Mawar Terakhir - Bagian 2

794 39 4
                                    

Ocha memandangi sebuah foto laki-laki yang terselip dinotenya. Kemudian dia membalik foto itu dibelakangnya ada sebuah tulisan Jaga dia untukku. Ingatannya kembali pada masa itu.

[Flashback]

[Ocha POV]

Sudah lebih dari dua minggu duniaku terasa gelap. Hidupku terasa sangat menyedihkan sekarang. Aku ingat kecelakaan itu berhasil merusak kornea mataku. Duniaku seakan runtuh seketika.

Bagaimana aku akan menjalani hidupku? Aku ini photographer, jika aku tidak bisa melihat lagi, apa yang harus aku lakukan?

Sebuah tangan menepuk bahuku. "Siapa?" tanyaku

"Aku Ara." Suara itu terdengar sangat menyenangkan

"Aku Ocha." Dia meraih tanganku dan menjabatkan tangannya ke tanganku. Kemudian aku merasakan dia duduk disebelahku.

"Apa, kamu mau jalan-jalan?" tawarnya padaku

Aku terdiam sejenak kemudian menunduk. "Untuk apa? Bahkan aku tidak bisa melihat apapun sekarang. Duniaku gelap." Ucapku dengan nada putus asa

"Aku akan menjadi matamu." Tanpa aba-aba dia menarik tanganku, dia menggandeng tanganku dan mengarahkanku.

"Apa kamu pasien juga?" tanyaku padanya

"Iya, aku pasien juga. Pasien jantung." Tak ada nada sedih dari kalimatnya, yang aku tahu dia adalah gadis tegar, itu terdengar dari kata-katanya.

"Kamu tegar ternyata." Dia terdengar sedikit tertawa

"Sejak kecil aku memang sudah kelainan jantung, Aku udah capek buat nangis lagi, Aku ingin orang yang ada disekitarku tidak mengkhawatirkanku. Kalau wajahku terlihat murung pasti semua akan mengkhawatikanku." Benar-benar tidak ada nada kesedihan disana.

"Ayo duduk." Dia menuntunku untuk duduk. "Kita lagi ditaman rumah sakit, cha." Aku merasakan Ara duduk disampingku.

"Berapa lama kamu disini?" tanyaku padanya

"Hampir satu bulan." Jawabnya ringan

"Apa kamu pernah merasa putus asa?" tanyaku lagi padanya

Dia menghela nafas sesaat. "Tentu saja pernah." Jawabnya. "Aku sangat menyukai Marathon tapi, aku tidak pernah sekalipun melakukannya. Setiap hari dijam pelajaran olahraga aku hanya memakai seragam olahraga tanpa mengikuti pelajarannya dan hanya duduk dipinggiran lapangan sambil melihat teman-temanku berlarian dilapangan." Ceritanya. "Aku sangat iri pada mereka." Lanjutnya

"Kenapa Marathon yang kamu suka?" tanyaku lagi

"Karena aku ingin berlari dengan cepat, berkeringat banyak dan bisa merasakan bahagia saat mencapai garis finish." Jelasnya "Dan aku ingin merasakan jantungku berdetak cepat saat berlari."

"Bagaimana caramu mengatasi keinginan itu?"

"Jangan tertawa saat aku beri tahu." Aku menganggukan kepalaku "Aku memejamkan mataku dan membayangkan sedang berlari." Ucapnya pelan

Aku tersenyum mendengarnya, ada semilir angin yang seperti lewat didalam hatiku mendengar cerita dari Ara.

"Tapi,Apa yang bisa aku lakukan dengan duniaku yang gelap ini?" tanyaku dengan nada putus asa

"Banyak." Katanya. "Kamu bisa bernafas, bernyanyi, makan es krim dan banyak lagi." Lanjutnya penuh keceriaan

Aku tertawa mendengarnya kemudian aku membenarkan apa yang Ara katakan. Aku bisa bernafas, bernyanyi, makan es krim seperti yang Ara katakan.
Lalu, sore itu Ara menceritakan banyak hal termasuk situasi yang terjadi ditaman. Dia bercerita tentang anak kecil yang sedang makan burger,kakek yang mendorong kursi roda cucunya karena kaki si cucu yang di gips dan bercerita tentang seseorang yang dia panggil Dipta.

[Flashback End]

***

Dipta terdiam dikursi santainya, menerawang jauh entah kemana. Beberapa kali dia menghela nafasnya, mengetuk-ngetukan jari telunjuknya dikursi. Aktifitasnya terhenti ketika seseorang mengetuk pintu kamarnya.

"Ta, ini bang Yossi." Dipta beranjak dari duduknya dan membuka pintu, terlihat bang Yossi berdiri dengan sebuah kopi yang masih mengepulkan uap panas.

"Masuk bang." Dipta membuka pintu kamarnya lebar

"Enggak, ini buat nenangin hati sama pikiranmu." Bang Yossi memberikan kopi itu pada Dipta.

"Makasih ya bang." Bang Yossi mengangguk sambil tersenyum
Dipta menutup pintu kamarnya selepas bang Yossi meninggalkannya, dia kembali duduk dikursi santainya sambil menghirup aroma kopi ginger yang bang Yossi bawakan.

"Jangan terlalu banyak minum kopi, lambungmu bisa sakit lagi."
Dipta menghentikan meminum kopinya, meletakkan dimeja yang berada disebelah kursinya. Lalu, memandangi wajah gadis yang ada didepannya itu, gadis bergaun putih yang melipat tangannya dan bersandar didinding. Itu Ara

"Iya, nggak banyak kok." Dipta beranjak dan berdiri didepan gadis itu, menyejajarkan wajahnya dengan wajah gadis yang sedang menatapnya sambil mengerucutkan bibirnya.

"Lupakan aku, hiduplah dengan pola yang sehat." Ara memegang pipi Dipta dengan kedua tangannya

Dipta memandangi manik mata Ara, lambat laun bayangannya menghilang. Dipta menatap bingkai foto Ara yang ada didinding kamarnya dengan sedih.

***

Suara lonceng terdengar ketika Ocha membuka pintu ART cafe, suara teriakan selamat datang dari waitre terdengar menyapanya. Ocha tersenyum dan mencari tempat duduk yang masih kosong. Ocha memilih duduk dikursi pojok dekat jendela.

Seorang waitre menghampirinya dengan membawa note kecil dan bolpoin. Dia menanyakan apa yang akan dipesan Ocha.

"Hot chocolate sama Chesee cake." Ucap Ocha, kemudian waitre itu mencatatnya dalam note

"Ada lagi?" setelah mengulangi pesanan Ocha, waitre itu memastikan apa ada yang ingin dipesan Ocha lagi. Ocha menggeleng dan berkata tidak ada yang dia pesan lagi.

Waitre itu meminta Ocha untuk menunggu kemudian berlalu meninggalkannya. Dari kejauhan Dipta yang baru saja turun dari sepedanya menangkap sosok Ocha yang duduk didekat jendela.

Dipta merasa pernah bertemu dengannya. Dipta masuk kedalam cafe dan beberapa karyawan yang melihatnya memberi hormat dan salam yang dibalas senyuman oleh Dipta.

"Ini meja nomor berapa?" tanya Dipta ketika salah seorang pegawainya membawa nampan yang berisi hot chocolate dan chesee cake pesanan Ocha tadi.

"Meja nomor tujuh, Bos." Ucap pegawainya sambil melihat kearah Ocha yang sedang duduk

"Biar saya yang antar." Dipta meraih nampan itu dari tangan waitrenya.
Dipta berjalan menuju meja nomor tujuh yang waitrenya sebutkan tadi.

"Ini pesanannya, satu hot chocolate dan satu chesee cake." Suara Dipta membuat Ocha yang dari tadi memandangi jalanan beralih padanya.

"Iya, Terima--." Kalimat Ocha terputus ketika melihat Dipta didepannya

Dipta mengerutkan dahinya. "Apa kita pernah bertemu?" tanya Dipta pada Ocha yang masih memandanginya. Ada perasaan aneh yang menyusup dihati Dipta. Mata itu terasa tidak asing baginya.

Ocha mengatasi kegugupannya. "Apa kamu merasa pernah bertemu denganku?" Ocha berbalik bertanya pada Dipta
"Sepertinya, tapi entah dimana, aku tidak ingat." Kata Dipta. "Kalau begitu selamat menikmati dan silahkan panggil waitre kalau ada tambahan atau memerlukan sesuatu." Ucap Dipta kemudian meninggalkan Ocha.

Ocha memandangi punggung Dipta yang berjalan menjauh darinya. Jantungnya entah mengapa berdebar cukup kencang. Dia sampai memegangi dadanya.

"Dia orangnya." Gumam Ocha dalam hati. "Dia, Dipta." Lagi-lagi dia bergumam dalam hati.

***

Bersambung..

Mawar TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang