"Suka kopi gak?"
Kanis menoleh ke belakang, mendapati Tara yang tersenyum sembari membawa gelas mug berisi kopi panas di tangan. "Lebih suka lo, sih."
"Mulai ...."
Kekehan Kanis terdengar renyah. Lucu, Antara itu lucu. Apalagi dengan bibir setengah mengerucut dan alis yang berkerut seperti sekarang ini. "Pengen yogurt deh."
Celetukan dari gadis itu mengundang helaan napas dari Antara. "Tapi masih pagi, teh anget aja ya? Ntar pas balik kita mampir dulu di alfa buat beli yogurt, okay?" tawar Tara yang kemudian diangguki Kanis.
Cowok itu pun menitipkan kopinya pada Kanis, lalu berjalan menuju meja yang sengaja dipakai untuk tempat penyimpanan segala jenis peralatan masak juga kebutuhan untuk mereka makan dan minum selama satu hari di sini.
Tidak butuh waktu lama, Tara kembali menghampiri Kanis dengan segelas teh hangat dalam pegangannya. Cowok itu mendudukkan pantat pada batang kayu tepat di samping Kanis, kemudian menukarkan gelas mereka. Kanis dengan teh hangatnya, dan Tara dengan kopi panasnya.
"Makasih bro," bisik Kanis sambil tersenyum geli.
"Don't 'bro' me."
Kanis spontan menoleh, kepalanya miring dengan perlahan, menilik setiap inci wajah sang lawan bicara. "Terus apa dong?"
Ada jeda yang tercipta saat Tara mengambil tarikan napas, sebelum akhirnya mengalihkan pandangan pada si gadis. "Babe?"
"Ngaco!" Langsung saja Antara tergelak ketika Kanis memukul pelan bahunya sambil memutus pandangan di antara mereka.
Uap panas yang berasal dari gelas mereka tampak mengepul. Terlebih dulu keduanya meniup pelan uap tersebut, lalu menyesap minuman mereka sedikit demi sedikit. Otomatis rasa hangat dari minuman yang mengalir melalui tenggorokan membawa kehangatan pula bagi tubuh mereka yang terkena dinginnya udara Lembang di pagi hari.
Mengingat sekarang baru pukul enam pagi, di mana udara terasa sangat dingin menusuk kulit, penghuni tenda yang lain belum keluar. Mereka masih betah menggulung tubuhnya menggunakan selimut. Sangat berbeda sekali dengan kedua sejoli ini yang dari tadi sudah melek.
Sebenarnya, alasan mereka sudah bangun disaat yang lain masih mendengkur adalah karena dua manusia itu janjian untuk melihat matahari terbit, atau sunrise istilah gaulnya. Maka pagi-pagi sekali, menggunakan jaket yang cukup tebal untuk menghalau udara dingin, Tara dan Kanis duduk bersisian menghadap ke arah timur. Menanti sang surya memancarkan sinarnya.
"Cantik," puji Kanis takjub saat melihat matahari yang mulai muncul di ufuk timur.
Pancaran sinar sang surya melesat menerpa pohon cemara di sekitar mereka. Membuat gradasi warna hijau dan jingga terlihat jelas sangat menyihir mata. Tiba-tiba saja Kanis merasa energi dalam tubuhnya terisi dengan sendirinya.
Sementara Tara, dia malah terfokus pada wajah Kanis sampai ujung bibirnya naik tanpa sadar. Cantik, Kanis selalu cantik.
Sembari menarik napas dalam, tangan Antara menyentuh kepala Kanis untuk kemudian membawanya bersandar di bahu. Seolah bergantian, kini giliran Tara yang menyenderkan kepalanya di kepala sang pacar dengan perlahan.
"Dengerin, gue mau bacain puisi," cetus si cowok kemudian.
Kanis pun praktis mengangguk patuh. Maka detik selanjutnya Tara menarik napas dalam-dalam, mengambil ancang-ancang dia pun berucap lantang;
"Konsonan langit yang akan menjadi sebuah takdir cinta kita menjadikan hamparan bahwa saksi ini, detik ini, secara sinaran ultrafeng yang mulai dinaungi oleh greenday akan menjadi cranberries cinta kita menjadi nyataaa. Aku akan mempersembahkan selusin yogurt untuk kamu sayaaaaanggggggg!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Crazies [Re-publish]
FanfictionSERUMAH SAMA COWOK BEGAJULAN SEMUA??? Satu kata, "Kampret!" Itu yang terlintas di benak Kanis akhir-akhir ini. Coba bayangkan, hidupnya yang tentram dan damai tiba-tiba menjadi repot saat dirinya didaulat menjadi dukun spesialis cinta dadakan. Tujuh...