22. Love Triangle

263 61 17
                                        

Haechan menyuapkan satu sendok terakhir dari makanannya sebelum ia kembali melihat kedua orang yang ada di samping dan depannya ini.

Setelah ia kembali dari memesan makanan terakhir kali, ia hanya melihat Sakha dan Jaemin yang saling berdiam diri. Sedikit merasa aneh baginya, tapi mungkin kedua orang itu memang sudah membicarakan sesuatu hal. 

"Jadi, Teh Sakha bakal balik Bandung?" tanyanya mencoba memecahkan suasana. Jaemin menatapnya sekilas sebelum kembali pada makanannya.

Sakha tersenyum, "rencananya sih gitu, aku bakal jadi dosen ngajar Jaemin nih." ujarnya dengan candaan. Haechan ikut tertawa tapi tidak dengan Jaemin.

Melihat tingkah temannya yang diam, Haechan mencoba bergurau, "Jaemin mah diem mulu gara-gara baru diputusin tuh, Teh."

"Oh iya?"

Haechan mengangguk antusias mengiyakan ucapan Sakha, membuat gadis itu kembali bersuara, "gapapa, Jem. Putus emang sakit rasa-rasanya kaya ada yang ilang aja, tapi nanti terbiasa kok."

Mendengar jawaban Sakha, membuat Haechan menatap gadis itu seakan memahami ucapannya. Haechan pun hanya mengusak punggung temannya itu.

"Nah gapapa, Jem. Cewek mah bisa di cari, ya nggak teh?"

Tapi rupanya pertanyaan itu hanya membuat Sakha terdiam kikuk sebelum akhirnya mengangguk menyetujui ucapannya.

Aneh....

Hanya itu yang dapat Haechan rasakan.




-o-



"Gue mikir apa sih kemarin bilang begitu...."

Iva memukul kepalanya sendiri sembari berjalan di pelataran koridor apartemen malam itu.

Ia masih mengutuk dirinya sendiri bagaimana bisanya ia mengungkapkan perasaannya pada Lee Jeno begitu saja kemarin malam.

Lalu, bagaimana dengan reaksi Jeno? Tentu saja lelaki itu hanya mengucapkan kata maaf tanpa memberikan penjelasan lain.

Dan sekarang ia harus kembali bertemu Jeno di apartemennya karena acara sudah tinggal menghitung hari. Sungguh malu bukan?

Ia sampai di lantai dimana flat Jeno berada, namun sebelum ia mendekati pintu itu, ia melihat ada seseorang lelaki sedang berdiam di depan pintu flat Jeno. Seakan sedang menimbang-bimbang pikirannya sendiri.

Iva menatap lelaki itu sekilas, rambut tersemir agak kecokelatan dengan baju yang terkesan nerdy dilihat dari bagaimana ia menggunakan kemeja yang dilapisi lagi dengan sweater rajut berwarna biru langit. Oh, anak lelaki itupun menggunakan kacamata yang bisa Iva tebak minusnya pasti tinggi sekali, karena tebal kacanya begitu ketara terlihat.

Anak lelaki itu menghela napas, ia seakan sudah memutuskan pilihannya yaitu meninggalkan pintu flat Jeno, sebelum ia berakhir terkejut karena melihat Iva yang seakan seperti memergokinya.

Lelaki itu terlihat bingung, ia mencoba melihat nomor pintu dan kembali melihat Iva. Tau apa yang ada di pikiran lelaki itu, Iva bersuara. "Cari Jeno? Saya juga tamu."

Namun mendengar Iva berbicara pria itu justru menyuruh Iva diam, "ssuut, nanti kedengeran." dan dengan cepat ia membawa Iva sedikit menjauh dari pintu itu.

"Maaf saya sembarangan, tapi saya nggak mau ketauan." kata lelaki itu membuat Iva memakluminya.

Kini mereka berdua berada diujung koridor lain, yakin tidak akan terdengar siapapun terkhususnya oleh Jeno.

So Far Away Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang