Jevan menurunkan standar motornya ketika dia sudah sampai di kediaman sang pacar. Turun dari motor dengan gerakan serupa pria keren di film-film, lantas mulai berjalan petantang-petenteng penuh percaya diri sembari merapatkan jaket denim hitam yang dia pakai. Semilir angin malam tampaknya cukup membuat bulu kuduk Jevan meremang, semoga saja malam ini tidak turun hujan.
Tepat di depan pintu, Jevan menghentikan langkah kaki. Dia menarik napas dalam-dalam, lantas membuangnya lewat mulut dengan perlahan. Jujur saja, ini adalah kali pertama dia bertandang ke rumah orangtua Karin. Tidak bisa dipungkiri bahwa kepercayaan dirinya tiba-tiba saja menciut.
Jevan berjalan mondar-mandir di depan pintu sementara bibirnya tidak berhenti mengeluarkan serentetan kalimat sapaan bagi orang rumah. "Halo Tante aku pacarnya Karin, halo Tante aku pacarnya Karin, halo halo oke mantap ...."
Anggukan yakin kepala Jevan membuat tangannya bergerak memencet bel rumah. Dalam hati Jevan masih sibuk merapalkan kalimat sapaan tadi pada orang yang akan muncul dari balik pintu, yang Jevan yakin kalau itu pasti bundanya Karin. Maka saat pintu terbuka, mulut Jevan ikut terbuka untuk mengeluarkan kalimat sapaannya..
"Halo Tan—eh Om? Aku pacarnya tante—"
"Hah?"
JUANCOOOKKKKKKKKK NGAPA YANG KELUAR MALAH BAPAKNYA????
Jevan langsung keringat-dingin sekarang. Apalagi saat melihat sorot tajam yang diberikan pria dari balik pintu itu padanya, raut wajah ingin memakan Jevan hidup-hidup tampak jelas terlihat. Jevan meneguk ludah gugup. "Eh, Om, maaf maksudnya aku pacarnya Karin, iya pacar Karin, Om ...."
Untuk sesaat Jevan merasakan hawa di sekitar tubuhnya memanas. Itu itu melayangan tatapan menyelidik dengan alis naik satu sisi. "Benar kamu pacar Karin?"
"Iya, Om, aku Jevan pacar—"
"Loh cepet banget udah dateng?"
Suara itu, Karin! Jevan langsung tersenyum semringah ketika matanya bertemu dengan mata Karin yang muncul dari balik punggung sang ayah. Dapat dia lihat raut wajah pria tadi mulai mengendur tidak terlalu mengerikan.
"Dia pacar kamu?" tanya sang ayah pada anak gadisnya.
Karin mengangguk tanpa perlu berpikir dulu. "Iya namanya Kak Jevan, ganteng kan?"
"Masih gantengan ayah."
"Idih?" Karin mencibir sembari terkekeh pelan, berbeda dengan Jevan yang hanya bisa menggaruk tengkunya meski tidak gatal. Aduh, tolong bawa Jevan pergi dari sini sekarang juga.
Lantas detik selanjutnya, pria paruh baya tadi berbalik ke belakang tampak melambaikan tangan, memanggil seseorang untuk ikut serta menyaksikan ke-nelangsa-an Jevan malam ini. Entahlah, Jevan sudah pasrah saja dengan apa yang akan terjadi padanya sekarang.
"Ini yang namanya Jevan?" Suara seseorang dari belakang bertanya, wanita paruh baya itu berdiri di samping sang suami sembari menyunggingkan senyum pada Jevan. "Ganteng ya," puji wanita itu kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Crazies [Re-publish]
FanfictionSERUMAH SAMA COWOK BEGAJULAN SEMUA??? Satu kata, "Kampret!" Itu yang terlintas di benak Kanis akhir-akhir ini. Coba bayangkan, hidupnya yang tentram dan damai tiba-tiba menjadi repot saat dirinya didaulat menjadi dukun spesialis cinta dadakan. Tujuh...