Mari saling melupakan!{LAST}

5 0 0
                                    

aloha . . . . .

happy reading ;)

Setelah petemuan terakhirnya di taman kota dengan Syafira.
Danial tidak pernah melihatnya datang ke universitas, perpustakaan, cafe yang di sukainya. Syafira benar- benar menghilang.
Hingga tak terasa tahun tahun telah berganti. Esok adalah hari dimana Danial akan resmi mendapatkan gelar sarjananya.
Namun, dalam hati Danial selalu merindukan dan memikirkan Syafira. Seharusnya esok ia dan Syafira lulus bersama.

"Bagaimana keadaannya sekarang?"
"Apakah dia baik-baik saja?"
" Apakah dia hidup dengan tenang sekarang?"

Banyak pertanyaan yang selalu menghantui Danial.

"Danial," panggil mama.  beliau khawatir karena Danial akhir-akhir ini sering berdiam diri dan melamun. Sekarang Mama sudah tahu apa yang terjadi pada Danial dan Syafira. Mama pun kecewa dengan apa yang telah Danial lakukan.

"Apa ada masalah?" Danial terdiam, " tidak terasa, kamu sudah dewasa dan menyelesaikan pendidikanmu."

"Mah," Danial menggenggam jemari ibunya. " aku, ingin melajutkan pendidikanku di jerman."

Mama tersenyum tipis dan menghela nafas," kenapa harus ke Jerman? Apa kamu ingin mencari Ira?" Mama mengusap tangan Danial lembut.

Mama sangat mengerti bagaimana perasaan anaknya, penyesalan yang sangat mendalam tertanam di hatinya.

"Aku, gak menyangka kalo Ira benar benar pergi dan itu jadi pertemuan terakhir."

"Danial, itu bukan pertemuan terakhir kamu. Suatu saat nanti kamu akan kembali bertemu dengannya." ucap Mamah menenangkan.
Danial mengalihkan pandangannya menantap tenangnya air kolam renang di hadapannya. Mamah pun bangkit dan pergi meninggalkan Danial sendirian.

Tak terasa sang mentari telah tenggelam, berganti tugas dengan rembulan yang perlahan muncul dengan langit yang menggelap.

Setelah melaksanakan sholat berjamaah di mesjid. Danial berpas pasan dengan Rian.

"Nah, kebetulan mau ke rumah." Sapa Rian.
" Ada apa?" tanya Danial malas.
" Mau numpang makan hahahha,"
Danial hanya menghela nafas menanggapi candaan Rian.

"Lo kenapa sih, besok mau sarjana malah badmood gitu. Kayak cewek lagi PMS," goda Rian.

Sesampainya di rumah Danial, Rian menyapa kedua orang tua Danial dan mengekori Danial menuju balkon kamarnya.

"Gue dapat info soal Ira," perkataan Rian sontak membuat Danial menoleh dengan raut muka yang sangat serius.

Rian duduk berhadapan dengan Danial.

" Ada yang melihat Syafira, dia sudah balik dari Jerman." Rian menceritakan secara detail di mana dan kapan seseorang itu melihat Syafira. Danial benar-benar mendengarkan dengan khidmat.

Danial mengangguk paham. Ia berharap dalam hati akan bertemu dengan Syafira.

****
Keesokan harinya, di Aula tempat wisuda sudah mulai banyak orang. Danial mengedarkan pandangannya berharap menemukan sosok Syafira, karena  ia yakin Syafira akan datang menghadiri acara wisuda, karena mereka berada dalam kelas dan tingkatan yang sama.

Satu persatu nama para wisudawan  di panggil. Hingga tiba namanya dipanggil "Danial Multajam."  Dengan penuh rasa percaya diri dan tak hentinya bersyukur, Danial melangkahkan kakinya.

Danial begitu tampan dengan balutan jubah dan toga yang dikenakannya. Selama tahun yang telah berlalu, Danial menjadi sosok yang banyak dikagumi terutama oleh kaum hawa. Namun, Danial tidak pernah membuka hatinya untuk siapa pun.

" Danial, selamat ya. Sukses selalu!" ucap seorang wanita bernama Vivi. Ia adalah salah satu wanita idaman para pria di kampusnya. Danial hanya menanggapinya dengan senyum acuh tak acuh.
Hingga pandangannya tertuju pada seorang wanita yang berjalan dengan terburu buru menerobos kerumunan.
Danial bergegas dan berlari mengikuti wanita tersebut.

"Ke mana dia? Aku yakin dia adalah Ira!"

Danial menghela nafasnya berat dan duduk di salah satu kursi taman ia melepaskan toganya dan termenung sendirian mengabaikan panggilan masuk pada ponselnya yang berdering.

"Kenapa enggak di angkat? " Danial mengabaikan perkataan tersebut. ia hanya menatap kosong ke depan. 

" Kenapa kamu melakukan hal seperti ini pada dirimu sendiri?  jangan berpaku pada masa yang sudah berlalu. mari saling mengikhlaskan, biarkan semuanya menjadi cerita dan pengalaman bagi diri kita sendiri. Danial," mendengar hal tersebut Danial menoleh ternyata orang yang sedari tadi duduk di sampingnya adalah Ira. orang yang dia cari kenapa ia tidak menyadarinya dengan cepat.

"Syafira, kamu sejak kapan?" ucap Danial terbata-bata.

"Selamat atas gelarmu, jadilah versi terbaik untuk dirimu sendiri. urusanku sudah selesai di sini, aku pamit." ucap Syafira sembari bangkit dari duduknya dan melangkah pergi. Danial hanya berdiam beradu argumen dengan dirinya sendiri.

"tunggu!" pada akhirnya Danial berteriak menghentikan langkah Syafira. 

"Bagaimana kabarmu? ke mana aja kamu selama ini, aku merindukan mu sangat merindukanmu Syafira. " lirih Danial Syafira membalik  badannya menghadap Danial  dan tersenyum.

"Aku baik - baik saja, jangan khawatir. mari saling melepaskan dan tidak terikat dengan masa lalu. Jadi, sampai jumpa Danial," Syafira melambaikan tangannya pada Danial dengan senyum yang menawan. Syafira langsung balikan badannya air mata mengalir membasahi pipinya. Se-kian detik kemudian ia terisak dengan nafas yang tersengal sengal.

angin berhembus, membuat rambut Syafira menutupi wajahnya, tiba- tiba ada sepasang sepatu yang menghentikan langkahnya di depan Syafira.

jemarinya menggenggam tangan Syafira erat. ia tersenyum manis dan merapikan rambut Syafira.

" Mau jalan - jalan sebentar?" tanyanya. Syafira mengangguk dan tersenyum bahagia matanya berbinar.

Danial menghentikan langkahnya melihat Syafira yang telah kembali tersenyum dengan mata  yang berbinar tangannya yang di gandeng oleh seorang pria asing bagi Danial membuat dadanya terasa sesak. " ah, apakah ini yang kamu rasakan dulu saat aku bersama wanita lain."  

ingin rasanya berlari dan melepaskan genggaman lengan itu, menarik dirinya kedalam pelukanku. namun kaki ini diam membeku lidah pun ikut kelu. lagi pula, jika aku mengejarnya apa ia masih akan memberikan tempat untukku? ia yang sudah memutuskan untuk pergi dan melepaskan masa lalu yang mengikatnya. sementara aku, dengan bangganya menunggu ia dengan harapan akan bisa bersama dengannya. Dasar bodoh! seharusnya aku sadar dari awal aku hanyalah benalu yang membuatnya terluka. perkataan yang tadi ia ucapkan adalah perpisahan darinya.

 tidak ada perpisahan yang tidak melukai perasaan, semua pasti akan terluka jika sudah bertemu dengan perpisahan. maka dari itu, jangan biarkan dirimu menyesali sesuatu yang kamu anggap berharga dikemudian hari saat semua itu telah menghilang. 

Jadikan perpisahan dan segala yang telah kamu lalui menjadi pelajaran berharga dalam hidup, tetap jadilah versi terbaik pada dirimu. kita tidak bisa selalu menjadi yang sempurna namun kita bisa berusaha menjadi yang terbaik.

~MOVE ON~

-THE END-


Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang