"Dor, bantuin gue dong."
Iva sudah menekuk kedua alisnya manakala Jeno dengan entengnya melempar tumpukan lampiran kertas padanya.
"Apanih?" Tanyanya, Jeno mematikkan api dan menyulut batang rokoknya. "Idih, laprak lo kenapa gue yang ngerjain?" Protes gadis itu.
Jeno membuang asap rokoknya, "siapa yang minta lo ngerjain? Gue minta tolong bantuin." Katanya.
Iva mendelikkan mata, "ya, iya. Mana yang perlu gue bantu?" Katanya, membuat Jeno bangkit dari tempatnya dan menunjukkan saru barisan paragraf.
"Bahasa gue acak-acakan, tolong rapihin aja." Ujar lelaki itu, Iva mengangguk dengan cepat mencoret beberapa kata dan menulis sesuatu diatasnya.
"Malam ini lo jemput Sakha kan?"
"Iya," kata lelaki itu dengan kepulan asapnya.
Iva mengangguk kecil, "gue penasaran." Ujar gadis itu, "Sakha selama di Edinburgh ngapain aja?"
"Sama, gue juga penasaran." Sungut cowok di sampingnya. Iva sedikit menatap lelaki itu sebelum kembali membaca laporan milik Jeno.
Ada satu nama yang tak asing baginya, dengan cepat gadis itu menoleh kearah Jeno. "Ini tugas akhir lo?" Yang dijawab anggukan Jeno.
Iva kembali membaca tiap halaman, "Renjun itu...." katanya terjeda. "Temen lo kan?" Ada nada tak percaya yang membuat Iva membulatkan kedua matanya.
Jeno menatap gadis itu dengan kepulan asap terakhirnya, "gue belum bilang kah? Kaget amat lo."
Perempuan itu sontak menggelengkan kepalanya, "skizofrenia? For real?" Terlihat jelas raut terkejut dari wajah mungil sang gadis.
"Skizoafektif." Koreksi Jeno.
"That's a rare case!"
"Really?"
Sejenak Iva terdiam, "gue kira sakit yang lo maksud adalah sakit fisik umum." Katanya merujuk pada Renjun. "Kalo kasusnya begini, dia nggak ada harapan dong?"
Mata tajam Jeno mendelik menatap Iva. Sadar ucapannya salah, gadis itu hanya menunduk kembali membaca laporan Jeno. "Parkinson dan Dystonia," gumam gadis itu.
"Clear dari Dystonia enam bulan terakhir, gejala Parkinson berkurang hanya tremor."
Diam, Iva tiba-tiba terdiam seakan membeku membaca halaman itu. Seakan tak percaya, gadis itu kembali membuka lembaran baru dan membalikan halaman sebelumnya.
"Dia membaik?"
Hanya itu ucapan yang keluar dari mulut Iva. Jeno yang melihatnya hanya tersenyum tipis sebelum kembali mematikan puntung rokok miliknya.
Iva menggelengkan kepalanya, "di catatan lo dia kritis di gejala positif dan berakhir negatif, lalu mengakibatkan sindrom ekstrapiramidal hampir selama dua tahun. Dan sekarang enam bulan terakhir ini, dia membaik?" Wajah gadis itu kini sudah menatap Jeno dengan kedua pupilnya yang membesar.
Jeno melihat Iva benar-benar terkejut, lelaki itu akhirnya memutuskan tersenyum simpul, "keajaiban?" Katanya dengan candaan.
"Nggak mungkin!"
Jeno terkekeh, "kaget banget sih lo." Ucapnya membuat Iva semakin bersungut.
"Gimana gue nggak kaget, dia di diagnosis depresi di umur tujuh tahun, Skizofrenia di umur dua belas tahun, lalu bipolar di umur lima belas dan berakhir skizoafektif di umur tujuh belas. Dari pola gini bukannya jelas tahun ke tahunnya dia nggak akan sembuh?" Iva kembali melanjutkan, "dan di catatan lo, saat umur mendekati sembilan belas, dia nyampe di masa kritis halusinasi. Sekarang, gimana bisa dia membaik di umur dua puluh tiga?"

KAMU SEDANG MEMBACA
So Far Away
Fanfiction"Jika kita tidak tertulis dalam satu cerita. Mungkin dikertas lain kita tertulis dalam satu kisah." "Atau mungkin, sebenernya lo harus tulis sendiri cerita lo diatas kertas?" Sequel dari NOONA! Universe. -AU -Hurt -Nonbaku -Semi lokal -Bahasa Cover...