first sight?

328 95 16
                                    

Setelah turun dari motor Tara, Kanis buru-buru mengambil jarak agak jauh dari cowok itu. Melihat Tara memarkirkan motor di tempat parkiran khusus anak kost sini, sekaligus menunggu si cowok untuk menuntunnya masuk ke kost-an yang menjadi tujuan.

Penasaran apa yang terjadi lima belas menit terakhir?

Sesuai perkiraan awal, di sepanjang perjalanan yang memakan waktu seperempat jam itu tidak ada satu pun kata yang keluar dari mulut mereka. Tara yang nyaman berkendara dalam ketenangan, matanya fokus ke jalanan tanpa memikirkan hal yang tidak perlu.

Sementara Kanis? Dia cukup tahu diri, menekan sisi cerewet dan tidak bisa diamnya dengan bersikap tenang dan tidak terlalu 'nyentrik' agar si cowok tidak terganggu.

Jujur, Kanis kewalahan untuk menahan mulutnya yang suka ingin berceletuk tiba-tiba. Atau mengomentari objek yang dia lihat di sepanjang jalan menuju kost-an.

Contohnya seperti tadi saat mata Kanis tidak sengaja melihat seorang wanita dewasa yang sedang dibonceng oleh pria menggunakan motor yang letak jok belakangnya sedikit naik, membuat pantat wanita itu terlihat lebih 'menonjol' karena posisi si wanita memeluk si pria. Dan jangan lupakan kemeja putih tipis yang dipakai wanita itu membuat siluet BH berwarna merah muda terpampang jelas di sana.

Serius, Kanis tidak tahan untuk tidak nyeletuk 'Buset itu baju apa saringan tahu? Tipis bener' meskipun dalam hati, sih. Karena dia tidak berani berkata demikian pada Tara, bisa-bisa cowok itu akan menganggapnya tambah aneh setelah insiden mabok teh sariwangi tadi.

"Yu."

Kanis mengangguk, meskipun dia baru bertemu Tara dua hari yang lalu, Kanis cukup tahu watak cowok itu yang tidak suka ngomong panjang lebar ataupun basa-basi. Maka tanpa banyak tingkah, Kanis mengikuti langkah Tara yang sudah berjalan lebih dulu di depannya.

"Anisss!"

Sesaat setelah pintu terbuka, kepala Yara menyembul dari balik pintu seraya menebar senyum. "Tetehhh!" Kanis balas tersenyum, melangkah maju membuat Tara sedikit menyingkir untuk memberikan ruang bagi Kanis yang kemudian menyerahkan diri pada pelukan Yara.

"Gila ya masa teteh udah kangen kamu aja, padahal kan kita baru ketemuan kemarin," ungkap Yara antusias.

Kanis terkekeh pelan mendengar ungkapan 'teteh' barunya itu. Sebutan bagi Yara dari Kanis, cewek itu memutuskan untuk memanggil Yara dengan sebutan 'teteh' agar terdengar lebih lucu dan akrab. Dan hal itu terbukti benar, tidak butuh satu minggu bahkan hanya satu hari mereka sudah dekat seperti adik kakak sungguhan.

"Kangen aku aja nih? Si aa nggak dikangenin?" goda Kanis sambil tersenyum mesem-mesem.

"Halah bosen, I've done with that earlier."

Detik berikutnya Kanis tertawa renyah. Yara mempersilakan Kanis untuk masuk, tapi tidak dengan Tara. Karena entah dari kapan, cowok itu sudah mandiri masuk ke dalam rumah-dan sekarang terlihat sedang duduk sila di atas karpet tebal yang digelar di ruang tengah.

Seperti kost-an pada umumnya, tempat tinggal sementara kakak beradik ini terbilang berukuran sedang. Dua kasur yang terletak berdampingan dengan sekat berupa tirai tipis yang tergantung di antara kasur mereka. Dilengkapi dapur, kamar mandi dalam ruangan, dan juga ruang tengah yang tidak terlalu luas tapi cukup untuk sekedar duduk-duduk di atas karpet sembari menonton televisi-atau bermain play station seperti yang biasa Tara lakukan kalau sedang gabut.

Kanis mendudukkan pantatnya di atas karpet, sengaja memilih space yang agak jauh dari Tara yang duduk di bagian karpet paling ujung dekat televisi. Namun, Kanis harus rela menggeser duduknya sedikit lebih dekat pada Tara karena kemudian Yara duduk di sampingnya. Cewek itu melirik Tara sekilas, raut wajah tenang tidak terganggu milik si cowok membuat Kanis sedikit bernapas lega.

Seven Crazies [Re-publish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang