4.a

590 107 14
                                    


Bagi Allura, tidak ada pengampunan untuk seorang pengkhianat. Apalagi orang yang mengkhianati The Killer. Tidak akan dia ampuni. Karena baginya, The Killer adalah segalanya.

Ini hari kedua Allura berada di markas besar The Killer. Dia sendiri yang memantau perkembangan anak dari Amera. Allura benar benar mencuci pikirannya dan membuatnya menjadi anggotanya. Dan Amera, masih tetap didalam sel.

Allura hanya memandang datar seorang anak lelaki umur 15 tahun didalam sebuah ruangan khusus. Amera bisa dibilang seumuran Allura. Mungkin lebih tua sedikit. Nikah muda. Allura tersenyum miring.

Terlihat dimonitor sebuah angka menunjukkan 67%. Proses pencucian otaknya belum sempurna. Erlan Fransis. Allura menatap datar monitor itu lalu keluar dari ruangan itu. Dia berjalan dengan santai menuju sebuah tempat penjara khusus.

Saat sampai didepan sel Amera, dia berdiri dengan tatapan datarnya. Menarik kursi lalu duduk santai tanpa menghiraukan tatapan tajam dari Amera. "Bagaimana kabarmu?" Tanya Allura santai.

Amera berdecih kasar. "Dasar manusia tidak punya hati!!!" Bentak Amera keras. Allura hanya terkekeh sekilas. "Aku kesini hanya ingin menyampaikan perkembangan anakmu." Ucap Allura. Amera semakin menatap Allura tajam.

"Dia akan kumasukkan kedalam anggota elite The Killer." Ucap Allura dengan kedipan sebelah matanya pada Amera. Amera mengguncang pintu sel dengan emosi. Menatap Allura yang terlihat biasa saja dengan tatapan penuh dendam. Allura tersenyum meremehkan, "Kau marah dengan apa yang kulakukan? Kau tidak bisa menggunakan otakmu dengan baik ya? Harusnya kau sadar dimana letak kesalahanmu." Ucap Allura sinis.

Dia lalu berbalik meninggalkan Amera yang berteriak marah pada Allura. Saat dipintu keluar, Allura menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap Allura tajam. Seketika itu Amera berhenti berteriak lalu beringsut mundur. Takut.

"Aku sangat membenci manusia seperti dirimu. Yang mau menjadi pion oleh orang orang pengecut." Desis Allura tajam. Membuat Amera tidak berani menjawab ataupun menatap Allura lebih lama. Allura lalu berbalik pergi meninggalkan Amera yang ketakutan.

Amera langsung duduk beringsut dipojok ruangan itu. Memeluk lututnya lalu menangis. "Tidak. Tidak. Erlan harus hidup normal. Hanya aku, hanya aku yang boleh hidup menjadi pion orang. Tidak denganmu Erlan." Bisik Amera lirih sambil terus menangis.

🧩🧩🧩

Hari ini hari ketiga Allura berada di markas The Killer. Dia menemui Albert yang sedang mempersiapkan Erlan. Erlan sudah berhasil dicuci otaknya. "Albert. Masukkan dia ke anggota elite The Killer." Ucap Allura sambil melihat sebuah berkas tentang Erlan.

"Apa kau yakin?" Tanya Albert sedikit ragu. Pasalnya, Erlan ini anak dari pengkhianat. Apa Allura sangat percaya pada alat pencuci otak itu? Bagaimana jika suatu saat dia mengingat kembali. Sehebat apapun alat yang manusia ciptakan, tidak akan pernah bisa sehebat ciptaan Tuhan.

Allura menatap Albert dengan alis sebelah terangkat. Tersenyum miring khas Allura, "Kau meragukanku?" Albert menggeleng, "Tidak Nona." Jawab Albert menunduk meminta maaf.

Terkadang, Allura jarang memakai masker penutup wajahnya jika berada dimarkas The Killer. Zola pun seperti itu. Tetapi beda halnya dengan Jessana. Anggota The Killer tidak ada yang mengetahui wajah Jessana walau mereka adalah anggota elite The Killer.

Hanya Allura dan Zola yang tahu bagaimana tampang Jessana yang sesungguhnya. Walaupun ada orang yang pernah melihat langsung Jessana, itu bukanlah tampang aslinya. Dia selalu menyamar, menyembunyikan wajah aslinya.

"Urus dia Albert. Aku akan kembali lagi nanti. Aku ada urusan lain." Ucap Allura menaruh berkas berkas yang dia pegang keatas meja lalu menatap Albert dan Erlan bergantian. "Aku akan mengecek lagi perkembanganmu. Dan, jangan menyukaiku dalam konteks yang intim." Ucap Allura pada Erlan.

Dia memakai maskernya lagi lalu berjalan keluar ruangan menuju parkiran. Saat di lantai bawah, Allura berpapasan dengan Zola. "Halo Allura. Kau masih disini rupanya." Allura hanya berdehem menjawab ucapan Zola.

"Aku heran, apa sebenarnya misi mendadak yang diberikan pimpinan padamu hingga kau bisa bersantai disini." Ucap Allura penasaran. Zola tertawa, "Rahasia." Jawab Zola dibuat semenyebalkan mungkin lalu pergi meninggalkan Allura yang kesal.

Zola memang paling tahu bagaimana membuatnya bisa sangat kesal. Dia mendengus kesal lalu melanjutkan perjalanannya lagi. Tiga hari dia meninggalkan kelompok A. Semoga sesuai harapan.

Dia masuk kedalam mobil mewahnya lalu melaju meninggalkan kawasan itu. Lama dia menempuh perjalanan hingga sampai ditempat tujuannya.

Dia mengernyit bingung saat tidak dia lihat mobil digarasi. Kosong. Dengan cepat dia masuk kedalam mansionnya. Lalu menemukan kepala pelayannya menunduk hormat.

"Maaf Nona. Kelompok A menjalankan misi mereka sedari kemarin dan belum kembali hingga sekarang. Kami tidak bisa menghentikannya Nona." Ucap sang Kepala Pelayan.

Allura memejamkan mata sambil mengepalkan tangannya menahan amarah. "Kemana mereka pergi?" Tanya Allura setelah membuka matanya kembali. Kepala pelayan itu kembali menunduk, "Yang saya tahu, mereka menjalankan misi sesuai perintah anda." Allura mengernyit bigung, perintah?

Perintah apa? Sepertinya terakhir dia memberi perintah adalah untuk mencari keberadaan sang pengkhianat tanpa keluar dari mansion ini. "Perintah? Aku tidak pernah memberi perintah untuk mereka menyerang pengkhianat itu tanpa diriku." Kepala pelayan itu menunduk takut.

"Maaf Nona. Mereka bilang Nona mengirim pesan pada mereka melalu email." Jawab sang kepala pelayan. Allura menggeram marah. Kali ini dia benar benar sangat emosi. Dia baru saja mengurus masalah di markas inti The Killer. Dan sekarang, dimansionnya pun ada masalah.

Dengan langkah lebar dia berjalan menuju ruangannya dilantai dua. Dengan kasar dia membuka pintu ruangannya. Dia langsung duduk dibalik meja nya yang penuh dengan beberapa komputer dihadapanny.

Mengotak ngatik lalu tiba tiba, BRAAAKKK!!!

Allura memukul mejanya dengan kekuatan full. Membuat meja itu sedikit retak. Tangannya mengeluarkan sedikit darah. Dengan tatapan marah Allura mencoba menahan emosinya. Nafasnya memburu, tangannya mengepal kuat.

"Sialan!!!" Teriak Allura memenuhi ruangannya.

Para pelayan yang mendengar teriakan majikannya hanya beringsut menjauh. Takut menjadi pelampiasan.

###

Hallo...
Shadow update kembali🤗
Gimana menurut kalian part ini??
Selamat membaca, jangan lupa vote dan comment🤍🤍🤍
Maaf ya kalo part ini pendek.
Shadow bakal diusahain update tiap minggu yaa..
Tapi jadwal harinya gak nentu.😉😉
Semangat ya nungguin kelanjutannya..

SHADOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang