"Tanganmu kenapa Dhik, kok biru-biru seperti itu sih?"
"Jangan bilang kamu dipukul ayahmu lagi ya?"
Dhika, anak kelas dua SMA yang merupakan murid teladan itu pun menghela napas panjang sembari mengangkat kedua bahunya. Seakan semua itu cukup untuk menggantikan kata-kata yang harusnya dia ucapkan.
"Kenapa sih kamu tidak pernah mau melaporkan ayahmu ke polisi!"
"Apa ada jaminan hidupku akan menjadi lebih baik seperti itu?"
"Tapi aku sudah benar-benar tidak bisa tenang jika melihatmu dan ibumu harus seperti ini terus!" Anton yang merupakan sahabat Dhika sejak kecil terlihat sedikit emosi.
Sementara Zendra terdiam sembari berwajah iba. "Kalau ada yang bisa kami lakukan katakan saja, Dhik!"
"Terima kasih. Tapi aku baik-baik saja, kok. Kalian sudah terlalu sering aku repotkan." Dhika bersandar pada punggung kursi dengan lemas. "Andai aku bisa kembali ke masa lalu dan mengubah ayahku..." ucapnya pelan.
"Ah!" tak lama kemudian Anton tiba-tiba berteriak karena mengingat sesuatu. "Ada! Ada cara untuk mewujudkan keinginanmu itu!"
"Hah? Apa maksudmu?"
"Kamu ingin kembali ke masa lalu untuk mengubah ayahmu kan, Dhik?"
"Itu kan hanya khayalanku saja Ton. Kamu ini..."
"Aku serius Dhik! Apa kalian tidak pernah mendengar cerita tentang terowongan di belakang sekolah yang bisa membuat kita kembali ke masa lalu?"
Zendra sedikit tertawa geli. "Ton, ton... itu kan hanya mitos!"
"Sungguhan! Aku mendengar cerita kakakku tentang temannya yang pernah berhasil menjelajah ke masa lalu!"
"Yakin kamu tidak sedang dibodoh-bodohi? Lalu kamu sendiri pernah berhasil melakukannya?" Dhika turut menggoda Anton yang mulai terlihat marah karena tidak ada yang mempercayainya.
"Aku tidak sebodoh itu untuk bisa ditipu!"
"Oya? Buktinya kemarin kamu bisa dijajah dengan mudah oleh anak SMP."
"Ya sudah kalau tidak percaya!"
Zendra dan Dhika tertawa sementara Anton tampak cemberut.
"Sudah, sudah. Bagaimana kalau kita coba masuk ke terowongan itu bersama untuk membuktikannya?" tawar Dhika.
"Ide bagus, Dhik. Kalau tidak berhasil, Anton harus mentraktir kita ya."
Akhirnya, waktu pulang sekolah pun tiba. Seperti yang telah dijanjikan, Dhika bersama dua sahabatnya pergi ke terowongan yang mereka bicarakan tadi. Tempat yang mereka kunjungi tersebut sangat sepi, karena sudah jarang ada orang yang menggunakan jalan itu lagi. Bahkan terowongan tua dengan panjang sepuluh meter itu cukup terlihat menyeramkan. Banyak semak belukar dan tanaman rambat yang menghiasi sekelilingnya.
Dhika tidak pernah mempercayai takhayul seperti Anton, dan dia pergi ke terowongan itu hanya untuk menjaga perasaan sang sahabat. Tapi dia sedikit berharap jika saja mitos itu benar, dia benar-benar ingin sekali kembali ke masa lalu.
"Kalian sudah mengerti? Jadi nanti di dalam kita hanya perlu berjalan sembari menutup mata sebanyak sepuluh langkah sembari memikirkan waktu yang ingin kita tuju," jelas Anton.
"Lalu setelah itu?"
"Ya... katanya kalau berhasil kita akan sampai di masa lalu setelah keluar dari terowongan ini."
Ketiga sahabat itu pun mulai masuk dan berjalan menyusuri terowongan. Karena sudah cukup sore, tidak ada penerangan sedikitpun dan lubang terowongan terhalangi tanaman rambat, keadaan di dalam terowongan menjadi sangat gelap. Bahkan jika tidak ada suara langkah kaki, mereka tidak bisa menyadari keberadaan satu sama lain. Tapi, mereka bertiga tetap melakukan apa yang Anton jelaskan sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Other Dimension
Short StoryKumpulan cerita pendek yang akan membawamu pergi menuju tempat yang akan mengubah pandanganmu terhadap dunia. Mungkin kamu akan berpikir bahwa semua ini hanyalah khayalan semata. Namun aku tidak pernah berpikir bahwa semuanya mustahil untuk terjadi...