Play Time

189 13 8
                                    

"Aku rasa akhir-akhir ini kamu mulai berubah, Jim."

"Berubah... bagaimana?"

"Apa harus aku jelaskan dengan detail? Aku rasa sekarang kamu sudah tidak mencintaiku seperti dulu!"

"..." Jim terdiam seribu bahasa.

Tentu saja hal itu tidak membuat Serena senang. "Kenapa kamu diam?" tanyanya langsung.

"Perasaan wanita memang tajam."

"Jadi maksudmu kata-kataku benar?!"

"Sepertinya, sudah saatnya aku jujur. Sebenarnya aku menyukai wanita lain sekarang."

"Jadi, gosip antara kamu dan perempuan itu memang benar?!" Serena bertanya dengan sedikit membentak. Sebenarnya dia sudah merasakan ada yang aneh dari kekasihnya itu sejak lama. Dan semua pikiran buruknya pun jadi kenyataan.

"Maaf. Tapi aku sudah tidak tahan lagi dengan sifatmu yang terlalu overprotective itu."

"Jadi kamu menyalahkanku akan semua ini?!"

"Aku tidak mungkin berbuat seperti ini jika tanpa alasan."

"Tapi aku pun tidak akan berbuat seperti itu padamu jika tanpa alasan!" Serena masih berusaha menahan air mata yang mulai mendesak keluar. Sebelum dia menangis dan tampak lemah di depan lelaki yang dia sayangi itu, dia memilih untuk pergi menjauh.

Serena lekas datang ke tempat Milla, sang sahabat. Dia sudah tidak kuat menahan rasa sedih dan menangis. Menceritakan semua keluh kesahnya.

Hampir satu jam Serena bercerita. Sampai akhirnya dia sudah lumayan merasa lega. Kini yang tersisa dalam hatinya hanyalah rasa marah. "Sepertinya kamu harus memberikan pelajaran pada lelaki itu." Milla turut merasakan hal yang serupa. "Kita harus membuatnya merasa menyesal sudah meninggalkanmu."

"Iya, aku sangat ingin memberinya pelajaran. Tapi bagaimana caranya?"

Milla sedikit berpikir. "Kita buat hatinya sakit. Jika kita lukai dia, hal itu tidak ada artinya. Tapi lain jika kita buat dia merasa sakit hati. Luka seperti itu pasti akan lama berbekas."

"Kamu benar."

"Jadi, yang harus kita beri pelajaran itu adalah si perempuan yang membuat Jim berubah. Bagaimanapun dia salah."

"Lalu harus kita apakan dia?"

"Kita buat dia tidak bisa lagi melakukan perbuatan yang sama. Untuk selamanya."

"Dan dengan begitu Jim pun akan merasakan pembalasanku. Kau jenius Milla!"

Kedua sahabat itu pun tertawa dengan nada yang puas karena telah berhasil menyusun rencana pembalasan.

***

"Dek, lebay banget sih main Barbie-nya," ucap Leony masih menonton televisi sembari merebahkan diri pada sofa. Sejak tadi matanya fokus pada film yang disiarkan, namun dia masih bisa mendengar suara adiknya yang sedang bermain dengan Barbie tak jauh di belakangnya. "Kamu suka nonton sinetron apa sih sampai bikin cerita seperti itu?" tanyanya lagi. Dia merasa adiknya yang masih delapan tahun terlalu terpengaruh oleh tontonan yang kurang pantas untuk umurannya.

"Dek, kalau ditanya jawab dong!" Kini Leony sedikit kesal karena sang adik justru diam dan tidak membalas. "Dek!" panggilnya lagi sembari sedikit berteriak.

"Iya, Kak?" akhirnya sang adik membalas. Hanya saja suaranya terdengar cukup jauh dari sana.

Tak lama kemudian, suara derap kaki kecil terdengar mendekat. Leony dapat melihat jelas sang adik yang baru saja muncul dari balik pintu di hadapannya. "Lho, kok kamu ada di situ?" tanyanya heran.

"Aku dari tadi di dapur sedang makan. Kakak kenapa manggil aku?"

Rasa aneh pun sedikit berubah menjadi perasaan seram. Leony langsung bangkit dari tidurnya dan menengok ke belakang. Saat itu dia hanya bisa melihat karpet tempat adiknya biasa bermain dan dua Barbie perempuan tergeletak di atas sana. 'Apa aku hanya berkhayal?' tanyanya dalam hati.

"Ih, kakak malah diam!"

"Kamu main Barbie, tidak dek barusan?"

"Aku kan lagi makan, Kak. Mana bisa main Barbie."

Jika diingat-ingat lagi, suara-suara yang dia dengar terasa nyata. Namun, semakin Leony memikirkannya, semakin besar rasa takut yang muncul. Jadi, dia memilih untuk melupakan dan menanggap semua hanya halusinasi dirinya seorang.

***

Serena masih mengobrol bersama Milla. Namun air matanya sudah berhasil berhenti mengalir. Kini yang ada hanya perasaan kesal serta tak sabar untuk membalaskan dendamnya. "Jadi kapan kita akan melakukan rencana ini?" tanyanya.

"Nanti malam saja bagaimana? Sewaktu semua sedang tidur. Jadi tidak ada yang mengganggu."

"Baiklah. Aku akan bersiap-siap dari sekarang."

"Oiya, ngomong-ngomong ada yang aku lupakan."

"Apa?"

"Siapa nama wanita yang merebut pacarmu itu?"

"Leony."

Other DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang