6.Masih Tentang Rasa

16 0 0
                                    

"Pernahkah terlintas di benakmu, bagaimana sebenarnya yang kamu rasakan? Kenapa, masih tersisa rasa rindu untuk dia?
Bahkan, dia tidak pernah perduli pada apa yang aku rasakan. Mengapa segala sesuatu tentang rasa selalu rumit?!"

Mata yang menatap semakin dalam, seakan mencari celah untuk mengetahui apa yang sedang dirasakan sang pemilik mata indah yang kini binarnya telah hilang.

"Ra ... kamu gak bisa maafin aku?" lirih Danial.
Syafira melepaskan cekalan pada lengannya, iapun melangkah pergi tanpa sepatah kata yang terucap.

"Syafira !!"
Syafira menghentikan langkah dan membalikan tubuhnya untuk menghadap Danial.
"Danial, aku udah maafin kamu. jadi kumohon, bersikaplah seakan kita tidak pernah mengenal satu sama lain!" timpal syafira.

"Tapi kenapa ra, kenapa aku harus bersikap seakan kamu gak pernah menjadi sebagian dari hidup aku?"

"Karena ... kalo aku lihat kamu, semua luka itu kembali terasa. sakitnya di khianati oleh orang terdekat, sahabat yang aku sayangi bahkan hal itu hampir mencelakai aku! Bisakah kamu pergi dan tak pernah muncul lagi? Lakukanlah perlahan agar kamu terbiasa!" lirih syafira dengan mata yang berkaca-kaca. Danial perlahan melangkah mendekati Syafira.

"Tak perlu merasa bersalah, aku udah maafin kamu jadi, tolong penuhi permintaan ku Danial."
Danial menghentikan langkahnya, Syafira sudah tak kuasa menahan tangisnya. Iapun berbalik dan bergegas pergi namun, "Bruk" tiba-tiba Syafira jatuh pingsan.
Danial panik dan langsung menggendong Syafira menuju Rumah Sakit terdekat.

"Ra ... kamu harus bertahan! Segitu berpengaruhnya kejadian itu di kehidupan kamu, maafin aku, Ra!" sesal danial sembari mendekap Syafira.

Sesampainya di rumah sakit
Syafira langsung dibawa oleh para perawat keruang UGD

"Maaf mas bisa isi data dulu sebagai wali?"tanya seorang perawat.

Danial mengangguk dan mengisi formulir.
Dia menunggu dengan gelisah. Kakinya gemetar, keringat bercucuran dari keningnya.
Satu jam telah berlalu, akhirnya dokter pun keluar dari ruangan.
"keluarga pasien atas nama Syafira?" Panggil dokter.
Danial segera menghampiri sang dokter.
"Mari ikut keruangan saya"ucap dokter. Dengan penuh rasa khawatir Danial mengikuti langkah dokter menuju ruangannya.

"Bagaimana keadaan syafira dok?" tanya Danial gelisah.

"Sepertinya dia memiliki trauma yang sangat mendalam. Sehingga jika ia mengingatnya akan membuatnya jatuh pingsan atau merasa sesak nafas dan sakit kepala. Apa syafira pernah mengalami suatu hal yang membuat nya syok berat?"

"Sepertinya pernah Dok."

"Tolong diusahakan, jangan biarkan dia banyak fikiran dan jangan buat ia teringat akan hal yang membuatnya trauma apapun itu." ucapan dokter membuat Danial merasa tertampar dengan penyesalan. Ia paham betul apa yang Syafira rasakan. Karena semua itu berhubungan dengan dirinya.
Danial melangkah ngontai keluar dari ruangan Dokter.
Ia duduk di kursi tunggu dekat pintu, sembari sesekali melihat kedalam ruangan.

"Permisi Mas mau masuk? Tapi, nona Syafira masih tertidur." ucap suster saat melihat Danial yang hanya terdiam dan menatap syafira dari kejauhan. perlahan Danial memberanikan diri melangkahkan kakinya mendekati syafira, lengan nya menyentuh wajah cantik syafira dengan ragu.
"Ra seandainya kehadiran aku emang bikin kamu sakit dan bikin kondisi kamu makin drop, oke aku kan pergi dari kehidupan kamu, bersikap seolah tak pernah mengenal mu. Maafkan aku yang egois tidak mengerti dirimu yang menahan sakit." Danial merapihkan rambut syafira yang menghalangi wajahnya.
"Maaf ra maafin aku ... hiks tapi aku gak bisa lakuin itu! Setelah 2 tahun aku kehilangan kamu, setelah 2 tahun aku menanti tapi aku harus bersikap seakan tak melihatmu? aku gak bisa ra!" lirih Danial mengenggam erat jemari syafira.
Tiba tiba kerah bajunya ditarik, sreet brugh "arrgh" ringis danial yang di seret paksa kemudian dihempaskan punggungnya menghantam tembok.

"Mau apa lagi sih lo!lo bikin syafira sakit yang ke dua kalinya bugh"ucap diki dengan nafas yang tersengal sengal dan melayangkan tinjunya berkali kali.
"Bugh bugh bugh." Danial hanya terdiam sembari tersenyum Diki menarik kerah baju danial kasar
"Jauhin syafira! jangan harap lo bisa deket lagi sama syafira, setelah apa yang lo lakuin bangsat!" teriak diki dan melepaskan cengkramannya. Danial melirik Syafira yang perlahan membuka matanya dengan air mata yang mengalir dari sudut matanya, pandangan mereka beradu namun syafira langsung mengalihkan pandangannya. Suster pun datang setelah mendengar keributan.
Danial bangkit dan merapihkan pakaiannya, darah segar mengalir dari ujung bibirnya dan luka lebam yang memenuhi wajahnya.
Danial berjalan perlahan menjauh dari ruangan syafira, sementara Diki langsung memasuki ruangan syafira setelah melihatnya sadar.

"Mas .. mas danial"panggil seorang perawat setengah berlari menghampirinya.

"Anda harus mengobati luka anda." ucap perawat tersebut sembari memberikan obat merah plester dan sebuah saputangan.

"Boleh minta bantuan?" perawat itu mengangguk merekapun duduk disalah satu kursi taman rumah sakit.

"Terimakasih sebelumnya ... sshhh," ringis danial perih.
"Ngomong-ngomong mbak tau nama saya darimana?"
"Terus saputangan ini mbak dapet darimana?" sambung Danial.
"Sebenarnya, saya disuruh sama pasien yang tadi mas antarkan."ucap perawat tersebut.

"Syafira?" ucap Danial tak percaya perawat tersebut mengangguk mantap.
"Sebenarnya, trauma seperti itu memang sulit untuk di control. Apalagi jika bertemu dengan orang yang bersangkutan namun disisi lain syafira sangat perduli terhadap anda."ucap perawat tersebut membuat Danial bingung.
"Saya adalah perawat pribadi syafira sejak 2 tahun yang lalu, saat nona Syafira pingsan Bu Dina langsung menelpon saya." jelas perawat Danial hanya terdiam
"Nona juga tak ingin seperti ini, namun tolong bersabarlah dan pergilah perlahan cari kebahagiaan hidup anda sendiri biarkan nona menjalani hari-harinya," sambungnya.
"Baiklah aku akan pergi dari hidupnya namun tak sepenuhnya pergi." ucap Danial tersenyum tipis.
"Saya tau anda karena saat nona dirawat, saya sempat melihat ponselnya karena berdering terus. Maaf mungkin saya lancang sebernanya bisa saja non syafira sembuh dari trauma asalkan hal yang bersangkutan itu tak mengingatkan padanya akan luka yang telah berlalu, saya sudah terlalu lama diluar, kalo begitu saya permisi." pamit perawat tersebut dan pergi meninggalkam Danial. Ia hanya menatap kosong kedepan mencerna apa yang baru saja perawat itu sampaikan. Danial menatap kearah kamar yang di tempati Syafira, dengan perasaan yang campur aduk dan tak karuan.

"Tentang rasa yang membuatku gelisah."
"Tentang rasa yang bahagia namun diliputi dengan luka."
"Semua masih tentang rasa."

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang