Ternyata Selama ini...

10 3 3
                                    

#Prev

Sambil berjalan mengikuti Zoudan, aku pun memperhatikan tempat tersebut. Tempat itu sangat sepi, hanya ada pohon-pohon besar dikiri dan kanan kami dengan sesekali terlihat burung berwarna hitam berukuran kecil mungkin sekecil kepalan tanganku berterbangan anggun melewati pohon-pohon besar yang diam membeku. Jalanan berbatu dengan tanah merah membuat Aku pun menjadi agak takut dan berpikiran yang tidak-tidak.

Aku pun tidak bisa lagi menahan pertanyaan yang ada dalam benakku. Dari belakang Zoudan, Aku pun berteriak.

"Sebenernya kamu mau bawa aku kemana sih? Ini dimana? Dan... Zoudan.. Jawab aku ZOUDAN!" Aku pun sedikit membentak dan menjauh dari Zoudan.



Afraid by Seouranim

Zoudan masih memimpin jalan di depan tanpa bergeming sedikitpun, malah sama sekali tidak menghiraukan aku sedikit pun. Cuaca yang semakin buruk membuat suasana menjadi lebih menakutkan. Dari kejauhan terlihat ada dua gundukan tanah saling berdampingan dilapisi batu marmer bewarna hitam. Berdiri tegak batu kotak dengan ukiran diujung sudut setinggi lutut berwarna putih dengan tulisan berwarna emas berkilau dari kejauhan. Aku pun mempercepat langkahku, sambil mengerutkan dahi pertanda rasa penasaranku dan sepertinya aku bisa menebak apa yang ada di depan sana.

"Iiii... Ituuu. Kuburan siapa?" Tanya ku benar-benar semakin penasaran dan pikiran ku tertulis sebuah nama.

"Jangan-jangan kub...uurr.." Pikiran ku berhenti seketika.

"Pah... Kak.. Aku datang ". Zoudan menyapa kedua gundukan tanah yang berdampingan itu dengan sambil menahan air mata, namun sayangnya air matanya sudah tidak bisa terbendung lagi.

Ternyata ini tempat peristirahatan terakhir Papah dan Kakaknya Zoudan. Aku pun mendekati Zoudan, dan berdiri di samping Zoudan dengan perasaan yang sangat tidak karuan. Aku hanya bisa memandangi kuburan itu dengan perasaan bersalah. Air mataku tidak terasa sudah mengalir dengan deras. setelah beberapa saat kami pun duduk disamping kuburan tersebut.

"Pah, Kak, maaf aku udah lama gak nengokin Papah sama Kakak." Tangis Zoudan semakin lirih. Jantungnya berdetak dengan cepat. Bukan, bukan karena iya bahagia, tapi ia merasakan sakit yang paling sakit. Hingga tangisnya pun tidak terdengar, hanya air mata yang semakin deras mengalir di pipinya.

"Udah Daaaan.. Udaaah... Kamu harus ikhlas". Aku mencoba menenangkan Zoudan dengan menepuk pundak Zoudan dengan lembut. Aku pun mencoba untuk berhenti menangis agar Zoudan tidak semakin bersedih.

"Susaaaah Raaa... Susaaaaah..." Zoudan menjawab dengan suara yang hampir tidak terdengar sambil memegang dadanya yang mulai sedikit sakit.

Tidak lama Ponsel ku berbunyi. Aku pun terkejut dan ia hanya memandangi layar ponsel. Aku ragu untuk menjawab panggilan telepon itu karena situasinya sangat tidak tepat.

"Siapa?" Tanya Zoudan sambil melihat layar ponsel ku.

"Eng.. inii.. Anu.. Romi telepon". Jawabku dengan sedikit ragu.

"Oh.. Angkat aja, Kalau kamu mau pulang silahkan. Minta jemput sama Romi sekalian, aku masih mau disini". Zoudan menjawab dengan nada yang sangat kesal, lebih tepatnya ia benar-benar kecewa saat itu.

Terlihat Zoudan semakin tidak karuan. Keadaannya memang kurang baik setelah kepergian kakaknya. Aku melihat Zoudan memegang dadanya seperti sedang merasa kesakitan, nafasnya sudah tidak beraturan, dia memegangi kepalanya juga. Aku terkejut melihat Zoudan seperti itu.

"Kok kamu ngomongnya gitu sih?" Aku sedikit menaikan nada bicaraku, tidak seperti biasa. Seharian ini hati ku dibuat tak karuan oleh sikap Zoudan. Dan aku baru melihat Zoudan begitu merasa kesakitan dan tersiksa.

AFRAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang