Epilog

96 15 1
                                    

1 tahun kemudian..

"Ren, maneh teh gak bawa Mie Ayam?" Tanya Haedar, mereka berdua kini sedang menyusuri jalan yang penuh dengan gundukan tanah itu.

"Kan lo sendiri yang ngelayanin nasi ayam gue tadi, gimana sih!?"

"Oh iya lupa."

Haedar dan Rendy berjongkok disebelah makam yang setahun lalu ada diposisi itu. Haedar dan Rendy saling merangkul dan memamerkan kedekatan mereka berdua.

"Bang Zidan! Kita udah kuliah dong. Bangga gak?" Tanya Rendy, Haedar menyahut.

"Iya, bukan cuma abang yang bisa kuliah, Edar jugaa."

Mereka berdua terkekeh, sudah setahun ini mereka selalu memamerkan sesuatu setia mengunjung makam Zidan, dan juga tak pernah berkunjung dengan tangan kosong. Mereka membuka makanan mereka.

"Bang! Kali ini kita couple. Nasi ayaamm!! Makan bang?"

Mereka berdua duduk lesehan dipinggir makam sambil makan dengan nikmat, sesekali mengeluarkan candaan.

"Bang, lo tau gak? Si Haedar godain anak fakultas sebelah, namanya Santi. Bilangin bang, daripada godain doang mending suruh langsung ta'arufan aja." Adu Rendy, Haedar mencibir.

"Yeuu! Kerja aja belom, mikirin ta'arufan aya lo!"

Rendy melengos. "Lah itu bokap lo kan udah ngasih warungnya, tinggal kembangin terus jadiin resto dah."

"Maneh kira bikin resto gak pake duit?"

"Noh bang! Liat, sejak deket sama Santi, si Haedar marah-marah muluuu."

"Heh! Udah, gantian giliran gue yang ngadu. Bang, Rendy kan udah punya kedai mie ayamnya sendiri. Bermodalkan resep dari almarhum bapaknya, dan duit segepok yang dia kumpulin. Akhirnya bespren edar sukses juga. Tapi ga ada diskon buat anak Viuskow, yang ada tambah mahal bang."

"Heh!? Barokah amat mulut lo ya."

"Apa? Maneh kan bener."

"Astagfirullah, lo berdua ngapain makan lesehan disini?" Rendy dan Haedar menoleh menemukan Jepri, Winwin dan Sasa—yang sedang memakan ciloknya. Lagi lagi Cilok.

"Gue lagi meratapi nasip. Lo sendiri?" Tanya Haedar, Jepri tersenyum miring lalu berjongkok di sisi kiri makam Zidan diikuti oleh Winwin dan Sasa.

"Dan, sorry gue baru kesini lagi. Gue sibuk karena banyak tugas di kampus, oh ya. Sekarang gue magang. Liat kan? Gue magang. Emang cuma lo yang bisa magang? Gue juga kali." Ucap Jepri setelah menaruh sebuket bunga Violet, Winwin meletakkan buketnya yang berisi bunga tulip.

"Dan, sekarang gue ngajar di SMA, guru olahraga sih. Sambil kuliah juga, gue gak sabar mau jadi Professor."

Sasa meletakkan setangkai bunga mawar merah dan putih. "Kak Zidan, inget gak? Dulu kita sering main. Tapi kayaknya cuma sampe Kakak kelas 5 SD, kata Viell kakak banyak tugas. Viell pernah cerita, tentang kakaknya, tapi aku gak tau kalo itu kakak. Maaf ya kak."

"Tadinya aku mau bawain cilok buat kakak, tapi kata a Jepri gausah."

Pletak!

"Yaiyalah! Lo kira dengan lo taro bungkus cilok di atas makamnya Zidan, ciloknya bakal abis hah!? Lo nggak mau makam Zidan jadi bau makanan basi kan!?"

Bibir Sasa mengerucut, Sasa mengusap belakang kepalanya yang dipukul oleh Jepri. Sakit tauu. "Yaudah sii gausah mukul, kata Mama mukul sodara sendiri itu dosa!"

Jepri mencibir. "Dasar anak emak."

"Gue kan nggak suka boong kayak lo! Tampang doang alim, tapi masuk Viuskow nggak bilang-bilang."

Infiblity || NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang