abim being loved

366 94 15
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Sabtu pagi.

Abim memulai harinya dengan menggeliat malas. Celingukan sejenak mencari wujud dua adiknya—Jevan dan Juna—yang raib entah ke mana, cowok itu kembali merebahkan tubuh lalu menggulungnya menggunakan selimut. "Aduh kasurnya posesif banget hmmm ...."

Masih dengan posisi tidur, Abim membuka matanya perlahan. Dalam rangka mengumpulkan nyawa, si cowok beranjak dari kasur sembari mengacak rambut dan wajahnya.

Untung hari sabtu sekolahnya libur. Jadi Abim tidak perlu repot-repot untuk mandi pagi merasakan dinginnya air di sini. Cowok itu hanya membasuh muka dan menggosok gigi meski dengan malas-malasan.

Abim keluar dari kamar mandi, tangannya sibuk mengeringkan wajah menggunakan handuk kecil yang dia bawa dari dalam sana. Cowok yang hanya mengenakan kaos oblong dan celana kolor selutut itu melirik ponsel di atas nakas, seketika teringat percakapannya dengan sang pacar tadi malam. Satu yang Abim ingat, Kemarin cewek itu langsung memutuskan percakapkan mereka tanpa berpamitan!

Holy shit!

Buru-buru Abim mengambil ponsel, mengecek ruang pesan kalau-kalau ada pesan dari cewek itu, tapi ternyata kosong. Abim berdecak, dari kemarin malam ponsel si cewek tidak dapat dihubungi meski sudah Abim coba belasan kali.

"Yara, maksud kamu apa sih?" monolog Abim, memutuskan untuk melakukan panggilan pada nomor yang dituju untuk terakhir kali. Terlihat berdering, namun si pemilik ponsel malah me-reject panggilannya. "Damn it, Yara!"

Kesal, Abim melempar ponselnya ke atas kasur. Merasa heran sekaligus sebal lantaran cewek bernama Ayara itu terkesan sedang mempermainkannya. Tanpa alasan yang jelas. Apa Ayara tidak tahu kalau Abim di sini kelewat kangen dan ingin menemuinya?

"Bodoamat Yara, semerdeka kamu aja."

Setelah berkata demikian, Abim mengusap wajahnya kasar lantas memutuskan untuk turun ke bawah. Perutnya keroncongan, memang waktu pagi itu paling pas dimulai dengan sarapan bukan harapan. Ayo, salahkan Yara yang membuat Abim uring-uringan seperti tadi!

"Aa kenapa wajahnya? Pagi-pagi udah kusut aja."

Aji bertanya seraya meletakkan piring berisi tumis kangkung di atas meja. Cowok paling bontot itu bertugas menjadi pramusaji dadakan setiap kali jam mereka makan. Karena kalau masak, bisa dipastikan masakannya itu tidak dapat dimakan.

Abim mendengus kesal lalu menarik kursi untuk duduk. Di sampingnya, ada Nasrul yang menggolekkan kepala di atas meja setengah tertidur. "Kepo lo, diem kagak usah tanya-tanya."

Seven Crazies [Re-publish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang