"Aaahhhh sesek banget huahhhrghh!"
Seekor, ralat, seorang gadis yang baru saja tersadar itu menggerakkan kepala ke samping kiri dan kanan. Dadanya terasa sesak bukan main, seolah ada sepasang tangan jahil yang menekan paru-parunya hingga ia kesusahan untuk bernapas barang sedetik.
"Ih kok gue gak bisa napas sih anjir? Dodol banget ini bantal kenapa bisa nutupin muka gini ahhhh!" Cewek itu mendengus kasar, lantas dengan mata masih melek juga beberapa permata yang melekat di celah matanya, dia bangkit setelah menyingkirkan bantal asal.
"Kanis, ini tuh masih pagi, mood lo udah amburadul aja," ujar si gadis sambil berdecak sebal.
Kanis berjalan santai ke pintu balkon dengan mata tertutup. Membuka pintu itu pelan, lalu dengan spontan angin dari luar menerpa wajahnya yang dia yakini pasti cantik meski belum cuci muka. Gadis itu membuka mata, melek, melihat gerangan suara apa yang teramat bising nan nyaring hingga membuatnya terbangun dari tidur. Dan ... boom! Di sana, di atas pagar balkon berdiri dua ekor kucing yang berada pada posisi yang ... (sensored).
Sungguh pemandangan bejat yang sangat mengotori matanya! Gila aja!
Kanis praktis melotot kaget, dia yakin kucing berwarna orange adalah jantan, sementara si betina yang berwarna putih bersih—yang tidak lain adalah kucing si bunda—terlihat tergeletak tak berdaya di bawah kungkungan si kucing orange.
"Bagus pagi-pagi udah nganu, kucing siapa sih ini?"
Mata Kanis spontan membola. Cewek itu berkacak pinggang sambil menggelengkan kepala melihat pemandangan nista di depan matanya.
"Ah elah rusak banget pemandangan gue, sana lo kucing oren hush hush! Jangan semlehoy uwaw uwaw skidipapap sama kucing mak gue, dia masih bocil, nanti kalau hamil muda situ mau tanggung jawab hah? Berak masih dibuangin manusia aja so-so-an mau ngawinin si Putih."
Kanis lantas melotot garang pada kucing tersebut, berniat untuk membuat kucing itu ngacir tapi tidak berhasil, terbukti dari si kucing yang malah balik menatapnya sambil mengeram.
Sontak saja Kanis mengacak rambutnya frustrasi. "Ya Allah kenapa kucing oren rata-rata nggak punya akhlak sih? Ah tau ah gue siram juga ya lo kucing rese!" seru si gadis sembari berjalan tergesa ke kamar mandi. Beberapa detik selanjutnya gadis itu sudah dengan sebuah gayung berisi air di taangan.
"Tenang, Putih. Saudaramu ini akan menjaga keperawananmu!" seru Kanis sembari mengangguk yakin.
Splash splash!
Kanis menyemburkan air di gayung dengan sekuat tenaga, tepat mengenai tubuh si kucing yang langsung terbirit melompat ke balkon sebelah.
"Yess tepat sasaran, ahahahaa ngacir juga lo kucing pedo!" Lantas cewek itu berseru penuh kemenangan, lalu detik berikutnya memanggil si Putih masuk ke dalam kamarnya.
Tentu saja dia sudah siap untuk memberikan kucing itu pidato panjang lebar tentang pentingnya menjaga martabatnya sebagai seorang, ralat, seekor kucing betina. Berikut upaya yang perlu dilakukan agar terhindar dari pergaulan bebas kucing remaja, juga beberapa pantangan supaya tidak terjangkit PSK (Penyakit Seksual Kucing).
Kanis baru saja akan membuka ceramahnya sesaat sebelum pintu kamarnya di buka dari luar dengan sangat tidak sabar.
"Eh monyet kenapa nggak pelan-pelan aja si–eh!" Seruan Kanis sontak terhenti saat cewek itu merasakan telinganya ditarik ke atas, berganti dengan ringisan pelan.
"Monyet? Jadi kamu anak monyet berarti? Iya? Hm? Jawab!"
E-eh kok ....
Kanis memutar tubuhnya pelan, lantas meneguk ludah saat melihat di ambang pintu kamar sudah ada sang bunda menatap dengan tajam. Sontak saja Kanis kelabakan. "Aduh aduh ini mulut licin banget, ya! Belum aja aku slepet pake karet jepang," rutuk Kanis sembari menepuk-nepuk mulutnya dengan kasar.
Sementara itu, bunda berkacak pinggang di ambang pintu dengan spatula di tangan. Kanis meringis, pasti dirinyalah yang akan mendapat ceramah pagi ini. Gadis itu melihat sang bunda yang mulai menarik napas. Dalam hitungan ....
Satu.
Dua..
Tiga...
"Bagus banget anak gadis jam segini baru bangun, bukannya nyapu masak nge-pel malah enak-enakkan tidur bangun siang, padahal bunda pagi-pagi udah nyapu, masak, lah kamu malah betah banget diem di kamar, bagus begitu? Anak siapa sih kamu ini?"
Anakonda bun.
Setelah melayangkan serentetan kalimat khas ibu-ibu ngomel, wanita paru baya itu kini menghunuskan tatapan tajam, menunggu alasan yang akan keluar dari mulut sang anak kali ini.
Aduh..
Kanis meneguk ludah kasar. Bibirnya melengkung menciptakan senyuman canggung. "Hehe, mumpung hari libur, Bun. Lagian ini masih jam delapan, semalem kan Anis maraton drakor sih gila parah yang zombie-zombie itu loh seru banget sampe kebablasan nontonnya, makanya Anis masih ngantuk jadi abis subuh bobo lagi." Kanis mengakhiri alasannya dengan cengiran di wajah.
Bunda mencibir sejenak sebelum akhirnya mengeluarkan napas pasrah. "Yaudah, lain kali jangan diulang. Laper nggak? Cepet turun, bunda udah masak."
Spontan mata Kanis berbinar. "Siap laksanakan, Kanjeng Mamih!"
***
Sesuai perintah sang bunda, Kanis turun ke bawah setelah mencuci mukanya di kamar mandi. Dalam rangka menghemat air sebagai manusia yang arif nan budiman, padiman, familibudiman, Kanis memutuskan untuk tidak mandi pagi karena menurutnya itu salah satu contoh pemborosan air.
Kanis terbatuk pelan, merasakan ada yang salah pada tenggorokannya. "Kanis, sepertinya tenggorokanmu kering, ayo kita segerin dengan meminum yogurt stroberi di pagi hari yang cerah ini."
Lagi-lagi Kanis berbicara dengan dirinya sendiri, dia lantas memfokuskan pandangannya ke arah kulkas tanpa melihat sekitar. Gadis itu mengambil satu botol yogurt dan tanpa pikir panjang langsung menegaknya dengan rakus.
Kebiasaan aneh Kanis saat meminum yogurt adalah menahannya di mulut untuk beberapa detik, merasakan sensasi dingin di mulutnya, tidak lupa mengecap rasa asam manis khas yogurt di lidah.
"Ah gwila swedep bwanget mwinum yogwut pwagi pwagi grrrr," gumam cewek itu tidak jelas, matanya memejam merasakan kenikmatan saat cairan asam manis itu mengalir di tenggorokannya.
"KANISSSSS! JADI MAKAN NGGAK?"
"Uhuk uhuk!"
Saat itu juga Kanis terbatuk heboh. Dia menepuk-nepuk dadanya yang sakit karena tersedak. "Si bunda ngagetin deh, bisa-bisa gue mati konyol karena keselek gini."
Maka tanpa banyak cingcong meski dengan perasaan kesal menyelimuti hatinya, Kanis berjalan keluar dapur menuju meja makan. Bibir si gadis masih maju beberapa senti akibat peristiwa tadi, namun sekian detik kemudian rahangnya jatuh saat mata Kanis bersiborok dengan objek yang ada di depan sana.
Apa-apaan ini?
Meja makan yang biasanya diisi oleh si bunda dan dia, kini terlihat penuh. Serius, Kanis segera mengalihkan pandangannya ke bunda saat tujuh makhluk yang tidak diketahui dari mana asalnya itu itu menatap pada Kanis sambil tersenyum kikuk.
"Bun ...."
"Ya?"
Kanis meneguk ludah susah payah. "Eumm anu, sejak kapan rumah kita jadi tempat penitipan orang hilang?"
Sontak semua orang yang ada di meja makan itu tersedak dadakan. ORANG HILANG?!
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Crazies [Re-publish]
Fiksi PenggemarSERUMAH SAMA COWOK BEGAJULAN SEMUA??? Satu kata, "Kampret!" Itu yang terlintas di benak Kanis akhir-akhir ini. Coba bayangkan, hidupnya yang tentram dan damai tiba-tiba menjadi repot saat dirinya didaulat menjadi dukun spesialis cinta dadakan. Tujuh...