ketar-ketir

338 94 10
                                    

Apakah sah hukumnya bila kita memulai hari dengan beberapa sambatan? Kanis tidak tahu, dia hanya ingin meneriakkan kata 'JANCUUUUKKKKK' sekencang mungkin kalau saja dirinya tidak sedang berada di dalam kelas seperti saat ini.

Sebenarnya, suasana kelas tidak sepi-sepi amat sih. Karena masih terbilang pagi, guru mata pelajaran pertama juga belum masuk, beberapa murid terutama para siswi terlihat sedang berceloteh heboh dengan teman se-perghibahan-nya masing-masing.

Tentu saja mereka terang-terangan melirik ke arah bangku belakang Kanis, mengagumi sesosok manusia yang telah mengisi kekosongan di samping tempat duduk Nasrul untuk saat ini dan mungkin seterusnya.

Sementara yang menjadi pusat perhatian tampak acuh, duduk tenang dengan pandangan lurus ke depan dan tangan terlipat di dada. Pose andalan si cowok yang menegaskan kalau dia tidak terganggu dengan tatapan juga beberapa bisikkan yang dilontarkan untuk dirinya. Yah, bisa dibilang dua manusia penghuni meja jajaran kedua itu adalah spesies cowok yang diem aja tapi aura kegantengannya terpancar nyata.

"Jing, hidup emang penuh kejutan. Tapi kok idup gue kejutannya awikwok banget ya?" Kanis berbisik greget penuh tekanan pada Jingga, cewek itu merutuki takdir yang sepertinya sedang rajin memberikan plot twist pada hidup dia akhir-akhir ini. Sumpah, dari kemarin hingga kemarinnya lagi, kejutan demi kejutan yang terjadi seperti tidak ada habisnya.

Meskipun mulutnya mengiyakan saat kemarin Yara meminta Kanis untuk menjaga sang adik di sekolah, tetapi dalam hatinya Kanis menolak permintaan itu kuat-kuat.

Demi apapun, Kanis tidak ingin berurusan dengan cowok spesies 'Ijat' alias ngomongnya dikit itu pun kalau perlu seperti Tara. Karena apa? Ya tentu saja karena percakapan mereka akan berujung awkward. Dan Kanis sangat menbenci hal itu, situasi di mana ada semacam jarak atau batas yang membuatnya tidak bebas untuk bercengkerama dan akhirnya hanya akan menimbulkan rasa sungkan juga rasa malu saja.

Kabar buruknya adalah, pagi-pagi sekali saat Kanis membuka pintu kelas ditemani Nasrul, badan cewek itu dibuat mematung di ambang pintu saat matanya langsung bersiborok dengan mata datar Tara yang duduk di belakang bangkunya. Hanya seorang diri. Sangat mengerikan sekali bukan?

"Nis, kamu tuh kenapa sih? Harusnya bersyukur hidup kamu itu dikelilingi cowok-cowok ganteng, tapi kok kamu malah ngenes terus deh? Sukurin, Nis, sukurin."

"Sukurin sukurin, bapak lo mandi bola pake kolor!" Kanis melayangkan tatapan malas pada Jingga, bibirnya naik satu sisi.

Sontak Jingga terkekeh geli mendengar seruan sang sahabat. "Becanda atuh ah, emang se-hectic itu ya hidup sama cowok-cowok ganteng?"

"Menurut lo?" tanya Kanis kelewat malas. "Kalau ganteng doang mah gapapa, tapi mereka tuh muka doang yang oke tapi kelakuannya aneh tau gak, hidup gue dikelilingi remaja-remaja yang otaknya setengah sendok nyam-nyam tau gak aishh shibal sekiya."

Melihat Kanis yang sudah membenturkan dahinya di permukaan meja, Jingga menggigit bibir bagian bawahnya pelan. Penasaran gerangan seperti apa tingkah laku cowok-cowok itu yang menurut Kanis aneh sampai membuatnya seperti orang tebleng ini? Kalau untuk Haidar, Jingga akui pacarnya itu memang berbeda, tapi bukan aneh, melainkan unik hehe.

"Oy."

Jingga menajamkan telinga saat Nasrul berseru pelan setelah hampir sepuluh menit tidak ada suara dari bangku belakang. Serius, Jingga sampai tidak sadar kalau di belakangnya itu terdapat dua orang cowok yang sudah menjadi pusat pembicaraan di kelas ini dari tadi.

"Yo?"

Terdengar sahutan dari sebelahnya, Jingga yakin itu Tara. Akhirnya dia perdana mendengar suara cowok itu setelah sudah lumayan lama dia bertemu dengan si cowok. Seperti lelaki pada umumnya, suara Tara terdengar rendah dan agak berat. Telepon-able banget, pikir Jingga.

Seven Crazies [Re-publish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang