"Kamu hanya perlu satu kalimat dan sepuluh detik untuk menyakitiku, Nabastala."
-oOo-
"Hah," aku menghela nafas panjang untuk kesekian kalinya dalam satu menit terakhir."Kamu lagi mikirin apa, Sayang?" Tala bertanya.
Nabastala sedang dalam mode manja. Dia tidur santai dengan menggunakan pahaku sebagai alas kepalanya. Kami sedang menonton film karena baik Tala mau pun aku enggan tidur. Tapi, tidak ada satu pun dari kami yang memperhatikan tiap adegan yang berputar. Tala justru memosisikan diri membelakangi layar, kepalanya menghadap perutku, menciumnya beberapa kali―katanya perutku mirip squishy jadi dia gemas. Hah, ucapannya itu secara tidak langsung menyatakan jika aku mulai gendut―bergelambir. Namun, aku mengabaikan sindirannya, justru sibuk dengan pikiranku sendiri.
Serebrumku masih memutar jawaban Jasper tadi siang. Berulang kali aku mencoba berhenti berpikir soal Jasper, dalam jumlah yang sama percakapan kami tadi siang―kembali masuk menginterupsi.
"Sebenarnya hadiah ini dari Tuan Muda, tapi beliau terlalu malu untuk memberikannya langsung," kata Jasper.
Jasper memilih menekankan siapa yang memesankan kalung itu daripada menjawab pertanyaan konyolku. Aku mengajukan tanya soal siapa Jasper sebenarnya. Pertanyaan bodoh. Jasper itu Jasper, memangnya dia bisa menjadi siapa lagi? Spiderman? Doraemon? Kepompong? Kecebong?
Meskipun aku sendiri mengakui kebodohanku dan memaklumi Jasper untuk tidak menggubrisku ... aku tetap terbayang-bayang. Bagaimana jika Jasper merahasiakan sesuatu tentang dirinya?
Aku selalu meyakini sesuatu sesuai dengan yang ingin kuyakini. Aku tidak ingin Jasper menjadi siapa pun yang asing bagiku, jadi aku berusaha menelan dengan baik pernyataannya. Padahal, hal yang paling aku benci adalah berperan sebagai orang bodoh yang linglung. Aku justru bertingkah begitu tanpa kusadari.
Oke, aku ingin mengurai semuanya agar dapat menjadi fakta yang tak terlalu mengejutkan bagiku. Aku menanamkan dalam pikiran apabila Jasper hanya penjagaku, dia tidak mempunyai wewenang lebih dari itu. Kesimpulannya, aku memberi perintah kepada pikiranku untuk meyakini, pasti Tala yang sudah membelikan kalung mahal dan langka ini.
Setelah aku konfirmasi kepada Tala, suamiku mengaku jika dia yang mendesain dan memesan secara khusus. Sungguh hal yang jarang terjadi. Tala itu orang kaku yang hidupnya tegak lurus. Dia bukan tipe laki-laki romantis yang rela memikirkan desain kalung untuk wanitanya. Apalagi, tulisan dan gambar Tala jelek. Jangankan mendesain kalung cantik, dia gambar telur ayam aja bisa keliru bentuknya jadi telur dinosaurus.
"Apa kamu masih gak percaya kalungnya dari Mas Tala?" Tala mengoceh. Dia bangkit dari sofa kemudian menuju ranjang, memilih berbaring di sana―menjauh dariku.
"Soalnya Mas Tala gak punya jiwa estetik. Mana mungkin ngasih aku kalung cantik begini?" Aku menyusulnya. Lebih tepatnya, aku menindih Tala yang tidur terlentang. Aku melihat ekspresinya dari dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Husband!
Mystery / ThrillerDaripada dijodohkan dengan a crazy rich grandpa, Lizzy lebih memilih menikah dengan temannya yang dia cap sebagai penyuka sesama jenis. Lizzy sih tidak masalah, toh mereka menikah dengan menjunjung tinggi win-win solutions. Tidak ada yang rugi, Liz...