Dear My Roses
Bening
Hai, apa kabar Bee? Pasti kamu sangat baik. Apa Bumi masih menganggumu? Aku akan memarahinya jika IYA.
"Dia masih menggangguku." Bening menjawabnya sendiri
Bee, aku masih memiliki 2 buah surat lagi untukmu. Aku harap setelah membaca surat terakhirku kamu bisa melupakanku.
"Apa benar kamu ingin aku melupakanmu?" Lirih Bening
Aku akan menceritakan beberapa hal yang seharusnya kamu ketahui sejak lama Bee.
Soal Bumi, Kamu ingat ketika dulu dia mendorongmu hingga terjatuh?
"Bagaimana aku bisa lupa? Itu meninggalkan bekas dilututku." Bening sedikit sebal kalau mengingat kejadian itu. Kemudian dia melanjutkan membacanya.
Sebenarnya coklat pasta itu dari Bumi, dia merasa sangat bersalah padamu. Tapi, karena kamu menghindarinya maka dia menyuruhku memberikan coklat pasta itu kepadamu.
Bening sedikit terkejut membaca kalimat itu.
Setiap kali kamu menangis karenanya dia akan menyuruhku memberikan coklat pasta itu. Jadi selama ini bukan aku yang memberimu coklat pasta. Maaf ya Bee..
"Benarkah apa yang kamu bilang?" Bening menghela nafasnya
Aku tidak bohong Bee, maafkan aku yang tidak bisa jujur dari dulu padamu.
Semoga harimu selalu indah Bee.
From me,
Langit.
Bening melipat surat itu kembali, kemudian memasukkan surat itu ke dalam kotak merah yang senada dengan amplop surat itu. Kemudian dia menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur dan menghela nafasnya panjang.
***
Pagi menjemput hari ini masih seperti kemarin ada sebuah mawar merah diatas mejanya. Bening mengambil mawar itu kemudian membuangnya kedalam tong sampah.
"Kenapa dibuang coba?" Tamara yang melihat adegan itu berlari kecil kearah Bening
Bening hanya melengos dan meninggalkan Tamara didepan kelas. Tamara mengikuti Bening dari belakang. Bening meletakan tasnya dimeja dengan muka yang ditekuk.
***
Dari kejauhan Bumi melihat Bening membuang mawar darinya. Ada perasaan sedih dari sikap Bening itu. Biasanya Bumi tidak pernah sekecewa ini. Tapi, hari ini dia sedikit kecewa.
***
"Ayo pulang." Tamara menarik tangan Bening
Bel pulang sekolah sudah berdenting dari tadi tapi, Bening masih saja meletakkan dagunya diatas meja.
"Aku males pulang Tam." Bening menoleh kearah Tamara dengan posisi kepala masih menempel dimeja.
"Bisa kita ngomong sebentar." suara itu membuat Bening mendongakkan kepalanya
"Hai, Bumi." Sapa Tamara ramah dan centil. Bening mencibir kelakuan Tamara
"Ngomong apa?" Tanya Bening malas
"Ikut aku." tanpa permisi Bumi menyeret tangan Bening
"Ok Hati-hati dijalan." ucap Tamara sambil melambaikan tangan
Selepas dari kelas Bumi masih menari paksa Bening. "Kita mau kemana sih?" Bening terus meronta
"Diem aja." Bening kini duduk dikursi penumpang mobil Bumi
Bumi memutar arah kemudian duduk dikursi kemudi. "Pakai selt beltnya." Kata Bumi karena Bening malah mematung. Karena tidak mendengarkan kata-kata Bumi, Bumi mencondongkan badannya untuk memakaikan selt belt
"Mau ngapain sih?" Bening mendorong badan Bumi ke belakang
Bumi menarik mundur badannya. "Pakai selt beltnya." Kata Bumi sedikit ketus
Bening ngedumel tidak karuan dan Bumi pura-pura tidak mendengarnya.
***
Mata Bening mengedar ke seluruh tempat ini. Hatinya terasa teriris melihat tempat ini. Dua tahun lalu ditempat ini Langit menyatakan cinta untuknya. Bumi berdiri disampingnya.
Ombak menderu-deru, angin menerpa wajah Bening, mengibarkan helaian rambut panjangnya.
"Kita pulang aja." Bening berbalik
"Kenapa?" Tanya Bumi
"Aku capek." Jawab Bening sekenanya. Bening berjalan menjauh dari Bumi
"Biarkan aku menjadi ombak yang selalu kembali kepada pantai."
Bening berhenti ditempat ketika Bumi mengatakan kalimatnya, kalimat yang sama yang pernah dikatakan oleh Langit dua tahun lalu.
Bening menatap Bumi, "Dari mana kamu--" Bening tidak melanjutkan kalimatnya.
"Aku yang nembak kamu waktu itu, bukan Langit." Bumi menatap tajam ke arah Bening
"Kamu bohong." Bening mundur beberapa langkah
"Aku minta maaf selama ini, membohongimu." Bumi maju selangkah mencoba memperpendek jarak diantara mereka
"STOP!" Teriak Bening, Langkah Bumi terhenti
"Langit demam waktu itu, tanpa sepengetahuan dia aku datang sesuai janjinya ke kamu ditempat ini." Bumi menghela nafas
Bening menyimak kalimat Bumi
"Aku kira kamu bisa bedain aku sama Langit." Kata Bumi lagi
"Ternyata, Kamu enggak tahu kalo itu aku." Bumi maju selangkah lagi tapi Bening mundur selangkah juga.
"Aku terlalu pengecut buat bilang kalau aku adalah Bumi bukan Langit, aku terlalu takut akan penolakanmu, Bee."
Bening menutup telinganya. "Aku nggak mau denger lagi." Ada buliran air mata yang jatuh dipipi Bening
"Aku tidak bisa bersikap seperti Langit, aku hanya bisa menganggumu dari kecil." Kata Bumi kembali mendekat.
"Jangan mendekat, kalau kamu mendekat, aku akan lari." Ancam Bening
Kemudian Bening membalikkan badannya dan berlari.
Bumi ingin mengejarnya, tapi dia seperti tidak punya daya untuk mengejar Bening.
Bumi hanya dapat melihat punggung Bening yang berlari menjauhinya. Terselip penyesalan yang sangat dalam karena membuat Bening menangis.
Seperti itulah dari kecil, bedanya dulu ketika Bening menangis karena Bumi, ada Langit yang meminjamkan bahunya untuk Bening. Tapi, sekarang tidak ada lagi.
***
Bersambung...
Vote and comment yaa...
KAMU SEDANG MEMBACA
Mawar Terakhir
General FictionIni cerita Dipta yang kehilangan Ara dan Ocha yang putus asa Tentang Bening yang selalu memegang janjinya kepada Langit serta Bumi yang diam-diam melindungi Bening. Lalu, Archipelago yang punya dua kehidupan berbeda. Copyright ⓒ 2015 by MardianaDM