25. Yang Hilang Bersama Angin Musim Hujan

4.1K 451 314
                                    

WARNING +21

“Kali pertama. Manusia di dunia ini pernah mengalami kali pertama. Pertama membenci dan pertama mencintai. Pertamaku membenci adalah kamu. Lalu, pertama mencintaiku juga kamu. Patah hati pertamaku ialah kamu. Yang menyembuhkan patahnya, sayangnya juga kamu.”

-oOo-


Hal yang paling aku suka waktu pagi adalah melihat Tala tidur di sampingku. Aku membuka mata dengan senang hati sebab pemandangan Tala yang sedang pulas menjadikan awal hariku cerah. Wajah Tala yang selalu berkilau, memberikan efek luar biasa seperti dada berdebar kencang, darah berdesir, dan ... tentu saja aku jadi ingin menyentuh matanya, hidungnya, pipinya serta bibirnya.

Aku merealisasikan fantasiku mengenai Tala. Jari-jariku sudah bermain-main di pipinya, mencolek Tala dengan hati-hati. Aku tertawa kecil saat alis-alis Tala bertaut. Mungkin, dia terganggu oleh gerakanku. Justru itu tujuanku. Kegiatan lain selepas kami bangun tidur, jauh lebih menyenangkan.

“Mmmh, Sayang,” suara serak Tala beralun bersamaan matanya yang terbuka. Dia membenarkan posisi tubuhnya agar kami bisa berhadapan. Gerakan Tala membuat selimut yang tadi menutupi dirinya turun ke bawah.

Aku bisa melihat Tala yang bertelanjang dada. Mataku ini memang super dimanjakan setiap pagi. “Selamat pagi,” bisikku di telinga Tala.

Tala tersenyum mendengar suaraku yang jelas bermaksud menggodanya. Tala tidak berniat menjawab, dia menarik pinggangku. Pria penuh kejutan ini, menautkan bibir kami.

Seperti yang sudah bisa ditebak, pikiranku jadi linglung saat Tala mulai mengecupku. Aku membiarkannya mengangkat tubuhku begitu saja, hingga aku berada di atasnya. Kemeja putih milik Tala sebagai satu-satunya pakaianku sudah lepas, tangan Tala bergerak membelai kakiku naik dan semakin naik. Dia menemukan apa yang dicarinya, membiarkan satu jarinya ke dalam lalu berlanjut yang kedua dan tiga.

“Mmmh,” giliran suaraku yang mengeluarkan erangan. “Nabastala,” aku menyebutkan namanya saat Tala membuatku orgasme hanya dengan tangan dan bibirnya.

Tala tersenyum menatapku. “Ride me,” katanya lebih seperti perintah.

Aku yang sedari tadi merasakan bagian bawah Tala yang menegang pun semakin berdesir. Kami baru melakukannya semalam dan sekarang lagi?

Aku masih berpikir saat Tala lebih cepat bergerak. Dia mengangkat pinggangku, membantuku untuk menyatukan tubuh kami dengan tergesa.

Ahhh,” aku merajuk karena merasa sangat penuh. Aku bisa melihat Tala memejamkan mata, ada gairah dalam parasnya.

Move, baby.”

Aku mengumpulkan setiap energiku yang tersisa. Mengangkat pinggulku, hingga melepaskan penyatuan kami lalu kembali membuat Tala ada dalam diriku. Aku mengulanginya lagi, lagi, dan lagi. Gerakan pelan yang menyiksa sengaja aku lakukan. Tala akan jauh berbeda ketika semua berjalan lambat. Dia yang selama ini berusaha menahan keinginannya akan diriku jadi lebih terbuka jika ritmeku tidak sesuai pintanya.

“Jangan main-main, Felicia.”

Tala mengerang beberapa kali. Tangannya sudah berada di dadaku, bibirnya mencium leherku lalu meninggalkan beberapa jejak kepemilikan di sana. Suaraku sudah serak karena semalam, tiba-tiba bisa menjadi lebih lantang lagi.

Oh My Husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang