8|Akhirnya Terungkap

98 13 0
                                    

Kuharap ga ada yang bosen
Sama cerita ini

☄☄☄

Dimas menatap ke atas, ia mengadahkan kedua tangannya sambil tak henti-hentinya mengucapkan doa untuk keselamatan kedua orang yang ia sayang. Setelah ia tahu kalau Jantung sang Bunda cocok dengan Zidan dan akan dioperasi sekarang juga, Dimas segera menuju mushola.

Ia tak tahu harus bagaimana lagi, otaknya buntu untuk sekarang. Sesuai dengan janjinya, ia tak bisa memberi tahu Viell dan Papahnya saat ini. Tapi kalau Viell bertanya tentang kematian Bunda, apa yang harus ia jawab?

Handphonenya bergetar menandakan panggilan masuk dari seseorang, Dimas meraih Handphonenya dan mengangkat panggilan itu.

"Halo gar?"

"Mas, lampu ruangan operasi udah ganti warna. Lo cepetan kesini, kayaknya dokter bentar lagi kelu—

Tuuutttt-

Tanpa menunggu lagi, Dimas mematikan telfon secara sepihak. Ia segera keluar dari mushola dan memakai sepatunya, ia berlari tergesa-gesa menuju ruang operasi.

Dari kejauhan, Tegar bisa melihat sosok yang tengah berlari. Dimas berdiri di depannya dengan nafas yang masih berderu.

"Dokter udah keluar gar?"

Tegar menggeleng, tepat pada saat itu. Dokter keluar dari ruangan. Dimas segera menghampiri Dokter itu.

"Dok, gimana keadaan Adek saya? Dan bunda saya, apa operasi ini berhasil?"

Dokter itu tersenyum tipis. "Operasinya berjalan dengan lancar, Pasien bernama Zidan dapat diselamatkan. Sekarang, pasien dan pendonor masih ada di dalam. Saya permisi." Dokter itu pun melenggang pergi dari sana.

Dimas masuk ke dalam, dua tubuh yang ia sayangi terbaring di dalam. Bundanya benar, takdirnya hanya sampai hari ini saja. Dimas harus menerima takdir yang ada, namun hatinya berkata lain.

Seorang suster mendekatinya. "Dengan keluarga pasien?"

"Iya sus."

"Pendonor menitipkan surat ini sebelum operasi." Suster itu memberikan tiga buah surat, untuknya, Zidan dan Viell.

"Makasih sus."

"Saya permisi."

Dimas membuka surat yang dituju untuk dirinya.

Untuk
Anakku Dimas

    Bang, abang jangan ngerasa nyesel. Bunda baik-baik aja sayang. Seperti yang bunda bilang, ikuti permainan takdir, tapi kalau kamu merasa takdir sudah keterlaluan, kamu bisa bersujud sama Allah. Dia selalu mendengarkan semua keluh kesah hambanya, jangan salahin takdir karena kepergian bunda nak. Apalagi sampai bilang bahwa hidup ini gak adil, Allah itu maha adil. Allah gak mungkin memberi ujian melebihi batas kemampuan hambanya.

Jaga baik-baik adik-adik mu ya bang, bunda akan hidup lewat Zidan.

Bunda pamit ya.

Tertanda

Bunda.

Dimas menahan tangisannya ketika membaca surat terakhir yang ditulis bunda. Dimas menaruh surat itu di kantongnya, dia berjalan ke tengah-tengah Zidan dan sang Bunda. Dia merogoh saku celananya, diambilnya ponsel hitam miliknya. Ia menekan sebuah nomor lalu ia menempelkan benda pipih itu ke telinganya.

Infiblity || NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang