TIGA

95 60 14
                                    

Langit mulai menggelap. Matahari telah tergantikan oleh bulan sabit yang bentuknya seperti pisang. Udara malam terasa dingin namun menyejukkan. Seorang gadis berjalan disepanjang trotoar, kakinya seirama melangkah bergantian. Seperti tidak tau arah, gadis itu menyapa setiap orang yang berpapasan dengannya. Hingga langkahnya berhenti didepan penjual nasi goreng.

"Abang," panggil gadis itu.

"Eh neng Afza, baru kelihatan nih." Abang yang merupakan penjual nasi goreng di depan komplek itu sudah mengenal Afza, karena memang dia pelanggan setia Nasgor abang-abang. "Mau pesen apa neng? tanyanya.

"Biasa bang, nasi goreng 1 porsi pedes jangan pake timun," kata Afza seraya memberi intruksi kepada Abang Nasgor itu.

"Siap, ditunggu neng."

Afza duduk dan fokus pada ponselnya. Dia membuka sosial medianya yang hanya sekedar menscroll sampe bawah melihat postingan orang-orang di dunia Maya.

Tidak lama pesanan tadi pun jadi. Afza menerima bungkus plastik hitam yang diberikan Abang Nasgor. "Berapa bang?"

"Lima belas ribu, neng."

Afza pun memberikan uang berwarna hijau dengan gambar pahlawan Sam Ratulangi. "Kembalinya gausah bang."

"Makasih yah neng Afza." Afza mengangguk dan melenggang pergi menuju ke rumahnya.

Jalan pulang kini sama seperti tadi saat berangkat, namun sedikit sepi karena sudah lewat pukul 22.00. Anak-anak yang bermain sudah pulang ke rumahnya. Bapak-bapak sudah pasti berkumpul di Pos untuk menonton pertandingan bola.

Afza telah sampai di rumahnya. Tiba-tiba kaget ternyata sudah ada kedua orang tuanya. Dia kira kedua orang tuanya itu akan pulang pagi.

"Mih, udah pulang?" tanya Afza sambil menyalami tangan mamihnya.

"Sudah baru aja sampai, kamu habis dari mana? Sama siapa?"

"Mih, tanya itu satu-satu. Afza bingung jawabnya kalo gini," ucap Afza sambil meletakkan bungkus nasi goreng yang dibelinya.

Mamihnya itu terkekeh. Tingkah anaknya itu memang terkadang membuatnya gemas.

"Afza abis beli Nasi goreng di depan komplek. Tapi beli cuma satu soalnya gatau kalo mamih pulang," ujar Afza.

"Gapapa, mamih juga udah makan tadi sama papih."

"Oh Iyah, papih dimana?"

"Di Kamar masih bersih-bersih sekalian istirahat."

Afza hanya ber-oh, sambil menyantap nasi gorengnya tadi. "Kenapa mamih engga istirahat juga? Kan pasti sama-sama capek," kata Afza.

"Mamih nunggu kamu pulang, takut anak mamih ini nanti diculik," jelas Mamih Afza.

Afza mengerucutkan bibirnya malas. Seperti anak kecil saja, dia kan juga bisa jaga diri. Tapi kalo yang nyulik om-om berduit punya banyak harta, bisa bikin hidup nyaman siapa yang nolak, hehe.

"Ya sudah mamih ke Kamar dulu, kamu habis makan langsung tidur besok sekolah," kata mamih Afza yang berjalan menjauh dari meja makan.

Afza yang sudah merasa sendiri di meja makan, akhirnya buru-buru menghabiskan makanannya dan berlari menuju lantai atas dimana kamarnya berada. Dia memang takut sendiri ketika di ruangan besar, pikirnya seperti ada yang mengintai tapi kosong. Entahlah.

Dia bergegas akan tidur, tiba-tiba ada notice dari ponselnya. Pesan dari grup kelas membuat dia membulatkan matanya. Dia lupa tugas belum di kerjakan, dan itu akan dikumpulkan besok pagi. Bahkan dia dari sore hanya santai tidak memikirkan tugas itu.

LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang