine is ready. Kupoleskan bedak tipis di wajahku, juga lipbalm agar bibirku tak terlihat pucat. Dan yap, aku beneran sudah siap!

"Nex, lo nggak sekolah?" tanyaku, dibalas anggukan Nexa.

"Iya ini gue mau siap-siap." Nexa berdiri, lalu melangkahkan kakinya masuk ke kamar mandi. "Oh iya, lo sarapan dulu aja. Sama kalau bisa masak buat yang lain, enam orang, oke?" Dan pintu kamar mandi pun tertutup.

Aku menghela napas. Oke, bukan hal yang sulit juga untuk menyiapkan sarapan. Palingan aku akan memberi mereka makan roti yang telah diolesi selai. Simpel, 'kan? Tentu saja, mana mau aku repot-repot bikin makanan berat.

netral.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang