Di tengah ruangan kelabu, seorang lelaki berkacamata terduduk pada kursi dengan tubuh terikat. Mulutnya dibungkam menggunakan selotip hitam. Sejak tadi dia tertunduk tak sadarkan diri. Sementara dua orang yang ada di dekat sana, masih sibuk dengan kegiatan mereka sedari tadi.
Seorang wanita berambut panjang berdiri terengah-engah tanpa alas kaki. Pakaian spandeknya sobek di beberapa tempat. Dia mengeluarkan karet dari dalam saku celana, mengikat rambutnya yang sempat terutai menutupi wajah. Kini tampak jelas beberapa lebam kebiruan, serta darah yang sedikit mengalir dari hidung. Matanya yang tajam menatap seorang lelaki beranting di hadapannya.
Lelaki dengan penampilan yang tak kalah buruk, berusaha untuk tetap berdiri tegap sembari memegangi perut. Wajahnya tampak jauh lebih bersih dari wanita tadi, namun perutnya terus berdenyut setelah menerima tendangan yang cukup keras.
"Kamu masih belum menyerah juga rupanya?" tanya si wanita. Tak ada rasa takut sedikit pun yang tampak pada wajahnya.
"Huh," si lelaki mendengus. "Kuakui kakimu memang sangat kuat. Tapi nyalimu justru tidak sekuat itu."
"Rasakan akibatnya kalau terlalu menyepelekanku."
Lelaki beranting berjalan ke pinggir ruangan. Meneguk air dari dalam botol yang ada di atas meja dekat sana. Pertarungan selama lebih dari sepuluh menit tadi cukup membuat tenggorokannya kering sedari tadi.
"Kau tahu, Re? Adrian pernah bilang kalau dia tidak suka dekat denganmu. Kamu terlalu membuatnya takut."
"Itu karena kamu terlalu sering memberinya sugesti sampai berhasil membenciku!"
"Perempuan keras kepala sekali."
"Cukup! Aku sudah tidak mau berbasa-basi lagi. Aku tidak suka kamu menghalangiku. Bagaimana pun, Adrian adalah milikku!"
Si perempuan berlari menuju lelaki yang langsung memukulkan botol kacanya pada tembok hingga pecah. Lalu mengayunkan pecahan botol kea rah musuhnya yang baru saja menerjang. Dengan cepat, serangan tersebut langsung dihindari oleh si perempuan, sebelum kembali melayangkan tendangan.
Kali ini si lelaki berhasil menghindar, dan langsung menarik rambut si perempuan dengan keras. Keadaan pun berbaik, perempuan yang semula penuh percaya diri akan bisa menghabisi lawannya, seketika harus ambruk ke atas lantai dengan keras. Rambutnya masih dijambak dengan kencang.
Si lelaki tersenyum. Tanpa berkata apa pun lagi, dia dorong kepala perempuan di hadapannya ke arah lantai. Berkali-kali dengan tanpa ampun. Bibirnya menyeringai, seakan menikmati permainannya saat ini. Hingga akhirnya, dia sudah tidak mendapatkan gerakan sang musuh yang terkulai tak berdaya.
Seringai pun berganti dengan tawa penuh kepuasan. Seakan semua rasa amarah dan kesal sudah berhasil dilampiaskan seluruhnya.
Hal selanjutnya yang dilakukan si lelaki beranting adalah menuju Adrian yang masih tak sadarkan diri. Dia melepaskan ikatan pada tubuh lelaki berkacamata tersebut dengan cepat.
"Hah! Di mana aku?!" Adrian yang baru saja tersadar langsung tersentak. Sepertinya dia benar-benar tidak menyadari apa yang baru saja terjadi.
"Tenang, Bro. Kamu aman."
"Glint? A-apa yang terjadi?"
"Wanita gila itu berbuat seenaknya lagi."
Adrian melirik ke arah sosok wanita di atas lantai. Dia tidak bisa melihat wajahnya, namun tahu benar siapa sosok tersebut. "Tenang, sekarang dia sudah tidak bisa mengganggumu lagi," tambah Glint.
Keduanya pun keluar dari ruangan lembap yang dingin tersebut, meninggalkan seorang perempuan yang mungkin sudah tak lagi bernapas.
"Thanks, Glint. Aku tidak tahu akan jadi bagaimana kalau kamu tidak ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
Other Dimension
Short StoryKumpulan cerita pendek yang akan membawamu pergi menuju tempat yang akan mengubah pandanganmu terhadap dunia. Mungkin kamu akan berpikir bahwa semua ini hanyalah khayalan semata. Namun aku tidak pernah berpikir bahwa semuanya mustahil untuk terjadi...